Bukan Bendera Apapun, Tapi Kalimat Syahadat yang Dicetak di Kain (Baru) dan Dibakar Sembari Injak-Injak Merah Putih

Bukan Bendera Apapun, Tapi Kalimat Syahadat yang Dicetak di Kain (Baru) dan Dibakar Sembari Injak-Injak Merah Putih

Gelora News
facebook twitter whatsapp

Oleh El Aulia Syah 
(Pegiat Forum Muda Lintas Iman Yogyakarta) 

SEBAGAI orang awam, hanya rakyat biasa, bukan kader parTAI P-ol-ITIK, bukan pula yang pintar soal agama, tapi saya melihat kain yang dibakar oknum ormas Banser NU di Garut Jawa Barat yang viral di media sosial adalah tulisan syahadat: La ilaha illallah. Terlepas tulisan itu pernah dipakai ormas HTI yang kini dibubarkan, motif kaligrafi semacam yang dibakar oknum banser tersebut sudah ada dan banyak di masjid-masjid. Itu jauh sebelum HTI lahir. Sebagai pemeluk Islam yang masih awam, saya juga tidak terlalu paham apakah itu panji Rasulullah atau bukan. Logika bodoh saya, itu sih hanya mirip panji Rosulullah saja ya. Sebab, kalau toh panji yang asli ada, maka motifnya, skala panjang lebar nya, artistiknya pasti beda. Tapi meski awam, saya mencintai agama saya.

Kalau toh alasan si pembakar itu adalah bendera HTI, lalu apa urgensinya coba? Saya pun tak sependapat dengan ide Negara khilafah ala HTI. Tafsir Negara Khilafah ala HTI banyak yang kemudian dibantah oleh kalangan ulama dan cendekiawan muslim Indonesia, bahkan oleh Yusril Ihza Mahendra yang menjadi pengacara HTI. Terlebih HTI sudah resmi dibubarkan. Kalau mengira setiap kaligrafi tulisan syahadat itu adalah HTI atau bahkan ISIS atau bendera Arab Saudi, saya kira aneh dan berlebihan. Apalagi gara-gara melihat tulisan itu lantas orang menjadi ekstreem lalu masuk HTI atau bahkan ISIS juga sangat tidak masuk akal.

Kalau mau lebih mengena, kenapa tidak sweeping saja eks HTI, kalau toh tidak dieksekusi, diapain kek, digundulin mungkin? Ha ha ha. Tapi kan kalau aparat Negara seperti TNI dan POLRI saja tidak melakukan itu, kenapa masyarakat yang Cuma anggota Ormas melakukannya? Bukankah ini NKRI Negara hukum?

Selebihnya ada yang menarik, dan ini yang saya kira banyak luput dari perhatian. Coba perhatikan, saat oknum-oknum itu membakar tulisan syahadat di kain hitam. Itu kain kira-kira baru atau bekas rampasan dari orang HTI? Atau kain yang tercecer di jalan? Atau malah sengaja dibuat baru, setelah jadi lalu dibakar?

Adakah terlihat ceceran bendera Merah Putih di tanah dan diinjak-injak pelaku? Perhatikan juga jarak titik api dengan bendera Merah Putih yang tercecer, cukup dekat dan potensi terbakar jika sedikit saja lalai. Konon, si pembakar mengaku cinta NKRI dan cinta Merah Putih, masa soal memperlakukan Merah Putih yang jelas-jelas lambang Negara yang diatur dalam konstitusi saja tidak tahu?

So, sebagai orang awam dan rakyat biasa, kalau boleh menyampaikan unek-unek, agar ini tidak menjadi api dalam sekam, memprovokasi masyarakat lebih luas, maka lihatlah persoalan dengan bijak. Pelaku bukan sebagai organisasi, melainkan sebagai individu-individu. Jadi, tolong jangan terlalu ditonjolkan Banser-nya. Toh faktanya Pimpinan pusat Banser tidak ada instruksi bakar tulisan syahadat yang diklaim sebagai bendera HTI itu. Kedua, jangan pula hubungkan dengan bendera HTI, karena kalimat syahadat itu milik semua ummat Islam dan umat Islam juga banyak yang menolak ide Negara khilafah ala HTI.

Nggak usah juga kali disamakan dengan pembakaran bendera ISIS yang gambarnya sampeyan dapat dari internet asing. Emang ISIS Siapa dan yang bakar siapa sampeyan tahu betul? Sampai sekarang saja yang pakar geopolitik banyak yang berbeda-beda analisa soal ISIS siapa dan apa motif sesungguhnya. Jangan pulak samain dengan produk distro arab seperti bola, CD, Bra sexi. Itu urusan pemilik distro orang Arab sono, emang sampeyan tahu semua orang arab atau Unta Arab pakai Bola,CD dan Bra seperti gambar yang beredar di internet itu? Jangan pula samakan dengan bendera Negara Arab Saudi, kajiannya beda lagi. Sebab menghormati lambang Negara itu ada konsensusnya di PBB.                                                  notes +: jangan pula diasumsikan bahwa tulisan syahadat itu adalah mushaf Qur'an yang rusak atau palsu. Faktaya itu bukan. Kalau toh mushaf pun ada adab membakarnya, antara lain setelah diteliti betul oleh yang paham (kalau di sini ulama atau ta'mir masjid lah), dan tidak terbuka disaksikan banyak orang tanpa penjelasan sehingga menimbulkan salah paham. Kalau yang di Garut jelas di video di depan anak-anak dan sambil nyanyi.
     
Jangan juga pakai analogi dengan narasi yang belum terjadi. Misal kalau tulisan syahadat itu dicetak di celurit, lalu buat nodong. Tapi kemudian yang ditodong melawan dan membuang celurit. Yang terjadi kemudian justru korban penodongan dilaporkan menista agama. Narasi itu terlalu mekso dan jauh dari konteks kasus pembakaran kalimat syahadat di kain oleh oknum-oknum anggota Banser di Garut Jawa Barat.

Jangan pula dihubungkan dengan COPRAS-CAPRES! Buat Bos-Bos ParTAI-P-ol-ITIK, please dong deh, jangan dijadikan panggung ini kasus!

Dan yang pasti, oknum-oknum pembakar musti diadili. Setidaknya, aparat bisa berkonsultasi dengan MUI untuk meminta asesmen, seperti yang sudah-sudah terkait delik penistaan agama. Setahu saya, MUI juga sudah memberi pernyataan sikap. Damailah NKRI!. [tsc]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita