Arbain Imam Husein Dan FPI

Arbain Imam Husein Dan FPI

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - ARBAIN adalah 40 hari kilas balik perjalanan rombongan keluarga Rasulullah SAW pasca tragedi Karbala yang terjadi pada 60 Hijriyah 14 abad lalu. 

Seusai pembantaian pasukan Yazid bin Muawiyah terhadap Imam Husain, cucu Rasulullah di Karbala, keluarga Rasulullah SAW yang terdiri dari para wanita dan anak-anak digiring bak budak dari Karbala, Irak hingga kota Syam (Damaskus saat ini) di Suriah. 

Penggiringan keluarga Rasulullah SAW oleh rezim saat itu bermodus penghinaan. Akan tetapi penggiringan keluarga Rasulullah SAW bukan malah mendapat penghinaan dari umat, tapi malah penghormatan. 

Perilaku rezim saat itu kepada keluarga Rasulullah SAW malah menyebabkan pergolakan anti-rezim di mana-mana. Dalam kurun 40 hari seusai pembantaian Imam Husein, rezim Yazid bin Muawiyah saat itu terancam runtuh. Bahkan istri Yazid menentang suaminya yang bertindak gegabah dan keterlaluan kepada keluarga Rasulullah SAW saat itu. 

Ulasan Ust Agus Abu Bakar Arsal Al Habsyi pada Hikmah Arbain yang digelar di VOP, Ahad, 28 Oktober 2018, sangat menarik. Menurut Ust Agus Abu Bakar, kebenaran harus dijadikan tolok ukur untuk dibela dan dipertahankan. 

Imam Husein sa mengajarkan kepada kita untuk mempertahankan kebenaran. Bukan hanya diri dan jiwa Imam Husein yang dipertaruhkan, bahkan seluruh keluarganya dan sejumlah sahabatnya yang setia siap berkorban dipertaruhkan demi kebenaran. 

Maka sangatlah aneh hanya karena alasan kelompok atau komunitas, kebenaran kemudian menjadi tersandera. Tiba-tiba aktivitas sekelompok menjadi lebih penting dari kebenaran itu sendiri. Hal seperti ini bukan ajaran Karbala. 

Dalam kesempatan tersebut, Ust Agus Abu Bakar Arsal Al Habsyi menyampaikan pengalamannya terkait muridnya dari salah satu negara Eropa yang berdomisili di Indonesia. Karena tuntutan untuk mengenal Islam dan syarat pernikahan dengan calon istrinya yang muslimah, seorang warga Eropa itu tertuntut untuk belajar Islam, dan kebetulan sekali ia memilih Ust Agus sebagai gurunya.

Pertanyaan pertama yang ia ajukan adalah sweeping FPI atas nama amar makruf dan nahi munkar yang menurutnya kurang elok bagi Islam. Dalam kesempatan itu, Ust Agus berbalik bertanya kepada muridnya dari Barat tersebut, apakah di negeri Anda compact disk pornografi dan minuman keras dijual bebas di kawasan permukiman sehingga bisa diakses oleh anak-anak? Orang Barat itu jawab "tidak." Lihatlah di Indonesia minuman keras dan compact disk pornografi dijual bebas di wilayah permukiman.

Pada dasarnya, apa yang dilakukan FPI adalah mengisi kekosongan  yang selama ini tidak dikerjakan secara optimal oleh aparat keamanan dan hukum. Apalagi mereka tidak dibayar untuk mengerjakan hal itu. Semata-mata hanya karena panggilan agama. Maka, FPI sepatutnya mendapat apresiasi karena membantu aparat keamanan dalam rangka menegakkan hukum. 

Dalam konteks ini, FPI tidaklah main hakim sendiri. Apalagi yang mereka kerjakan punya landasan hukum. Ketika melihat pelanggaran di depan mata dibiarkan, maka kita yang melihat bisa diduga terlibat bekerja sama atas pelanggaran tersebut. Hal ini juga berlaku dalam hukum agama yang terkonsep dalam amar makruf dan nahi munkar. Jadi ada konsekuensi akheratnya dalam pandangan umat Islam. Tidak amar makruf dan nahi munkar, maka ancamannya adalah neraka.

Bila kemudian dalam sweeping, ada kekurangannya, maka hal itu adalah wajar karena mereka tidak terdidik secara profesional. Menurut Ust Agus Abu Bakar, yang sepatutnya dikritik adalah  aparat yang tak menjalankan tugas dengan baik. Apalagi mereka sudah digaji oleh rakyat untuk mengamankan lingkungan.[***]

Alireza Alatas

Pembela Ulama dan NKRI/ aktivis Silaturahmi Anak Bangsa (Silabna) [rmol]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita