Sindiran Keras Ferdinand ke Ketum Kowani yang Menolak Dipanggil Emak-emak

Sindiran Keras Ferdinand ke Ketum Kowani yang Menolak Dipanggil Emak-emak

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Politikus Demokrat Ferdinand Hutahaean menanggapi pernyataan Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (Kowani), Giwo Rubianto Wiyogo yang menolak istilah 'the power of emak-emak'.

Dalam akun Twitternya, Ferdinand menuliskan kalau sebaiknya Ketum Kowani ini perlu merefleksi saraf-saraf otak.

Ia juga menyarankan agar lebih banyak membaca keragaman nusantara.

Sebab, kata dia, di Jawa saat ini masih banyak panggilang si Mbok, kemudian di kampunya juga banyak yang dipanggil Emak atau Omak.

Ia pun mempertanyakan kenapa Giwo Rubianto Wiyogo malah melarang kata 'emak' tersebut.

"Jika benar kalimat dalam video ini disampaikan oleh inu ini, mk saya pikir ibu ini perlu refleksi saraf2 otak dan lebih banyak membaca keragaman nusantara.

Di Jawa sana msh banyak panggilan si Mbok, dikampungku dipanggil Emak atau Omak.

Ibu bangsa koq melarang kata Emak?," tulisnya dilansir TribunnewsBogor.com, Minggu (16/9/2018).

Ia juga memposting video pernyataan Ketum Kowani itu dalam cuitannya.


Begini pernyataan dalam video tersebut :

"Kami tidak mau kalau perempuan-perempuan Indonesia yang sudah mempunya konsep Ibu Bangsa sejak tahun 1935 sebelum kemerdekaan, kalau dibilang emak-emak.

Kami tidak setuju, tidak ada 'the power of emak-emak', yang ada 'the power of Ibu Bangsa'".

Setelah itu, Ferdinand melanjutkan lagi pembahasannya soal emak-emak. Ia mempertanyakan apa urusan Ketum Kowani soal panggilan emak-emak.

Sebab kata dia, banyak wanita yang suka disebut emak-emak. Ia pun menyindir Ketum Kowani itu ingin sok beradab, hingga sok ibu sosialita.


Dilansir dari Kompas.com, Ketua Kongres Wanita Indonesia, Giwo Rubianto Wiyogo tidak sepakat jika perempuan Indonesia disebut "emak-emak".

Hal itu disampaikan Giwo dalam sambutannya di acara Temu Nasional Kongres Wanita Indonesia ke-90 dan Sidang Umum International Council of Woman (ICW) ke-35 .

"Kami tidak mau, kalau kita perempuan-perempuan Indonesia dibilang 'emak-emak'. Kami tidak setuju," ujar Giwo dalam, Jumat (14/09/2018).

Giwo mengatakan, kongres perempuan Indonesia II tahun 1935 di Jakarta menghasilkan beberapa keputusan penting.

Salah satunya adalah kewajiban utama wanita Indonesia, yakni menjadi " ibu bangsa".

"Perempuan Indonesia yang sudah mempunyai konsep ibu bangsa sejak tahun 1935 sebelum kemerdekaan. Tidak ada the power of emak-emak, yang ada the power of ibu bangsa," ucapnya disambut tepuk tangan seluruh peserta yang hadir.

Giwo menuturkan pada peringatan Hari Ibu pada 22 Desember 2017 di Papua, Presiden Joko Widodo menyampaikan peran ibu bangsa.

Presiden mengatakan peran ibu bangsa jangan dipandang sebagai beban, melainkan suatu kehormatan.

"Peran ibu bangsa yakni tugas mempersiapakan generasi muda yang berkarakter unggul, memiliki daya saing, inovatif, kreatif serta memiliki wawasan kebangsaan yang militan," tandasnya. [tribun]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita