Rupiah Tembus Rp15.100/USD, Demokrat: Krisis Moneter 98 Jangan Terjadi Lagi

Rupiah Tembus Rp15.100/USD, Demokrat: Krisis Moneter 98 Jangan Terjadi Lagi

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terus melemah, pantauan di sejumlah spot antar sudah menyentuh angka Rp 15.000 yakni pada level Rp 15.100 per dolar AS, pada Selasa (4/9/2018) pukul 15.13 WIB.

Angka tersebut terpantau lewat laman Bank BCA. Pun demikian di beberapa Bank juga memperlihatkan kurs rupiah terus merosot berkisar di angka Rp14.900 per dolar AS.

Diketahui, mata uang Indonesia ini telah melemah pada perdagangan pekan ini berturut-turut, setelah ditutup turun 0,2 persen atau 30 poin ke level Rp14.710 pada perdagangan Jumat (31/8/2018).

Nilai tukar rupiah hari ini menyentuh level terendahnya sejak krisis moneter 20 tahun lalu.  

Menanggapi hal ini, Ketua DPP Partai Demokrat Michael Wattimena mengingatkan pengalaman pahit krisis moneter tahun 1998. Dia tak ingin krisis serupa terjadi lagi. 

Pada tahun 1998 lalu terjadi resesi ekonomi yang diawali terus melemahnya nilai mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

"Akibat resesi ekonomi saat itu, mata uang rupiah Rp2000 per dolar, namun terus melonjak hingga Rp15.000 sampai Rp16.000 per dolar. Kondisi ini perlu diwaspadai," kata Michael di Jakarta, Selasa (4/9/2018).

Menurutnya, saat Presiden menyampaikan Pidato Pengantar RAPBN 2019 beserta Nota Keuangannya pada tanggal 16 Agustus lalu, nilai tukar rupiah yang diasumsikan Rp14.400, namun sekarang sudah tembua di angka Rp 15.000.

"Atas kondisi ini, kami ingin Menteri Keuangan menjelaskan secara jujur dan setulus-tulusnya bagaimana kondisi fundamental ekonomi kita," ujarnya.

Lebih lanjut, dia mengatakan, pengalaman kelam krisis ekonomi tahun 1998 jangan sampai terjadi lagi.

"Jujur kita tidak mau lagi berada pada suasana kelam seperti tahun 1998. Saat itu semua pembantu Presiden mengatakan fundamental ekonomi kuat, tapi apa yang terjadi akhirnya mengalami resesi," ungkap dia.

"Jadi, jangan sampai para pembantu menyenangkan Presiden, tapi ternyata kondisinya sangat memprihatinkan," tambahnya.

Michael juga meminta pemerintah tidak selalu berlindung di balik ada permasalahan perang dagang AS dan China. 

Pihaknya, juga tidak ingin mendengar lagi ada permasalahan eksternal Amerika, China, Turki dan Argentina. Atau ke depan ada lagi permasalahan eksternal dari negara lain yang dikambinghitamkan.

"Janganlah kalau ada sesuatu dipersalahkan pihak luar. Kami ingin Kemenkeu menjalaskan disertai fondasi ekonomi kita saat ini," pungkasnya. [tsc]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita