Ini Alasan Anggota FPI Sebar Video Hoax Rusuh di MK

Ini Alasan Anggota FPI Sebar Video Hoax Rusuh di MK

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Anggota FPI berinisial SAA awalnya berniat memberikan informasi yang seimbang lewat video yang disebarnya terkait demo rusuh di Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, sayangnya, video itu tak dicek kembali olehnya sehingga memuat informasi hoax.

"Sebenarnya buat penyeimbang berita doang. Itu penyeimbang berita biar, misalnya, kalau di TV nggak diliput, di media nggak diliput, setidaknya masyarakat bisa lihat di Facebook," kata Ketua Bantuan Hukum FPI DKI Jakarta Mirza Zulkarnaen saat dimintai konfirmasi, Senin (17/9/2018).

Mirza mengatakan SAA lalai karena tak mengecek kembali informasi yang disebarnya ternyata berisi demo mahasiswa menolak Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Mirza menyebut SAA juga tak mengerti soal MD3.

"Kalau yang ditangkap itu, nggak nonton videonya lagi secara saksama tentang demo tersebut. Ternyata di video tersebut setelah keburu dia upload ke Facebook, ternyata video itu tentang MD3. Nggak tahu dia MD3 itu apa, karena dia bukan orang politik atau hukum kan. Iya kelalaian. Makanya MD3 itu apa segala macam dan polisi juga terlambat tuh mengenai pemberitaan simulasi pilpres itu. Nah namanya orang ketika ada sedikit rusuh di MK, yang video awal yang simulasi pilpres kan, kan ada tiga video. Yang UU MD3, simulasi pilpres, yang dua...," tuturnya.

Menurut Mirza, SAA kaget atas respons dari sejumlah netizen mengenai video yang disebarnya. SAA tak menyangka jumlah viewers video tersebut melebihi jumlah temannya di Facebook.

"Cuma dimasukin, udah. Dia nggak lihat-lihat lagi komentarnya ternyata sampai sebegitu banyaknya. Dia juga kaget bisa mendapatkan respons sebegitu besar juga kaget. Dia anggota Facebook cuma 800 kan. Kok yang komen dan viewer dan nge-like bisa lebih banyak dari anggota member-nya," paparnya.

Sebelumnya, polisi menangkap SAA pada Sabtu (15/9) lalu di wilayah Jakarta Selatan. Dia diduga menyebarkan video hoax itu melalui akun Facebook-nya. Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo menyebut barang bukti yang turut disita adalah 1 bundel salinan akun Facebook dan 2 unit telepon seluler (ponsel).

"Tidak menutup kemungkinan apabila dalam penyidikan ditemukan lagi alat bukti yang bisa menjerat tersangka lainnya akan dilaksanakan penegakan hukum juga," kata Dedi kepada detikcom, Minggu (16/9).

Polisi sudah menetapkan SAA sebagai tersangka dengan sangkaan melanggar Pasal 14 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan/atau Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45A ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dia diduga menyiarkan atau mengeluarkan pemberitahuan bohong dan/atau menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian terhadap individu atau kelompok berdasarkan antargolongan.

Video hoax tersebut sempat beredar di media sosial hingga WhatsApp Group pada Jumat, 14 September lalu. Di hari yang sama, Polri dan TNI melakukan simulasi pengamanan gedung MK menjelang Pemilu 2019. Polri menyebut kegiatan simulasi itu 'digoreng' di media sosial menjadi seakan-akan ada demo ricuh di sekitar MK dan Istana Presiden.[dtk]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita