Fahri Tulis Surat Terbuka untuk Jokowi terkait Kunjungan Presiden ke Korsel

Fahri Tulis Surat Terbuka untuk Jokowi terkait Kunjungan Presiden ke Korsel

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menuliskan pesan terbuka terkait kegiatan kunjungan Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) ke Korea Selatan (Korsel).

Hal tersebut tampak dari akun Twitter Fahri Hamzah, @fahrihamzah, Minggu (9/8/2018).

Ia menanggapi postingan akun Twitter Jokowi, @Jokowi yang menuliskan Presiden Indonesia itu akan bertemu Presiden Korsel Moon Jae-In untuk membahas penguatan kerja sama kedua negara di tengah kondisi ekonomi global yang tidak menentu.

Fahri kemudian menjawabnya dengan menuliskan pesan agar Jokowi mempelajari sejarah pemberantasan korupsi di Korea Selatan.

Ia menyebutkan khususnya mengenai sejarah lembaga anti korupsi Korsel yakni KICAC (Korean Independent Commision Against Corruption) yang kemudian diganti ACRC (Anti Corruption and Human Right Commision).

"Pak, Saya titip: Pelajari sejarah pemberantasan Korupsi di Korsel dan khususnya sejarah KICAC (Korean Independent Commision Against Corruption). LALU diganti ACRC (Anti Corruption and Human Right Commision). ACRC adalah gabungan Banyak lembaga termasuk"

"Bapak presiden @jokowi tidak boleh terlalu lama membiarkan negara dalam keadaan 'darurat korupsi' seperti tuduhan selama ini.

Karena kalau ia, maka artinya presiden gagal memberantas korupsi. Presiden akan ditagih rakyat. Maka sekarang ambillah keputusan yang radikal."

"Hanya di Indonesia, darurat korupsi hanya menjadi kesibukan satu lembaga. Presiden sendiri tidak menyebut darurat melihat begitu merata “tangkapan KPK” sehingga semua partai dapat disebut sebagai lumbung koruptor menurut cap yang dibuat KPK."

"Terakhir KPK menangkap hampir semua anggota legislatif kota malang. Lalu, mempersoalkan tiket #AsianGames2018 tapi diam setelah dibantah wakil presiden. Jadi hanya di Indonesia definisi korupsi masih kita sengketakan. Bagaimana bisa kita selesaikan?"


"Dari semua negara yang saya pelajari, Korea Selatan paling baik jadi contoh kita. Pembubaran KICAC dan diganti oleh ACRC adalah karena ekonomi yang terganggu.

Manuver KICAC bikin rusak iklim usaha dan kebebasan sipil. Maka Anti Korupsi digabung dengan HAM."

"Sementara di kita aneh. Tidak ada Kordinasi. Definisi aja Gak jelas. Ada lembaga sibuk sendiri yang lain menonton dan kebih baik menghindar.

Akhirnya sejak 2002 (persis sama dengan tahun berdirinya KICAC) di Indonesia berkembang suasana tidak pasti."

"Terserah pak @jokowi bapak pasti melihat pelambatan ekonomi. Akhirnya pemerintah cabut subsidi, ngutang ke luar negeri, proyek dikerjain sendiri dan BUMN disuruh ngutang bunga tinggi. Nanti BUMN Bisa2 dijual ke luar negeri. Ini semua karena ketidakpastian hukum."


"Sambil pak @jokowi berpikir, teken saja kerjasama dan ikut saja pola Korea selatan. Gak usah malu untuk kebaikan negeri. Lihat Korsel itu, industri hidup, kelas menengah tumbuh.

Kita merdeka bareng, bikin KPK bareng tapi hasil lain. Kenapa? Karena mereka mau koreksi."

"Kita berkejaran dengan waktu. Sementara Korea selatan tambah menguasai industri dunia; mulai soal otomotif, elektronik dan digital media, sampai K-POP dan restoran di mana-mana.  Eh kita sibuk tangkap pencuri. Dan dianggap prestasi. Tambah banyak dianggap tambah sukses."


Diakhir pesan untuk Jokowi, Fahri menutupnya dengan memposting quote dari Albert Einstein.

"Pantaslah saya tutup dengan poster #AlbertEinstein di bawah ini tentang definisi kegilaan. “Gila itu: melakukan sesuatu dengan cara yang sama tapi berharap hasil yang berbeda”. Ini sudah 16 tahun bapak!" tulis akun @fahrihamzah.



Sebagai informasi, sebelumnya Korea Selatan memiliki lembaga KICAC yang berdiri pada tahun 2002 dan kemudian dibubarkan Presiden Korsel Lee Myung Bak.

Dengan alasan adanya lembaga KICAC mengganggu hubungan pemerintah dan pengusaha.

Lee Myung Bak adalah Presiden Korea Selatan tahun 2008 yang berlatar belakang pengusaha yang membubarkan KICAC.

“Sebagai gantinya dibentuklah Anti Corruption and Civil Rights Commision (ACRC) yang merupakan gabungan dari KICAC, Ombudsman, dan Komisi Banding Administratif,” tutur Manager Riset Transparancy Internasional Indonesia Wawan Suyatmiko, dikutip dari Kompas.com, Kamis (7/6/2018)..

Perbedaan KICAC dan ACRC sendiri pernah diungkapkan Fahri Hamzah seusai berkunjung ke Transparansi Internasional Korea Selatan di Seoul.

Menurut Fahri Hamzah, bahwa perbedaan pemberantasan korupsi Korea dan Indonesia adalah pada dukungan civil society atau lembaga-lembaga swadaya masyarakat anti-korupsi terhadap DPR.

"Di Korea ACRC dan pegiat anti korupsi bekerja sama dengan baik dengan National Assembly (DPR Korea). Kalau di negara kita, DPR justru dihantam kiri kanan dan dikesankan sebagai sarang koruptor," ucap Fahri dalam keterangan tertulis, Kamis (29/6/2017), dikutip dari Tribunnews.com, Jumat (30/6/2017).

Sebelumnya, Fahri Hamzah juga pernah menyindir Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan menyebutnya sebagai beban bangsa dan sekelompok orang penipu.

Hal tersebut diungkapkan Fahri lewat cuitannya, Selasa (4/9/2018) saat dirinya berada dalam penerbangan Jakarta-Lombok.

"KPK adalah beban bangsa ini, sebuah lembaga dan sekelompok orang yang menipu negeri ini.

Tapi, akan ada akhir. Entah kapan, yang penting saya sudah sampaikan dan yang penting bapak sudah saya ingatkan. Agar tak ada sesal nanti.Flight Jakarta - Lombok,

4/9/2018.

Fahri Hamzah," kicau Fahri.



BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita