Buni Yani: Kita Berharap Pak Prabowo Menjadi Pengganti Pemimpin yang Tidak Adil

Buni Yani: Kita Berharap Pak Prabowo Menjadi Pengganti Pemimpin yang Tidak Adil

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO -  Kandidat kuat Ketua Timses Prabowo Subianto-Sandiaga Salahuddin Uno, Djoko Santoso mengatakan, Buni Yani ingin masuk tim media sosial. Djoko menampung keinginan Buni Yani tersebut. "Ya dia ingin masuk, ya tampung," kata Djoko Santoso, di Jakarta.

Nama Buni Yani, kata Djoko masih didiskusikan. Keputusannya nanti akan diserah­kan kepada Buni Yani sendiri. "Sekarang kan sedang diskusi, ada beberapa tentang masalah tagline, nanti terserah dia," ujarnya. 

Djoko akan menanyakan lagi kepada lingkup internal partai soal status Buni Yani. "Aku ora ngerti yo, nanti tak tanya," ujar Djoko. 

Sebelumnya nama Buni Yani pertama kali 'digaungkan' oleh Djoko Santoso. Dia menyebut kemungkinan Buni Yani di­masukkan ke tim medsos. "Insya Allah ya. Insya Allah saya suruh masuk (timses). Dia belum minta apa-apa, tapi beliau adalah seorang penulis. (Divisi timses) medsos-lah mengingat dia kan dosen juga kalau enggak salah," kata Djoko. 

Djoko mengaku mengenal Buni Yani sejak kasus ITE terkait video pidato bekas guber­nur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Selain itu, Djoko mengaku sering bertu­kar pikiran dengan Buni Yani. Lantas bagaimana tanggapan Buni terkait hal ini? Berikut pemaparan selengkapnya dari Buni Yani. 

Apakah Anda sudah ber­gabung menjadi tim sukses Prabowo-Sandiaga? 
Belum kok, karena semua itu wewenangnya ada di Pak Djoko Santoso. Jadi sebaiknya nanti tanya beliau saja ya. Artinya semua ini belum final maka dari itu harus ditentukan. Terkait hal itu bukan kapasitas saya untuk mengiyakan atau menidakan. Kalau saya sudah katakan kami sebagai pejuang ingin membuat negara ini lebih baik, bahkan tidak diminta juga kami akan bantu. Nah apalagi kalau dim­inta, kami akan lebih bertang­gungjawablah. 

Apa Djoko Santoso sudah sempat mengajak Anda secara langsung untuk bergabung menjadi timses Prabowo-Sandiaga? 
Kalau soal itu saya rasa belum ya. Hal itu memang kebetulan saja lantaran ditanya wartawan saat Pak Djoko Santoso ulang tahun saya datang. Dan saat ini saya sudah datang diskusi bersama beliau. Alhasil mung­kin menjadi momen besar bagi para wartawan ketika saya kem­bali datang ke sini menanyakan perkembangan saya di timses. 

Memangnya kedatangan Anda beberapa hari lalu un­tuk kedua kalinya di rumah Djoko Santoso bukan sinyal Anda bergabung di timses Prabowo-Sandiaga? 
Saya sudah katakan dua hari lalu saya membuat acara diskusi. Kami buat deklarasi darurat Indonesia. Kami nilai saat ini bangsa Indonesia dalam keadaan darurat jadi perlu pemimpin yang baru. Terutama soal kea­dilan. Kondisi keadilan sekarang ini sangat pincang. Jadi Pak Joko Widodo hanya mengurus relawannya saja dan orang yang mendukung dia. Pihak yang tidak mendukung beliau tidak pernah diperhatikan. Padahal mau bagaimana pun kami juga bagian dari rakyat Indonesia juga. 

Bayangkan saja saya sudah dua tahun berhadapan dengan kondisi seperti ini. Jadi tidak ada salahnya mengingat pada Oktober 2016 pakar hukum pidana mengatakan bahwa ung­gahan yang melilit saya ini tidak mengandung unsur pidananya. Namun tetap saja saya menjadi tersangka. 

Kemudian kondisi saya saat ini bisa Anda bayangkan pa­dahal saya tamatan sempurna di Amerika Serikat, tapi dililit kasus seperti itu. Bahkan pen­gacara saya itu mencapai pulu­han 50 hingga 60 orang. Saya ini orang berpendidikan. Saya tahu perihal seperti ini menjadi makanan rezim sekarang. 

Oleh karena itu soal kea­dilan yang semacam ini pan­tas saya lawan. Maka dari itu saya membuat Buni Yani Center untuk berjuang menegakkan keadilan. Coba kalian lihat rev­olusi Prancis dan AS itu karena ketidakadilan. 

Lalu apa mau revolusi? Ini tidak main-main lho apalagi kalau sudah menyentuh yang namanya keadilan. Orang-orang itu sudah pada muak diperlaku­kan seperti ini. Jadi kami akan lawan meskipun kami tahu pasti ada risikonya sebab kami merasa adalah kami benar. 

Jadi atas dasar tersebut Anda mau bergabung menjadi timses Prabowo-Sandiaga? 
Betul saya bergabung karenauntuk melawan ketidakadilan yang dilakukan rezim sekarang. Kita berharap Pak Prabowo menjadi pengganti orang yang tidak benar. 

Maksudnya? 
Jadi kami menginginkan seka­rang Pak Prabowo menggantikan Pak Jokowi yang tidak adil kepada sebagian warga negara, khususnya umat Islam dan ulama. Bahkan aktivis Hak Asasi Manusia juga dikriminalisasi oleh rezim Pak Jokowi. Maka itu semua kami la­wan. Jadi pendirian kami itu jelas makanya kami buat simpul Buni Yani Centre For Social Justice untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. Pokoknya kami akan berjuang. 

Apa benar Anda ditugaskan khusus untuk menggalang isu di sosial media dalam timses Prabowo-Sandiaga? 
Kalau ditugaskan untuk med­sos, ya medsos saja mungkin. Kalau timses itu kan besar ya organisasinya, banyak bidang-bidangnya. Misalnya kalau kami disuruh mengerjakan ini yang bagian kecil, ya kami kerjakan. Kalau misalnya Pak Prabowo A, ya kami katakan A, jangan kemudian mengatakan B. Maka dari itu yang harus diluruskan, itu salah satu (tugas) misalnya. 

Jadi tugas spesifik Anda di Timses PAS apa? 
Baru bicara dengan Pak Djoko Santoso. Akan tetapi tidak bisa dirinci. Khawatir nanti kubu sebelah mencontek. 

Anda sudah bicara langsung dengan Prabowo? 
Belum (bicara) dengan Pak Prabowo sebab beliau kan sibuk. Ini kan masih pembicaraan di tingkat Pak Djoko Santoso. Makanya biar jelas dan biar saya tak salah silakan tanya Pak Djoko saja. Tanyakan posisi Buni Yani itu di mana. 

Tanggapan Anda soal debat capres dan cawapres berba­hasa Inggris bagaimana? 
Kalau mau negara ini sebe­narnya guna menatap masa depan dalam pergaulan global, ya perlu. Tidak wajib menggunakan Bahasa Inggris, namun perlu. Bayangkan saja kalau seorang kepala negara datang ke AS, kemudian mereka tahu Indonesia adalah negara besar lho. 

Negara keempat terbesar di dunia. Katakanlah Presiden kita ini mau bicara dengan orang lain menggunakan bahasa Inggris. Nanti kalau pidato ya mungkin bisa saja pakai bahasa Indonesia. Tapi kalau ngobrol atau diskusi seperti ini tidak bisa berbahasa Inggris kan memalukan. Makanya saya katakan tidak wajib, tapi perlu bahasa Inggris itu. 

Pengalaman saya juga begitu kok mengingat tujuh tahun saya di luar negeri. Penelitian sampai memakan waktu sekian tahun di luar negeri. Kemudian kalau tidak bisa menggunakan bahasa Inggris, ya sama saja bunuh diri. Dengan negara tetangga kita seperti Filipina dan Thailand lantaran belum punya bahasa persatuan di Asia Tenggara maka dari itu kita pakai bahasa Inggris. [rmol]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita