Ramai-ramai Mengecam Hakim yang Penjarakan Korban Perkosaan

Ramai-ramai Mengecam Hakim yang Penjarakan Korban Perkosaan

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Korban perkosaan yang masih anak-anak malah dipenjara oleh majelis hakim PN Muara Bulian, Jambi. Hakim berdalih, si anak menggugurkan kandungannya. Putusan itu dinilai mengoyak batas nalar keadilan.

"Yang namanya korban harusnya dapat pendampingan, ternyata dia malah dapat vonis hukum karena dia melakukan aborsi," kata perwakilan Kesatuan Alumni Atma Jaya, Popo. 

Hal itu disampaikan bersama kelompok masyarakat lainnya ke pimpinan Komisi Yudisial (KY) di Gedung KY, Jalan Kramat Raya, Jakpus, Senin (30/7) kemarin. Popo menyampaikan seharusnya majelis hakim bisa menyelami psikologi seorang korban perkosaan, bukan malah menjadikannya pelaku pembunuhan janin.

"Saya punya pengalamana untuk membantu korban perkosaan di Mei 98, ketika jadi korban perkosaan akan ada trauma psikologis. Ketika korban melakukan aborsi, dipikir adalah penyelesaian masalah. Akhirnya dia memiliki rasa bersalah. Karena dia adalah pembunuh si janin," ujar Popo.

Hal serupa juga diserukan dari LSM Save All Women and Girls, Nanda Dwintasari. Nanda menyebutkan kasus di atas mengacu pada Peraturan Pemerinntah No 61 tentang Kesehatan Reproduksi. Yaitu aborsi dibolehkan dengan pengecualian salah satunya itu korban perkosaan. 

"Ada sosialisasi yang kurang dari pemerintah sehingga masyarakat kurang paham. Jadi belum dapat sepenuhnya diimplementasikan. Tapi kita mengetahui bahwa korban pemerkosaan juga boleh melakukan aborsi ya. Itu harus menjadi salah satu tolok ukur juga," cetus Nanda.

Nanda menyoroti sikap masyarakat terhadap aborsi. Menurut Nanda, ada perkecualian hukum dalam menyikapi kasus aborsi.

"Aborsi ini stigmanya adalah pembunuhan. Ini membunuh bayi yang sudah besar, hukum sendiri juga melihat aborsi bukan sebagai bagian dari layanan kesehatan reproduksi. Seharusnya aborsi adalah layanan kesehatan yang komprehensif untuk perempuan. Layanannnya tidak ada," ujar Nanda.

Sementara itu, LBH APIK mengaku sangat prihatin dengam vonis itu. Sebagai lembaga yang biasa membela hak-hak perempuan dan anak, kasus di Jambi cukup mencengangkan.

"Bagaimana kasus ini bukan dilihat sebagai kasus anak di hadapan hukum, tapi sebagai kasus umum. Sebetulnya dalam UU Kesehatan untuk anak yang mengalami kasus perkosaan itu diperbolehkan untuk aborsi. Di Indonesia sosialaisai terhadap hak itu masih kurang. Yang ada adalah kriminalisasi. Pendampingan terhadap kasus perkosaan butuh waktu yang sangat lama dan menimbukan traumatis yang cukup dalam," kata perwakilan LBH APIK, Husma Azumar.

Di kasus itu, tiga orang jadi tersangka, yaitu:

1. Ibu, saat ini sedang diproses di kepolisian.
2. Anak laki-laki, dihukum penjara karena memperkosa adiknya.
3. Anak perempuan, dihukum penjara karena menggugurkan janin hasil perkosaan.[dtk]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita