Diduga Ada Manipulasi Data C1, Ketua KPU Makassar Diperiksa Panwaslu

Diduga Ada Manipulasi Data C1, Ketua KPU Makassar Diperiksa Panwaslu

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Makasar Syarif Amir diperiksa atas temuan data yang tidak sesuai di rekapitulasi KPU.

Dilansir TribunWow.com dari siaran KompasTV pada Minggu (1/7/2018), Syarif diperiksa selama tiga jam atas kasus di Pemilihan Wali Kota itu.

Pemeriksaan terhadap Syarif diharapkan dapat menemukan pelaku yang diduga memanipulasi data format C1.

Diketahui, berdasarkan rekapitulasi data, ditemukan ketidaksesuaian antara format C1 dan data yang ada di situs resmi KPU.

Perbedaan yang cukup jauh tampak dari tiga TPS di Makasar.

Seperti 3 TPS Bonto Duri, Kecamatan Tamalete, Makasar.

Selain Syarif, Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) juga berencana untuk melakukan pemeriksaan terhadap staf hingga komisioner KPU Makasar atas dugaan manipulasi data ini.

"Karena perbedaan angka, dari yang diserahkan ke kami KPU," kata Syarif.

Syarif mengatakan, data tersebut dari TPS diserahkan PPK yang kemudian diteruskan ke KPU.

Perbedaan angka antara format C1 dan data yang masuk ke situs KPU juga diakui oleh Bawaslu.

Selain itu, Bawaslu juga menemukan sejumlah dugaan pelanggaran pemilu di temukan di Kabupaten Pinrang dan Kabupaten Baru.

"Itu nanti dilihat pada saat rekap di KPU. Apakah ada penggelembungan atau perbedaan.

Tapi secara visual, masyarakat menilai seperti itu karena ada yang diupload dipegang masyarakat dan di KPU.

Memang ada perbedaan, itu yang menjadi masalah sekarang," ujar Ketua Bawaslu Sulawesi Selatan Laode Arumahi.



Diberitakan sebelumnya, KPU Sulawesi selatan menemukan beberapa form C1 yang berbeda datanya.

Form tersebut awalnya diserahkan oleh Petugas Penyelengara Kecamatan (PPK).

Menurut Komisioner KPU Sulawesi Selatan, Uslimin, kasus ini tengah diperiksa oleh Bawaslu dengan memeriksa ulang seluruh data C1 yang diberikan oleh PPK.

“Jelas sudah ada beberapa ditemukan dan ternyata beberapa form C1 yang disodorkan PPK ke KPU Makassar ternyata abal-abal atau palsu. Dengan munculnya kegaduhan di Pilkada Makassar, KPU Sulsel diminta oleh KPU Pusat agar membantu,” ucapnya, dikutip Kompas.com.

Sementara itu, ia menjelaskan apabila data yang masuk di situs KPU berdasarkan Sistem Informasi Penghitung (Situng).

Hasil dari Situng sendiri bukanlah sebuah hasil final.

Lantaran rekapitulasi yang sah adalah data berjenjang yang ada di kecamatan, kota/kabupaten, dan provinsi.

Ia pun mengaku jika petugas operator KPU Makasar tidak melakukan pemeriksaan secara teliti atas data yang diberikan oleh PPK.

"Petugas operator KPU Makassar yang menerima C1 dari PPK tidak melakukan pemeriksaan secara teliti dan langsung melakukan scan dan ter-input di portal infopemilu.kpu.go.id melalui Sistem Informasi Penghitungan (Situng). Tapi kami akan benahi lagi dan mencocokkan semua," tuturnya.

Diketahui, pada Pilkada Wali Kota Makasar, hanya ada satu pasangan calon, yakni Munafri Arifuddin-Andi Rachmatika Dewi (Appi-Cicu).

Mereka didukung oleh Golkar, Nasdem, Hanura, PAN, PBB, PKPI, PDIP, Gerindra, PKS, dan PPP.

Tak ada lawan membuat Pilkada Wali Kota Makasar melawan kotak kosong.

Munafri merupakan seorang eksekutif dalam kelompok usaha Bosowa, sekaligus pernah menjadi CEO klub sepak bola PSM Makasar pada tahun 2016.

Sementara Andi Rachmatika Dewi merupakan wakil ketua DPRD Provinsi Sulawesi Selatan dari Partai Nasdem.

Tak hanya itu, ia juga menjabat sebagai wakil ketua HIPMI Kota Makasar dari 2015 hingga sekarang.

Berdasarkan survei quick count dari Lembaga Survei Index Politika yang sudah masuk 100 persen, kotak Kosong menang dengan 53,79 persen suara.

Sedangkan pasangan Appi-Cicu hanya mendapat 46,21 persen suara.

Hasil survei Indek Politika dibagikan secara live melalui siaran Metro TV sejak pukul 13.00 WITA pada Rabu (27/6/2018).

Sementara untuk hasil dari hitung cepat KPU yang sempat dibagikan kini masih akan diperiksa ulang.

Berdasarkan UU Nomor 10 tahun 2016 Tentang Pilkada disebutkan terkait Pilkada yang diikuti oleh calon tunggal.

Seperti yang tercantum dalam Pasal 54D, dikatakan jika pemenang Pilkada dengan calon tunggal harus mendapatkan suara lebih dari 50 persen suara yang sah.

Apabila calon tersebut tidak dapat memenui persyaratan 50 persen, maka mereka bisa mencalonkan lagi dalam pemilihan berikutnya.

Sementara itu, dalam Pasal 25 ayat 1 PKPU Nomor 13 Tahun 2018 disebutkan jika suara pada Kotak Kosong lebih banyak, maka KPU akan menetapkan penyelenggaraan pemilihan ulang pada Pemilihan Serentak periode berikutnya.

Di ayat 2 disebutkan "Pemilihan serentak berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat diselenggarakan pada tahun berikutnya atau dilaksanakan sebagaimana jadwal sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan."

Menanggapi hal ini, Komisioner KPU Viryan Aziz mengatakan jika yang dimaksud oleh ayat tersebut bukanlah lima tahun mendatang, melainkan Pilkada Serentak periode berikutnya.

"Dalam UU 10 tahun 2016 disebutkan Pilkada Serentak berikutnya adalah tahun 2020," ungkap Viryan.

Selama masa tersebut, jabatan yang kosong sesuai dalam UU Pilkada, maka akan diisi oleh pejabat (Pj) yang ditunjuk oleh pemerintah, dalam hal ini Kemendagri.

Selain di Kota Makasar, calon tunggal yang melawan kotak kosong juga terdapat di daerah lainnya.

Seperti Pilkada Bupati Deli Serdang, Padang Lawas, Pasuruan, Lebak, Tangerang, Tapin, Minahasa Tenggara, Bone, Enrekang, Mamasa, Mamberamo Tengah, Puncak, Jayawijaya.

Kemudian ada Pilkada Wali Kota Prabumulih, dan Tangerang.[tribun]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita