Cerita Sosok Ayahnya, Lalu Muhammad Zohri Menangis

Cerita Sosok Ayahnya, Lalu Muhammad Zohri Menangis

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Lalu Muhammad Zohri cerita mengenai sosok ayahnya, Lalu Ahmad, yang disebutnya sebagai orang tua yang sangat penyabar.

SUHARLI, Jakarta

Saat Lombok Post (Jawa Pos Group) bertandang ke kamarnya di Hotel Century Park, Jakarta, Selasa (17/7), Lalu Muhammad Zohri panjang lebar cerita mengenai perjalanan kariernya. Lalu Ahmad, sang ayah yang sudah dipanggil Sang Pencipta, merupakan sosok penting dalam perjalanan hidupnya.

Dia cerita, tak sekalipun ayahnya pernah berbicara dengan nada tinggi. Tak sekalipun ayahnya memukul. Mendapati anaknya yang malas ke sekolah pun, sang ayah tak pernah menghardik.

Suatu hari, Zohri ditanya sang ayah, manakala mereka sedang duduk berdua di depan rumah. Zohri ditanya soal cita-cita. Sigap Zohri menjawab, kalau dia ingin jadi tentara. Ayahnya menepuk pundaknya mendengar cita-cita anaknya.

Sebuah cita-cita yang teramat tinggi baginya. Dan sang ayah paham, dengan ekonomi keluarga yang kembang-kempis, mungkin tak mudah mewujudkan cita-cita sang anak.


Toh, pada akhirnya Zohri tahu. Betapa ayahnya, sepanjang hidupnya, terus berdoa yang terbaik untuk hidup anaknya.

Masa depan memang adalah sebuah misteri. Siapa sangka, jalan menjadi tentara itu kini terbuka lebar untuk Zohri. TNI Angkatan Darat siap menerima Zohri tanpa harus melalui tes. Cukup dengan mendaftar saja. Dia sudah bisa menggapai cita-cita masa kecilnya itu.

Tapi, Zohri belum memutuskan. Dia tak hendak buru-buru. Ditunjukkannya pula selembar kertas berisi tawaran menjadi anggota TNI dengan materai Rp 6.000. Belum ia bubuhkan tanda tangan di kertas tersebut.

Dari cerita soal sang ayah, Zohri kemudian bercerita tentang masa-masa awalnya di PPLP NTB di Mataram. Itu adalah fase awal Zohri harus pindah dari sekolahnya di Lombok Utara ke Mataram, untuk ditempat menjadi seorang atlet berprestasi.

“Waktu pindah, bekal saya hanya Rp 50 ribu pemberian bapak,” kata Zohri mengenang. Itu dua tahun lalu. Tahun 2016.

Di PPLP, Zohri sempat patah arang. Sebelum berangkat, Zohri memang mendapat bayangan. Dengan tinggal di Asrama PPLP itu semuanya sudah ditanggung. Dari baju, celana, sepatu, tas, dan uang saku sudah dijamin.

”Karena semua ditanggung, saya hanya membawa satu baju ganti, sepatu sekolah, satu celana pantai, dan satu celana sepak bola,” katanya.

Zohri mengira, semua sarana itu akan langsung didapatkan begitu dia sampai di Asrama PPLP. Nyatanya, perhitungannya meleset. Fasilitas itu baru dia terima setelah tiga bulan di sana.

Maka, jadilah dia hanya bermodalkan satu celana sepak bola dan sepatu sekolah untuk berlatih tiap hari. Latihan yang dijalankan dua kali sehari. ”Saya ingat, itu celana merah,” katanya. Ada logo Barcelona di celana itu. Itu lho, klub ternama dari Spanyol yang menaungi Lionel Messi.

Selama tiga bulan, celana itu saja yang dia gunakan. Sementara nasib sepatunya lebih nahas lagi. Sepatu itu sudah robek setelah dua pekan dipakai Zohri berlatih. Anda yang tinggal di Lombok Utara pasti tahu, bagaimana kualitas sepatu yang dibeli di pasar tradisional. Maka, jadilah Zohri latihan tanpa menggunakan sepatu.

”Kalau celana itu setelah latihan saya cuci langsung. Nah, kalau menjelang sore, celana itu sudah kering. Selesai latihan sore, celana itu saya cuci lagi, saya jemur lagi. Begitu seterusnya,” kenangnya.

Seminggu berlatih tanpa sepatu, pelatih PPLP I Komang Budagama memberikannya sepatu ket dan baju latihan. ”Saya senang sekali waktu menerima semua itu,” ungkapnya.

Saat diberikan sepatu itu, Komang menasihati Zohri untuk tetap semangat berlatih. ”Saya diberikan sepatu itu menggunakan syarat. Yaitu, harus rajin latihan dan berani menyelesaikan program,” ujarnya.

Setelah empat bulan berlatih di PPLP, akhirnya Zohri mendapatkan fasilitas. Dia mendapatkan baju PPLP, celana panjang, sepatu spike, dan sepatu sekolah.

Namun, kualitas sepatu spike tak terlalu kuat. Baru digunakan tiga bulan, sepatu tersebut sudah sobek. Sehingga, Zohri harus meminjam sepatu ke rekan sekamarnya. Namanya Zubaidi. Ukuran kaki Zohri kebetulan sama.

Saat itu, program latihan yang diberikan pelatih sangat berat. Sebab, program latihan itu untuk persiapan Popnas 2017. Pada akhir 2016, sebelum pelaksanaan Popnas, sang ayah dipanggil Yang Kuasa karena sakit Tifus.

Saat ayahnya masih sakit, konsentrasi Zohri berlatih sempat terganggu. Dia tidak tenang berlatih saat itu. Karena tidak konsen berlatih, Zohri pun pulang. Dia menunggu ayahnya yang sedang sakit. Sepekan di rumah, sang ayah menghembuskan napas terakhir.

Pesan ayahnya sebelum meninggal membekas di benak Zohri. Tak akan pernah dia lupakan. Betapa sang ayah ingin anaknya tidak nakal. Menjadi orang kuat dan hebat.

Diminta tetap berlatih. Jangan sampai putus sekolah, dan jangan cepat mengeluh. Dan secara khusus, sang ayah juga meminta agar Zohri menjadi pribadi yang selalu pandai bersyukur.

Menceritakan itu, Zohri menitikkan air mata. Diucapnya bulir-bulir air mata yang meleleh. Kembali digigit bibirnya. Dan yang dia tahu, pesan-pesan terakhir sang ayah tersebut adalah penyemangat untuknya. “Itu menjadi spirit bagi Zohri untuk menghadapi setiap kejuaraan,” tandasnya. [jpnn]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita