Babak Baru Perseteruan SBY vs Megawati

Babak Baru Perseteruan SBY vs Megawati

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Perseteruan antara Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri seperti menemui babak baru. Hal ini semakin terlihat jelang pendaftaran capres-cawapres 2019.

Pengamat politik dari UIN Syarief Hidayatullah, Adi Prayitno mengatakan, perseteruan ini tak hanya disebut babak baru, tapi babak lanjutan dari serangkaian perselisihan yang ada antara Demokrat dan PDIP.

"Iya betul, bukan hanya babak baru, tapi babak lanjutan dari sekian banyak perseteruan antara SBY dan PDIP ya. Dan ini justru akan menyuguhkan perpecahan yang tak kunjung usai. Dan ini tidak produktif tentunya bagi keinginan Demokrat ke Jokowi," ujar Adi saat dihubungi kumparan, Jumat (27/7).

Adi menilai, hal ini jelas menutup kemungkinan Partai Demokrat untuk bisa bergabung dengan koalisi pemerintahan. Bahkan, Demokrat bisa menggunakan momen ini untuk merealisasikan koalisi baru melawan Jokowi.

"Ini harus jadi momen bagi Demokrat misalnya untuk membentuk satu koalisi tandingan. Tentu dia harus merapat ke Prabowo, suka enggak suka kan untuk Pilpres 2019," imbuh dia.

Kondisi ini diperparah dengan komentar yang muncul dari Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang beraksi menyerang balik SBY, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), dan elite Partai Demokrat lainnya.

"Sekarang tidak ada alasan untuk menjadi bagian dari koalisi pemerintah dan enggak perlu lagi SBY curhat, keluh kesah, realisasikan saja koalisi di luar pemerintah. Langsung tegas saja," kata dia.

"Ini momemtum Demokrat sebagai partai yang pernah berkuasa 10 tahun dan dihadapkan dengan PDIP menunjukkan jenis kelamin yang sebenarnya. Siap menantang kan gitu," tegas dia.

Adi menilai, SBY dan Demokrat menjadi penentu sengit atau tidaknya Pilpres 2019. Keberadaan SBY di luar koalisi pemerintahan akan membuat pertarungan menjadid seimbang.

"Justru Demokrat ini menjadi penentu sengit dan tidaknya pilpres yang akan datang. Kalau Demokrat ingin koalisi dengan Jokowi tidak menarik karena kekuatan politiknya tidak berimbang. Tapi kalau Demokrat memilih melawan penguasan itu lebih menarik. Artinya poros Prabowo dengan SBY ketemu menantang Jokowi," tutur dia.

Sebelum itu, koalisi non-pemerintah harus melewati satu rintangan besar, yakni ego sektoral masing-masing parpol dalam menentukan capres dan cawapres yang akan diusung. Kuncinya, ada pada penurunan ego masing-masing.

"Demokrat sudah memulai itu dengan baik dengan menyebut AHY bukan harga mati. Prabowo juga jangan dipaksakan selalu maju. Bentuklah satu koalisi, satu sosok yang pasti menang. Makanya muncul sosok Anies-AHY," ucap dia.

Perseteruan SBY dan Mega dimulai saat keduanya pecah kongsi pada Pilpres 2004. Saat itu, SBY yang notabene Menko Polhukam menjadi capres melawan Megawati.

SBY berpasangan dengan Jusuf Kalla dan Megawati menggandeng Hasyim Muzadi sebagai wakil presidenya. Saat itu, SBY-JK menang. Sejak saat itu, SBY dan Megawati tak pernah bersama lagi.

Pertarungan keduanya kembali terjadi di Pilpres 2009. Kali ini, SBY menggandeng Boediono sebagai cawapres, sedangkan Megawati memilih Prabowo Subianto sebagai pendampingnya. Untuk kali kedua, SBY mengalahkan Megawati.

Megawati dan PDIP bertahan sebagai oposisi selama 10 tahun lamanya. Semua kebijakan SBY yang mengundang pro kontra langsung dikritisi habis-habisan, termasuk kenaikan harga BBM yang paling menjadi sorotan.

Selama 10 tahun itu juga Megawati tak pernah hadir dalam Pidato Kenegaraan maupun Upacara Hari Kemerdekaan.

Keduanya baru bertemu saat Upacara Kemerdekaan pada 17 Agustus 2017. Presiden Joko Widodo mempertemukan SBY dan Megawati di Istana Merdeka. Momen keduanya bersalaman dan berfoto bersama menjadi perbincangan saat itu.

Kini, hubungan SBY dan Mega kembali memanas jelang pendaftaran capres 2019.

SBY mengungkapkan, banyak hambatan bagi dirinya dan Partai Demokrat untuk bergabung dengan koalisi Jokowi. Salah satu penyebabnya, karena hubungannya dengan Megawati belum sepenuhnya cair.

Hal ini mengundang berbagai reaksi dari politisi PDIP dan Demokrat yang saling serang. Bahkan, PDIP datang ke Komnas HAM membahas tragedi 27 Juli yang kerap disebut Kudatuli.

PDIP secara khusus meminta SBY untuk mejelaskan tragedi itu ke publik.[kumparan]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita