Pro Kontra Badan Pengelolaan Reklamasi Bentukan Anies

Pro Kontra Badan Pengelolaan Reklamasi Bentukan Anies

Gelora News
facebook twitter whatsapp

www.gelora.co - Gubernur Jakarta Anies Baswedan dinilai ingkar janji karena meneken Peraturan Gubernur Nomor 58 Tahun 2018. Pergub itu dipandang sebagai tanda dilanjutkannya reklamasi, satu langkah yang bertentangan dengan janji kampanye dulu. Namun politisi Partai Gerindra tetap mendukung keputusan Anies.

Pro kontra ini muncul menyusul Pergub Nomor 58 Tahun 2018 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Badan Koordinasi dan Pengelolaan Reklamasi (BKP) Pantai Utara Jakarta. Pergub itu ditetapkan Anies pada 4 Juni 2018 lalu. Pergub ini diundangkan pada 7 Juni 2018, diteken Sekda DKI Saefullah.

"Secara formal Pergub sudah diundangkan dan berlaku," kata Kepala Biro Hukum Pemprov DKI, Yayan Yuhanah, dalam pesan singkat kepada detikcom, Rabu (13/6/2018) pagi. 

Apa itu BKP Pantura Jakarta?

Sesuai Pergub itu, BKP Pantura Jakarta adalah lembaga ad hoc yang berkedudukan di bawah Gubernur dan bertanggung jawab kepada Gubernur. Tugas BKP Pantura Jakarta adalah mengkoordinasikan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan penyelenggaraan reklamasi Pantura jakarta. 

BKP juga bertugas mengkoordinasikan perkara pengembangan reklamasi meliputa pemanfaatan tanah pulau reklamasi hingga pengendalian pencemaran lingkungan reklamasi. BKP juga ditugasi Anies menata kawasan Pantura Jakarta meliputi perbaikan lingkungan, pemeliharaan Kampung Luar Batang, Kampung nelayan, dan kawasan daratan Pantura Jakarta. Badan ini juga mengurusi penataan kembali lingkungan permukiman bantaran sungai kawasan Pantura Jakarta, pelestarian hutan bakau dan hutan lindung, hingga bangunan bersejarah di sekitar lokasi.

Tugas meningkatkan sistem pengendalian banjir juga dikoordinir oleh BKP. Ada lagi tugas yang lain, yakni soal perbaikan manajemen lalu lintas, fasilitasi proses perizinan, hingga optimalisasi pemanfaatan tanah Hak Guna Bangunan (HGB) oleh perusahaan mitra reklamasi, termasuk evaluasi terhadap pemanfaatan tanah tersebut.

Kontra

Suara tak setuju diteriakkan oleh Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta. Menurut mereka, kebijakan Anies ini mengingkari janji kampanye.

"Anies-Sandiaga menyatakan secara terbuka dan menggebu-gebu bahwa dirinya akan 'menghentikan reklamasi Teluk Jakarta untuk kepentingan pemeliharaan lingkungan hidup serta perlindungan terhadap nelayan, masyarakat pesisir, dan segenap warga Jakarta' ketika kampanye pemilihan kepala daerah Jakarta yang lalu. Janji penghentian reklamasi tersebut merupakan poin nomor 6 dari 23 janji politik Anies-Sandiaga. Suatu utang yang harus dibayar kepada pemilihnya yang percaya bahwa janji tersebut akan terwujud. Namun janji sepertinya tinggal janji saja," kata Koalisi.

Reklamasi dinyatakan tidak mengantongi analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) kawasan ataupun regional, tidak disertai rencana zonasi dan kawasan strategis, ketidakjelasan lokasi pengambilan material pasir, hingga pembangunan rumah dan ruko di atas pulau reklamasi tanpa IMB, bahkan tanpa sertifikat tanah. Reklamasi juga dinilai Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta merusak ekosistem pesisir, menyengsarakan nelayan, mengganggu objek vital nasional berupa PLTU, pipa, dan kabel bawah laut, serta membikin bencana banjir pesisir. 

Koalisi ini menyebut pergub itu sebagai 'hadiah' hari raya yang mengejutkan untuk masyarakat nelayan. "Nelayan Teluk Jakarta mendapatkan kado pahit Lebaran tahun ini: reklamasi berlanjut," kata Koalisi.

Pro

Suara dukungan datang dari politisi Fraksi Partai Gerindra di DPRD DKI, Syarif. Menurutnya, menghentikan reklamasi bukan berarti tidak memanfaatkan hasil reklamasi yang sudah terlanjur ada. Pulau reklamasi yang sudah ada justru harus dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat.

"Ini justru kado terindah buat rakyat," tanggap politikus Fraksi Gerindra DPRD DKI, Syarif, kepada detikcom, Rabu (13/6/2018).

Menurutnya, bukan berarti Pergub Nomor 58 Tahun 2018 itu menandakan reklamasi berlanjut. Syarif menyatakan penghentian reklamasi hanya untuk kegiatan yang tidak ada dasar hukumnya. Namun, untuk pulau yang sudah telanjur terbentuk harus dikembalikan buat kepentingan rakyat.

"Kalau tidak dibikin BKP, maka siapa yang bisa mengelola pulau-pulau yang sudah telanjur terbangun? Bahasanya AM Fatwa, pulau reklamasi ini anak haram yang tidak diakui. Sekarang Pak Anies ingin menegaskan bahwa yang sudah terjadi ayo kita tata ulang," kata Syarif.

Apakah Pergub itu benar-benar bukan tanda reklamasi dilanjutkan?

Soal pertanyaan di atas, jawabannya belum jelas betul. Gubernur Anies Baswedan belum memberikan penjelasan soal Pergub tentang BKP Pantura Jakarta. Bahkan Wakil Gubernur DKI Sandiaga Uno irit bicara mengenai Pergub ini.

"Terima kasih atas effort-nya dan saya serahkan ke Pak Anies. Terima kasih usahanya, (wartawan) harus dihargai. Terima kasih upayanya, akan dijawab dengan Pak Anies," kata Sandiaga saat ditemui di Taman Impian Jaya Ancol, Jakarta Utara, Rabu (13/6/2018).

Lalu bagaimana jawaban Anies atas pro kontra soal Pergub yang diterbitkannya itu? Kita nantikan saja.[dtk]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita