Faizal Assegaf: AHY Politisi Ingusan Hidup dalam Delusi, Jiwa dan Nalarnya Dipasung Ambisi Buta SBY

Faizal Assegaf: AHY Politisi Ingusan Hidup dalam Delusi, Jiwa dan Nalarnya Dipasung Ambisi Buta SBY

Gelora News
facebook twitter whatsapp

www.gelora.co – Ketua Progres 98 Faizal Assegaf melontarkan sindiran kepada Agus Harimurti Yudhoyono.

Dilansir TribunWow.com, hal tersebut ia sampaikan melalui akun Twitter @faizalassegaf yang diunggah pada Senin (11/6/2018).

Faizal Assegaf mengatakan jika AHY merupakan sosok yang baik secara jasmani.

Akan tetapi menurut Faizal Assegaf, jiwa dan nalarnya terlanjur dipasung oleh ambisi sang ayah, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Ia pun menyebut jika AHY adalah politisi ingusan yang hidup dalam delusi.

@faizalassegaf: AHY sosok yg baik scr jasmani, tp jiwa & nalarnya terlanjur dipasung oleh ambisi buta SBY.

Terlebih AHY kejebak harapan palsu yg disuguhi loyalis Century, diklaim pantas jd capres/cawapres, faktanya di Pilgub DKI aja ga laku.

Alhasil politisi ingusan itu hidup dlm delusi.

*FA*


Postingan Faizal Assegaf
Postingan Faizal Assegaf (Capture/Twitter)

Diberitakan sebelumnya, AHY melakukan orasi bertajuk “Dengarkan Suara Rakyat” yang ditayangkan secara live di sebuah stasiun TV pada Sabtu (9/6/2018).

Dalam orasinya AHY menyoroti sejumlah hal yang kesimpulannya dibagikan oleh sang Ibu, Ani Yudhoyono.

@aniyudhoyono: Orasi AHY “Dengarkan Suara Rakyat”, Jakarta 9 Juni 2018.

1. Hasil tidak pernah mengkhianati usaha.

2. Etika berbangsa dan bernegara sangat ditentukan oleh karakter bangsa itu sendiri.

3. Jika Pemimpin menghormati dan menyayangi rakyatnya, maka rakyat juga akan menghormati dan menghargainya.

4. Apa kabar Revolusi Mental?

5. Negara adil, rakyat sejahtera, Tuhan bersama kita.

Dalam orasinya, AHY juga menyoroti sejumlah isu ekonomi hingga tenaga kerja asing dan lapangan kerja.

Berikut penggalan orasi AHY, saat menyoroti daya beli masyarakat.

“Intinya, kita sepakat isu ekonomi harus menjadi prioritas bangsa saat ini. Jika kita peras isu ekonomi ini, maka ada dua persoalan utama, yaitu: daya beli dan lapangan kerja.

Pertama, daya beli.

Meski angka-angka indikator ekonomi makro relatif baik, namun pada kenyataannya di lapangan, masyarakat merasakan hal yang berbeda.

Hampir di setiap tempat yang kami datangi, rakyat berteriak, “Pak, bagaimana ini?

Harga-harga kebutuhan pokok naik! Barang-barang makin mahal.” Bahkan, ada satu perkataan seorang ibu di Jawa Tengah yang selalu terngiang di telinga saya, 
“Jangankan untuk sekolah anak, untuk hidup sehari-hari saja, susah.”

Di satu sisi, harga-harga kebutuhan naik secara signifikan. Di sisi lain, kemampuan dan kesempatan masyarakat makin terbatas untuk memperoleh penghasilan yang layak.

Sebagai contoh: di laut Pangandaran, para nelayan menunjukkan kepada saya minimnya tangkapan mereka. 
Petani garam di Kabupaten Cirebon, mengeluhkan melimpahnya garam impor.

Buruh, di berbagai tempat mengadukan upah minimum mereka yang sulit mengejar kenaikan harga barang.

Para pekerja honorer – guru dan bidan – mengadukan, ketidakpastian masa depan mereka yang tidak kunjung diangkat menjadi PNS.

Sekarang, mari kita lihat gambar besarnya.

Konsumsi rumah tangga menurun.

Padahal, konsumsi rumah tangga merupakan, komponen utama dalam ekonomi kita, mewakili lebih dari setengah Produk Domestik Bruto (PDB) kita,” kata AHY.

Sejumlah pihak pun angkat suara dan sebagian mencemooh AHY atas orasi yang ia sampaikan.

Seperti yang dilakukan oleh Dede Budhyarto.

Awalnya, politisi Demokrat Andi Arief mengatakan jika AHY dipilih sejarah untuk tidak memimpin warung martabak.

“Diterima saja kenyataan, Titipkan saja cita-cita pada orang yang tepat. AHY adalah kenyataan, dia berada di tempat dan waktu yang tepat. Sejarah memilih dia untuk tidak memimpin warung martabak,” tulis Andi Arief.

Tweet dari Andi Arief ini mendapatkan balasan dari penggiat sosial media, Dede Budhyarto melalui akun @kangdede78.

Dede membalas Tweet Andi dengan mengatakan bahwa lebih terhormat jualan martabak dan tidak merengek-rengek karena jabatan orangtuanya daripada ‘memaksakan diri’ untuk jadi pemimpin karena orangtuanya.

Dede menambahkan Pilkada Jakarta adalah bukti dan fakta hancurnya AHY.

Sebutan ‘Anak Ingusan’ juga ditambahkan Dede di belakang nama AHY.

“Lebih terhormat jualan martabak ndak merengek2 krn jabatan orng tuanya, drpd “memaksakan diri” untuk jadi pemimpin krn orng tuanya, pilkada Jakarta adalah bukti & FAKTA hancurnya AHY ‘Anak Ingusan’,” tulis @kangdede78.

Menanggapi hal tersebut, Kadiv Advokasi dan Hukum Partai Demokrat pun memberikan komentar.

@LawanPoLitikJKW: De, lu ngga tau yang hancur di pilkada DKI adapah Ahok? Yg dapat dukungan dr penguasa?

Kasihan km De cm mengedepankan kebencian akhirnya tdk bisa jujur.

Coba sesekali renungi hidup Ahok yg hancur di pilkada. Beda dgn AHY yg skrg jd Politisi paling keren dan top.


[tn]

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita