6 Wanita Disandera 4 Anggota DPRD di Kamar Hotel Venus

6 Wanita Disandera 4 Anggota DPRD di Kamar Hotel Venus

Gelora News
facebook twitter whatsapp

GELORA.CO - Sebanyak 4 anggota DPRD Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU), Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), dilaporkan ke polisi atas dugaan sebagai provokator penyanderaan 6 wanita di Hotel Venus, Penajam. 6 wanita disandera selama 10 jam, sejak 23 hingga 24 Juni 2018.

6 wanita disandera itu yakni Rahmawati, Wahyuni Al Qadri, Siti Ardianti, Memey, Siti Aisyah Mas’ud, dan Hijrah Mas’ud. Semuanya warga Balikpapan. Mereka telah melaporkan kasus itu ke polisi pada Minggu (24/6).

“Klien kami melaporkan empat anggota dewan, yakni Jamaluddin Tanjung, Fadliansyah, dan Andi Yusuf dari Partai Golkar, serta Sudirman dari PDI terkait dengan kasus penyanderaan ini,” ucap kuasa hukum pelapor, Agus Amri, Senin malam (25/6/2018).

Enam wanita disandera di dalam kamar hotel karena diduga hendak membagi-bagikan uang kepada pendukung salah satu pasangan calon (paslon) bupati dan wakil bupati Penajam Paser Utara (PPU) pada masa tenang.

Dari informasi yang dihimpun Kaltim Post (Grup Jawa Pos/pojoksatu.id), sehari jelang masa tenang, tepatnya Sabtu (23/6) malam, tim pemenangan paslon nomor urut dua, Andi Harahap-Fadly Imawan (AHLI) sempat bersitegang dengan tim pemenangan paslon nomor urut tiga, Abdul Gafur Mas’ud-Hamdam (AGM-Hamdam).

Dugaan 6 wanita tim AGM hendak mendistribusikan uang sebanyak Rp 5 miliar menjadi alasan. Drama penyekapan enam kolega paslon nomor urut tiga itu pun terjadi selama 10 jam. Di kamar Penginapan Venus, Jalan Propinsi, Kilometer 1,5, Kelurahan Penajam, Kecamatan Penajam, tempat mereka menginap.

Isu pembagian politik uang tersebut sudah terdengar di telinga tim sukses paslon nomor urut dua, sejak Sabtu (23/6) pukul 17.00 Wita. Beberapa orang yang tergabung dalam organisasi kemasyarakatan (ormas) pendukung AHLI sudah mengawasi kamar Nomor 5, Penginapan Venus.

Mereka sembari memesan minuman di warung yang berada di seberang kamar. Pengelola Penginapan Venus pun sempat curiga. Dengan tingkah 10 orang yang menggunakan atribut sebuah ormas di Kaltim tersebut.

“Mereka minum kopi, sambil melihat kamar nomor 5 terus,” kata Hadijah, pengelola Penginapan Venus ditemui Kaltim Post, kemarin.

Ada enam orang yang berada di kamar nomor 5 tersebut. Yakni, Rahmawati, Siti Ardianti, Wahyuni Al-Qadri, Siti Aisyah Mas’ud, Hijrah Mas’ud, dan Memey. Mereka sudah check-in pada Jumat (22/6) sekitar pukul 02.00 Wita.

Ada lima kamar yang disewa. Yakni kamar nomor 9, 2, 3, 5, dan 7. Dengan jumlah 10 orang yang bakal menginap di sana. Hadijah menyebut, keluarga Mas’ud sudah biasa menyewa kamar di penginapan milik dr Novita Rosana dan Firdaus tersebut.

“Kalau ada acara nikahan, bahkan bisa nyewa semua kamar. Ada 13 kamar di sini,” ungkap perempuan berkulit putih itu.

Antara pukul 18.00 Wita, sekitar 40 orang yang mengenakan atribut ormas terlihat berkumpul di samping Penginapan Venus. Pihak pengelola pun tak tahu maksud dan tujuan mereka berkerumun di lokasi tersebut.

Tepat pukul 20.00 Wita, massa memasuki areal penginapan. Tindakan intimidasi pun dilancarkan dari puluhan orang beratribut ormas tersebut. Mereka meminta seluruh orang yang berada di kamar nomor 5 itu keluar. Namun, mereka enggan menuruti permintaan massa.

Pihak kepolisian datang ke lokasi untuk mengamankan para perempuan yang berada di kamar. “Saya ditelepon Bu Hijrah (Mas’ud/yang berada di kamar) jam 9 malam. Dia menyampaikan ada intimidasi dari pihak tertentu dengan tuduhan melakukan politik uang,” kata kuasa hukum AGM-Hamdam Agus Amri sembari menceritakan kronologi kejadian.

Intimidasi tersebut berlangsung cukup lama. Mereka merasa tersandera di kamar. Korban yang berada di dalam kamar, tidak berkenan membukakan pintu, dengan alasan privacy. Dan mereka tidak melakukan seperti yang dituduhkan. Terlebih, tidak ada aturan memaksa untuk memeriksa atau menggeledah ke rumah.

Massa yang menuding adanya dugaan politik uang tersebut, memblokade pintu masuk menuju penginapan. Menyulitkan massa dari kolega Mas’ud yang sebagian menyeberang dari Balikpapan untuk masuk.

Lajur kiri menuju Pelabuhan Pangeran Panji Kusuma Negara (pelabuhan feri Penajam) pun ditutup sepanjang 50 meter pada pukul 22.00 Wita. Karena telah dikuasai ratusan massa dari dua pihak yang berseteru.

Kapolres PPU AKBP Sabil Umar didampingi Ketua Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) PPU Daud Yusuf berusaha menenangkan massa kedua pihak agar tidak terjadi adu fisik.

“Kalau dijumlahkan ada 500-an orang. Sempat memanas, adu mulut. Tapi tak ada gesekan fisik,” kata Riswan, warga RT 04, Kelurahan Penajam.

Agus Amri yang berada di lokasi sempat berunding dengan massa yang memenuhi areal penginapan sempat. Perundingan berjalan alot. Namun, baru ada kesepakatan untuk mengeluarkan enam perempuan di dalam kamar kemarin (24/6) sekitar pukul 03.00 Wita.

Mereka berada di kamar selama 10 jam. Tidak berani keluar kamar karena merasa terancam dengan tekanan dari ormas sejak pukul 17.00 Wita.

“Dicapai kesepakatan untuk dikeluarkan dulu. Kamar disegel sehingga penghuninya tak bisa keluar. Itu untuk memastikan barang tidak ada yang bergerak,” papar Agus Amri.

Setelah penyegelan dilakukan, massa dari dua pihak pun berangsur bubar. Pihak kepolisian tetap bersiaga di areal penginapan. Akhirnya dijadwalkan dilakukan penggeledahan pada siang hari. Untuk memastikan kebenaran atas dugaan politik uang yang dituduhkan.

Penggeledahan dilakukan pukul 13.40 Wita, kemarin. Pengamanan berlapis diterapkan. Lapis pertama 3 meter dari kamar nomor 5 dijaga oleh 10 personel Bantuan Kendali Operasi (BKO) Satuan Brimob Polda Kaltim.

Lalu lapis kedua, tepatnya di depan kamar dijaga oleh tiga personel Satuan Sabhara Polres PPU. Segel lalu dibuka oleh Daud Yusuf, enam orang yang sebelumnya berada di kamar, serta Agus Amri, dan kuasa hukum AHLI Rochman Wahyudi. Disaksikan langsung oleh AKBP Sabil Umar beserta jajaran.

Penggeledahan berakhir pada pukul 14.15 Wita. Namun, Syahariah Mas’ud, kakak Abdul Gafur Mas’ud, lantas tak terima. Dugaan politik uang yang dituduhkan kepada pihaknya dirasa tidak terbukti. Dan dia berencana menuntut pihak yang melakukan intimidasi kepadanya dan keluarganya saat berada di kamar.

“Akan saya tuntut balik,” teriak dia sembari diamankan oleh pihak keluarga yang berada di lokasi.

Dari dalam kamar, panwaslu mengamankan barang bukti berupa 11 kantong plastik berisi nasi dan satu koper berwarna merah muda. Belum diketahui isi dari koper tersebut. Kedua kuasa hukum, lalu diminta menyusun dan menandatangani berita acara penggeledahan oleh ketua panwaslu.

Namun, Rochman Wahyudi menolak memilih pergi saat diminta panwaslu untuk menandatangani berita acara. Selain hanya ditulis tangan, berita acara tersebut tidak memuat secara detail, berapa jumlah uang yang ditemukan saat penggeledahan. Karena dikhawatirkan, jika berita acara tersebut tidak detail berpotensi merugikan timnya.

“Jangan sampai berita acara itu, nyerang kami. Bagaimanapun caranya, saya harus bertahan demi hukum. Saya harus melindungi ormas saya. Apapun yang terjadi saya siap,” ketus dia.

Dia tak menampik pada penggeledahan tidak ditemukan uang dalam jumlah banyak. Namun, hanya uang ratusan ribu. Kesalahan dari pihak panwaslu adalah tidak menghitung jumlah uang tersebut.

Sebab, dia hanya diminta sebatas menyaksikan kegiatan penggeledahan, sehingga tidak memiliki kewenangan untuk menghitung jumlah uang yang diduga akan dibagikan warga untuk memengaruhi hak pilihnya ada di Kecamatan Penajam. Begitu pun dengan jumlah nasi bungkus yang berada di dalam kantong plastik, juga tidak dihitung. Karena jumlahnya sangat banyak. Sedangkan di kamar hanya diisi enam orang.

Dia sempat naik pitam, karena dituding oleh Agus Amri menyampaikan informasi bahwa terdapat Rp 6 miliar disimpan di kamar tersebut. Pasalnya, dia tidak pernah mengatakan hal tersebut di hadapan rivalnya.

“Mana pernah saya ngomong begitu di depan Agus Amri. Tolong dijaga mulutnya,” kata Rochman.

Sementara itu, Agus Amri mengatakan, saat penggeledahan dilakukan tidak ada bukti yang mengarah pada indikasi politik uang. Kliennya yang diintimidasi pun, disebutnya tertekan. Bahkan, Hijrah Mas’ud dirawat di Rumah Sakit Pertamina Balikpapan.

“Mereka menginap di sini (Penginapan Venus), karena ada urusan keluarga. Bagi saya ini tidak ada kaitannya dengan pilkada. Orang hanya mengaitkan dengan masalah pilkada,” ucapnya.

Dia menyampaikan, uang yang ditemukan di dalam kamar adalah uang pecahan Rp 100 ribu. Ditemukan di tas, yang diperkirakan berjumlah ratusan juta rupiah. Pria berkacamata itu juga menyampaikan, panwaslu dipaksa untuk menindaklanjuti kasus tersebut, namun tidak jelas siapa terlapor maupun pelapornya.

Padahal, dalam Peraturan Badan Pengawas Pemilu Nomor 14 Tahun 2017 tentang Penanganan Laporan Pelanggaran Pilkada, harus memenuhi syarat formil berupa pelapor dan terlapor yang jelas identitasnya. Dikawal oleh ratusan massa dan pendukung AGM-Hamdam, pihaknya pun melaporkan tindakan persekusi tersebut ke Mapolres PPU pada pukul 17.00 Wita.

Langkah tegas itu, dilakukan untuk menjaga pilkada damai di PPU. “Kami tidak boleh tunduk pada premanisme. Kami adukan Pasal Perampasan Kemerdekaan dan Fitnah Money Politic. Ada 12 orang yang kami laporkan. Nanti kami rilis, beberapa di antara mereka ada anggota DPRD,” terang Agus.

Ketua Panwaslu Daud Yusuf menuturkan akan berkoordinasi dulu dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kaltim untuk menindaklanjuti masalah dugaan politik uang yang telah terjadi. Pasalnya, saat penggeledahan tidak ditemukan uang sebagaimana yang dituduhkan. “Ini rawan saya sampaikan. Nanti kami koordinasi dulu pimpinan di atas,” ujarnya singkat.

Kapolres PPU AKBP Sabil Umar mengatakan, aduan kuasa hukum AGM-Hamdam telah diterima Satuan Reserse Kriminal (Sat Reskrim) Polres PPU. Dia berharap, para pendukung paslon tidak mudah terpancing dan terprovokasi saat masa tenang ini. “Laksanakan dan jalankan proses pilkada dengan aman dan damai,” pesan dia. [psid]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita