Kemenag Terbitkan Rekomendasi 200 Penceramah, Fadlizon: Kebijakan Semacam Itu Cacat

Kemenag Terbitkan Rekomendasi 200 Penceramah, Fadlizon: Kebijakan Semacam Itu Cacat

Gelora News
facebook twitter whatsapp

www.gelora.co - Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon memberikan kritik terhadap Kementerian Agama (Kemenag) soal penerbitan rekomendasi 200 penceramah.

Dilansir TribunWow.com, melalui akun Twitter @fadlizon yang diunggah pada Sabtu (19/5/2018).

Sebelumnya, Kemnterian Agama menilai, rekomendasi yang dikeluarkannya merupakan sebuah upaya untuk memudahkan masyarakat mencari penceramah yang dibutuhkan.

“Selama ini, Kementerian Agama sering dimintai rekomendasi muballigh oleh masyarakat. Belakangan, permintaan itu semakin meningkat, sehingga kami merasa perlu untuk merilis daftar nama muballigh,” ujar Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, Jumat (18/05/2018) yang dilansir dari Tribunnews.com.

Dalam siaran pers di laman kemenag.go.id, pemilihan 200 mubalig itu tidak sembarang, yaitu yang hanya memenuhi tiga kriteria.

Kriteria pertama adalah mubalig yang mempunyai keilmuan agama mumpuni.

Kedua adalah yang mempunyai reputasi baik.

Terakhir, mubalig yang berkomitmen kebangsaan tinggi.

Menanggapi langkah kemenag tersebut, Fadli Zon khawatir langkah tersebut hanya akan menguatkan segregasi yg ada di tengah masyarakat.

Bahkan menurut politikus Gerindra itu, langkah kebijakan tersebut merupakan sebuah kecacatan secara metodik.

Inilah 15 cuitan Fadli Zon yang mengkritik langkah Kemenag:

“1) Rilis 200 nama penceramah atau mubaligh yg direkomendasikan oleh Kemenag, dikhawatirkan hanya akan menguatkan segregasi yg ada di tengah masyarakat.

2) Di tengah pluralitas pemahaman dan keyakinan keagamaan yg ada di tengah masyarakat Muslim Indonesia, @Kemenag_RI mestinya bs mnjd moderator yg bijak.

3) Mengeluarkan daftar 200 nama penceramah yg direkomendasikan dari 200 juta populasi penduduk Muslim bukanlah sebuah kbjkn yg mudah diterima. Kebijakan semacam itu cacat scr metodik.

4) Jangankan untuk level Indonesia, di Jakarta saja, yg memiliki ribuan masjid, mushola, dan majlis taklim, ada ribuan ustad dan mubaligh di sana.

5) Katakanlah jumlah mubaligh atau ulama itu sekitar 5 persen dari populasi Muslim yang 200 juta, maka jumlahnya ada sekitar 10 juta orang. Bgmn ba @Kemenag_RI mengeluarkan rilis 200 nama dari 10 juta orang tadi? Bgmn menyaringnya?

6) Makanya jgn salahkan jika kemudian publik mencurigai rilis daftar penceramah itu sbg bagian dri sensor thdp para penceramah atau ulama yg tak sehaluan dgn pemerintah.

7) Apalagi dlm daftar itu tdk tercantum sejumlah nama mubaligh terkemuka yg dikenal kritis thdp pemerintah. Kebijakan semacam ini hanya akan kian mengeraskan segregasi yg ada di tengah masyarakat saja.

8) Jika pemerintah ingin membidik penceramah yg menyusupkan paham-paham radikalisme atau intoleransi dlm ceramahnya, mestinya yg bersangkutan dibidik sj lgsg menggunakan perangkat hukum yg berlaku.

9) Tetapi, jerat hukum semacam itupun mestinya jg mnjd pilihan terakhir yg diambil oleh pemerintah. Pilihan pertama mestinya tetap pd bgmn merangkul dan membangun dialog.

10) Jangan sampai muncul kesan bhw semua pihak yg berseberangan dgn pemerintah kemudian dianggap sbg radikal dan intoleran.

11) Framing semacam itu berbahaya, krn akan memperuncing konflik, dan bukannya membangun dialog, rekonsiliasi dan saling pengertian.

12) Kita saat ini sdg berdiri di ambang krisis ekonomi. Semua celah yg bisa memicu terjadinya konflik sebaiknya segera kita tutup, dan bukannya malah kita eksploitasi.

13) Lagi pula, kita sdh punya Majelis Ulama Indonesia (MUI), punya Dewan Masjid Indonesia (DMI), dan sejumlah organisasi yg bs dimintai tolong untuk membendung diseminasi paham-paham radikal dan intoleran di tengah ummat.

14) Urusan-urusan smcm ini sebaiknya didialogkan kpd lembaga2 itu sj, krn @Kemenag_RI bgmnpun hrs bs berdiri di atas semua golongan dan kepentingan. Jgn sampai Kemenag terjebak pd kepentingan politik jangka pendek pemerintah,” tulisnya.



[tn]

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita