Orangnya RR Balas Sindiran Kemenkeu

Orangnya RR Balas Sindiran Kemenkeu

Gelora News
facebook twitter whatsapp

www.gelora.co - Jawaban Kementerian Keuangan atas sindiran bekas Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli soal utang negara, kembali ber­balas, seperti yang disampai­kan pengamat ekonomi Gede Sandra.

Dia menilai, ada beberapa hal yang perlu digarisbawahi dari tanggapan Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan Nufransa Wira Sakti yang beredar di berbagai me­dia. 

Tentang Investment Grade dari lembaga-lembaga rating, jelas Gede, perlu diketahui, sesaat menjelang krisis fin­ansial 1997-1998, seluruh lembaga rating juga memberikan peringkat investasi (investment grade) pada Indonesia. Standard & Poor's pada Desember 1997 mem­berikan rating BBB, Moody's memberi rating Baa3. Fitch pada Juni 1997 memberi rating BBB. 

Seluruh ekonom di lembaga-lembaga pemerintah saat 1997, termasuk juga para ekonom asing, lanjutnya, meramal­kan perekonomian Indonesia sehat-sehat saja. Hanya ada satu ekonom Indonesia yang kritis terhadap rentannya situasi internal perekonomian Indonesia, dan kemudian ramalannya terbukti benar. "Ekonom tersebut adalah Rizal Ramli," tegas Gede. 

Lalu tentang rasio utang yang lebih tepat untuk gam­barkan kondisi Indonesia. Sejak 1990-an, ungkapnya, rasio utang yang secara in­ternasional digunakan untuk menggambarkan keberlanjutan utang eksternal negara-negara berpendapatan menengah ke bawah adalah debt service to export ratio (DSER), bukan debt to GDP ratio. Nilai batas atas yang aman untuk DSER adalah 15-20 persen.

"Pak Nufransa menye­but, nilai DSER Indonesia sebesar 39 persen yang dis­ebut RR, salah. Padahal ber­dasarkan data Bank Dunia (https://data.worldbank.org/indicator/DT.TDS.DECT.EX.ZS?locations=ID), nilai DSER Indonesia benar nilain­ya 39,6 persen," tegasnya lagi. 

Nufransa, lanjut Gede, menggunakan data DSR Indonesia yang rasionya sebesar 34 persen. "Anggaplah kita pakai rasio DSR Pak Nufransa, yang nilainya 34 persen. Sama saja, tetap jauh di atas batas atas yang diizinkan (15-20 persen). Sebagai perbandingan, negara-negara tetangga Indonesia di ASEAN memiliki nilai DSER/DSR rata-rata di bawah 10 persen, masih sangat aman,"  paparnya.

Tentang bunga (yield) surat utang Indonesia yang masih ketinggian, jelas peneliti Universitas Bung Karno ini, RR sangat kritis terhadap ting­kat bunga (yield) surat utang Indonesia, karena menurutnya Indonesia seharusnya dapat menghindari kerugian akibat pemasangan yield ketinggian selama ini. 

"Untuk permasalahan ini RR juga memberi solusi: agar Menteri Keuangan menukar utang-utang Indonesia yang bunganya ketinggian dengan utang yang bunga lebih ren­dah," ujarnya.[rmol]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita