Yusril Tegaskan Ustadz Alfian Tanjung Tidak Dapat Dipidana

Yusril Tegaskan Ustadz Alfian Tanjung Tidak Dapat Dipidana

Gelora News
facebook twitter whatsapp


www.gelora.co - Hadir sebagai saksi Ahli dalam persidangan Ustadz Alfian Tanjung, Pakar hukum tata negara, Prof Dr Yusril Ihza Mahendra menegaskan bahwa ulama yang kerap mengingatkan bahaya bangkitnya komunisme di Indonesia itu, tidak dapat dipidana.

Dalam persidangan, Yusril mengatakan ceramah kewaspadaan bahaya PKI yang sering disampaikan Alfian, menurutnya tidak masuk tindak pidana. Sebab, yang di dakwakan adalah pasal 310. Sementara, Pasal 310 berkaitan dengan orang. Bukan dengan partai ataupun golongan.

“Sehingga, pidananya kehapus jika ada kepentingan umum. Tidak ada yang bisa di pidana pada beliau ini jika menggunakan pasal 310. Kemudian Pasal 28 UU ITE, pertanyaannya apakah partai bisa masuk kepada golongan? Kalau Pasal 28 merupakan lex specialis (ketentuan umum) dari pasal 156, maka golongan,” tegas Yusril.

Golongan yang dimaksud, lanjut Yusril adalah agama, pribumi dan orang Timur Asing. Setelah masuk pasal 156 a, golongan diartikan sebagai agama sejak zaman Presiden Habibie.

Dengan dakwaan berlapis terhadap Alfian, Yusril menyebut hal itu sebagai kevakuman hukum. Sebab, dalam Pasal 156 berbicara tentang partai. Adapun Pasal 206 dan 208 terkait pejabat pemerintahan dan Pasal 310 311 bicara golongan.

“Misalnya, kursi diartikan bangku. Dalam perdata analogi bisa, tapi dalam pidana tidak bisa. Jadi apabila disebutkan golongan itu pejabat pemerintah atau individu, partai politik dimana?,” tanyanya.

Menanggapi pertanyaan kuasa hukum Alfian, Abdullah Al Katiri terkait buku Ribka Tjiptaning berjudul ‘Anak PKI masuk Parlemen’ Yusril menjelaskan hal tersebut merupakan masalah sensitif baik dari segi politik maupun Undang-Undang di tengah kemajukan masyarakat.

Menurutnya, jika perkataan itu tidak dicabut atau di klarifikasi, terang Yusril, bahkan aparat terkesan membiarkan, maka bisa menimbulkan keresahan dan kegaduhan bangsa ini.

“Karena itu, klarifikasi sangat penting. Saya kira disitulah harus dipahami. Sebab berkaitan dengan norma hukum dan politik,” katanya.

Lebih lanjut, Yusril memaparkan pertanyaan Al Katiri terkait 15 kader PDIP berangkat ke China, memenuhi undangan Partai Komunis China untuk studi banding berbagai masalah pembangunan di sekolah partai negara tersebut pada 23 Oktober 2013 silam. Ketua DPP PDIP Eva Kusuma Sundari mengatakan, kader partainya yang belajar di sekolah partai itu merupakan angkatan ketiga.

Yusril menyebutkan, penyebaran paham komunis dilarang kecuali untuk kepentingan akademik. Pertukaran keilmuan dan gagasan menurutnya adalah hal biasa. Namun, jika bertolak pada TAP MPRS XXV/1966 dan kader PDIP kembali ke Indonesia untuk menyebarkan ideologi komunis, maka jelas dilarang dan bertentangan dengan konstitusi.

“Ideologi komunisnya tidak boleh. Tapi jika di Tiongkok belajar tentang perairan, persawahan dan lain sebagainya, maka itu dibolehkan. Bisa saja orang melakukan studi, tapi tidak masuk pada filsafat,” tuturnya.

Yusril tidak menampik hubungan negara bisa menyangkut beberapa aspek. Mulai dari government to government, parlemen to parlemen dan rakyat antar rakyat. Lebih jauh, kata Ketua Umum Partai Bulan Bintang itu, kerjasama antar partai sudah dilakukan sejak tahun 1936.

“Termasuk Masyumi dengan Liga Pakistan. Dan kita tahu bersama Aidit berapa kali ke Tiongkok untuk mendalami paham komunisme. Kerjasama seperti itu mungkin, tapi setelah berlaku TAP MPR ada pembatasan-pembatasan dalam rangka kerjasama dengan komunis,” tandas Yusril. [swa]

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA