Prabowo: Elite Kita Serakah, Hatinya Beku, Kalau Saya Elite Sadar, Sudah Tobat dan Setia

Prabowo: Elite Kita Serakah, Hatinya Beku, Kalau Saya Elite Sadar, Sudah Tobat dan Setia

Gelora News
facebook twitter whatsapp

www.gelora.co - Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto mengkritik kesenjangan ekonomi di Indonesia. Menurut dia para elite rakus sehingga menyebabkan kesenjangan semakin lebar.

"Para elite secara sistemik telah melanggar UUD 1945 pasal 33. Padahal ini pasal kunci. Kalau saja kita taat, Indonesia sudah kaya raya," ujar Prabowo saat berpidato di Gedung Serbaguna Istana Kana Cikampek, Sabtu (31/3/2018).

Mantan Danjen Kopassus itu kemudian membeberkan data yang telah diungkapkan oleh Syafii Maarif tentang 80 persen lahan dikuasai asing, 13 persen dikuasai sedikit orang dan satu persen dimiliki 250 juta rakyat Indonesia.

Berdasarkan pasal itu, kata Prabowo Indonesia seharusnya tidak membolehkan azas konglomerasi. "Satu keluarga menguasai jutaan hektare. Indonesia itu asas kekeluargaan bukan kapitalisme," kata dia.

Ketimpangan ekonomi dan kepemilikan lahan yang terjadi saat ini, kata Prabowo disebabkan oleh kalangan elite yang rakus.

"Jangan - jangan karena elite kita yang goblok atau menurut saya campuran. Sudah serakah, mental maling, hatinya beku, tidak setia pada rakyat. Mereka hanya ingin kaya," kata dia.

"Siapa elite itu? Elite itu pimpinan. Saya juga elite. Bedanya saya elite sadar, sudah tobat dan setia," ujar Prabowo menambahkan.

Ia mengungkapkan, saat menjadi bagian dari rezim orde baru sempat tertarik pada faham neoliberalisme. Hal itu terjadi saat dirinya masih tergabung di Partai Golkar.

Di masa itu, pemerintah menggunakan pendekatan trickle down effect atau teori menetes ke bawah yang diperkenalkan Albert Otto Hirschman, pencetus faham Neoliberalisme.

"Saya dulu tertarik sama Neolib. Tapi saya lihat ternyata faham itu bohong. Kesejahteraan enggak netes - netes ke bawah. Malah dibawa ke luar negeri oleh elite," kata mantan menantu presiden Soeharto itu.

Sejak saat itu kata Prabowo, ia mulai tak suka kepada elite. Terutama elite Jakarta yang dia anggap kebanyakan adalah penipu. "Saya lihat muka elite Jakarta penuh tipu. Saya mantan komandan sejak muda. Saya terbisa baca tampang anak buah hingga saya bisa tahu tampang penipu," tandasnya. [detik]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita