www.gelora.co - Sidang kasus penganiayaan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia gagal memberikan keadilan bagi korban.
Kamis (15/3), Mahkamah Petaling Jaya, Malaysia, menjatuhkan vonis ringan terhadap Datin Rozita Mohamad Ali yang terbukti melakukan penganiayaan keji terhadap Suyanti, Pekerja Rumah Tangga (PRT) Migran asal Sumatera Utara.
Suyanti sendiri mengalami luka-luka permanen akibat penganiayaan keji tersebut. Sementara bekas majikannya, Datin Rozita Mohamad Ali, hanya divonis denda 20 ribu Ringgit Malaysia atau senilai Rp 70,3 juta dan menunjukkan kelakuan baik selama lima tahun tanpa harus menjalani hukuman penjara.
Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo mengatakan, vonis ringan ini tentu saja melukai rasa keadilan terhadap korban. "Suyanti ditemukan dalam keadaan mengenaskan di selokan pemukiman majikan dengan luka-luka legam di sekujur tubuhnya," katanya.
Pihaknya mencatat, dalam berita acara pemeriksaan, Suyanti dilaporkan mengalami cedera serius di kedua belah matanya, tangan dan kaki, pendarahan beku di kulit kepala dan mengalami patah tulang pada belikat kiri. Penganiayaan yang dilakukan terhadap Suyanti menggunakan pisau, alat pel, payung, setrika dan gantungan baju.
Sementara dari pemantauan atas proses peradilan ditemukan adanya kejanggalan berupa perubahan tuntutan/dakwaan. Pada dakwaan awal mengacu pada Sekyen 307 Kanun Keseksaan dengan ancaman hukuman maksimum 20 tahun namun kemudian diubah dakwaannya dengan mengacu pada Sekyen 324 dan 326 Kanun Keseksaan atas perbuatan kekerasan menimbulkan luka parah dengan ancaman hukuman penjara 3 tahun atau denda atau sebat (hukuman cambuk).
"Selama masa persidangan, dakwaan yang ditujukan kepada Rozita selalu berubah-ubah. Perubahan tuntutan ini tentu menimbulkan kejanggalan karena memperlihatkan adanya upaya untuk meringankan hukuman dan terbukti di vonis akhir," sebut Wahyu.
Menyikapi hal ini, Migrant Care menyatakan kekecewaan atas putusan yang tidak adil dan mendesak adanya proses investigasi yang menyeluruh atas kejanggalan-kejanggalan yang terkandung dalam putusan tersebut. Hasil investigasi tersebut menjadi bahan pengajuan banding atas putusan yang tidak adil tersebut.
"Migrant Care juga mendesak Pemerintah Indonesia dan KBRI Kuala Lumpur agar benar-benar serius memonitor proses peradilan terhadap kasus-kasus yang dihadapi oleh buruh migran Indonesia dan menyediakan bantuan hukum/penasehat hukum yang kredibel dan memiliki perspektif perlindungan hak-hak buruh migran Indonesia," tandasnya.
Sementara itu, Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal, mengaku akan terus mengawal proses peradilan kasus Suyanti namun tetap menghormati hukum di Malaysia.
Menurutnya, pemerintah Indonesia telah melakukan upaya untuk memperberat hukuman terhadap Rozita. Salah satunya dengan mengadvokasi Suyanti sejak awal kasus itu muncul ke publik. "Keputusan pengadilan ini belum inkrah (berkekuatan hukum tetap) karena jaksa telah mengajukan nota banding," katanya.
Sebelumnya, pada 21 Desember 2016, KBRI memperoleh informasi mengenai penemuan seorang TKI dalam keadaan tidak sadarkan diri di dekat selokan di Jalan PJU 3/10 Mutiara Damansara, Malaysia.
Setelah menerima laporan tersebut, KBRI segera merujuk Suyanti ke Rumah Sakit Pusat Perubatan Universiti Malaysia (RSPPUM) untuk mendapatkan perawatan intensif. KBRI juga telah melaporkan kejadian tersebut kepada Kepolisian Malaysia dan berdasarkan laporan tersebut majikan pelaku penyiksaan telah ditahan oleh Polisi Di Raja Malaysia (PDRM).
Dari hasil penelusuran KBRI, diketahui bahwa TKI korban penyiksaan bernama Suyanti binti Sutrino, umur 19 tahun, berasal dari Kisaran, Sumatera Utara. Saat dibawa ke Rumah Sakit Suyanti dalam keadaan luka sekujur tubuhnya dan lebam kedua matanya karena penyiksaan. Selama berada di Rumah Sakit, Satuan Tugas (Satgas) Perlindungan WNI KBRI Kuala Lumpur terus memberikan pendampingan.
Berdasarkan informasi dari Suyanti, dirinya masuk ke Malaysia pada tanggal 7 Desember 2016 melalui Tanjung Balai-Port Klang. Sesampainya di Port Klang, ia dijemput oleh seorang agen atas nama Ruby.
Pada 8 Desember 2016, ia diantarkan ke rumah majikan, seorang wanita Melayu. Seminggu setelah bekerja, majikan mulai melakukan penyiksaan fisik terhadap Suyanti. Puncaknya pada 21 Desember 2016, Suyanti lari dari rumah majikan setelah diancam dengan pisau besar oleh majikan perempuannya.
Pada 25 Desember 2016, Suyanti diizinkan untuk meninggalkan Rumah Sakit dan ditampung di penampungan KBRI. Untuk beberapa waktu ke depan Suyanti masih harus menjalani rawat jalan. Suyanti sudah berkesempatan berbicara dengan keluarganya di Medan melalui telepon.
Pada 25 Desember 2016 diperoleh informasi bahwa pelaku telah dibebaskan dengan jaminan. KBRI telah mengirimkan nota kepada Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Malaysia untuk menyampaikan protes serta keprihatinan mendalam atas kejadian tersebut dan sekaligus meminta agar pelaku diberikan hukuman yang setimpal sesuai hukum Malaysia. [rmol]