Kejagung Diminta Blak-blakan Soal Sisa Anggaran Eksekusi Mati

Kejagung Diminta Blak-blakan Soal Sisa Anggaran Eksekusi Mati

Gelora News
facebook twitter whatsapp

www.gelora.co - Di zaman seperti saat ini, kondisi pelayanan publik di Indonesia masih jauh tertinggal daripada negara lain. Bahkan, rilis hasil riset Ombudsman akhir tahun 2017 menunjukkan bahwa sebagian besar instansi pelayanan publik di Indonesia memiliki rapor merah, baik di tingkat nasional maupun daerah.

Menanggapi hal itu, Ketua Presidium Jari 98 Willy Prakarsa mendesak instansi pelayanan publik, khususnya Kejaksaan yang berada di bawah kendali M Prasetyo untuk bisa lebih transparan.

Salah satu yang disoroti Willy adalah dugaan penyalahgunaan anggaran dalam pelaksanaan eksekusi terhadap sejumlah terpidana mati kasus narkotika di Indonesia yang pernah dicurigai oleh Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra).

"Ini era demokrasi jadi sah-sah saja memberikan kritikan bersama pada instansi pelayanan publik. Khususnya di Kejaksaan soal anggaran pelaksanaan eksekusi terhadap sejumlah terpidana mati kasus narkotika," jelas dia kepada redaksi di Jakarta, Kamis malam (8/3).

Fitra sebelumnya menemukan pihak Kejaksaan mengajukan Rp 200 juta untuk masing-masing narapidana. Dalam eksekusi mati gelombang tiga diketahui bahwa terdapat 14 narapidana yang semula akan menjalani eksekusi. Total keseluruhan dalam satu kali pelaksanaan eksekusi di lembaga Kejaksaan sebesar Rp 2,8 miliar.

"Sekarang eranya serba transparan, maka harus dibangun kesadaran dalam membuka ruang keterbukaan informasi anggaran secara transparan ke publik," jelas Willy.

Willy berharap, 2018 ini Kejagung bisa lebih transparan dalam penggunaan anggaran. Terlebih, masih ada sekitar 10 gembong narkoba terpidana mati yang belum di eksekusi oleh Kejagung.

"Anggaran eksekusi mati memang rawan pelanggaran dan penyelewengan. Eksekusi mati jilid III tersisa 10 gembong narkoba, publik juga kepingin tahu sisa anggaran eksekusi mati. Jangan sampai ada asumsi macam-macam di luar," jelasnya.

Masih, kata Willy, jika dikatakan bahwa seluruh anggaran yang telah disiapkan tidak bisa dikembalikan maka harus dibuka ke publik.

"Kami berharap jika nantinya ada eksekusi mati Jilid IV, Kejagung harus blak-blakan soal duit penggunaan eksekusi tersebut sudah dipakai untuk apa saja. Jangan sampai, hanya gara-gara tidak transparansi anggaran kepercayaan rakyat Indonesia terhadap lembaga Kejaksaan semakin menurun. Jokowi butuh anak buah yang bisa bekerja sungguh-sungguh ke rakyat sehingga bisa makin dipercaya memimpin kembali untuk 2 periode," pungkasnya.

Sisa 10 terpidana mati yang ditunda telah dikembalikan ke asal lapas semula. Kesepuluh terpidana yang dimaksud adalah Obinna Nwajagu, Eugene Ape, Federik Luttar, Ozias Sibanda, Zulfikar Ali, Gurdip Singh, Meri Utami, Pujo Lestari, Agus Hadi dan Okonkwo Nongso. [rmol]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita