www.gelora.co - Kritik yang dilontarkan Ketua Dewan Kehormatan PAN, Amien Rais, terhadap Presiden Joko Widodo berbuntut panjang. Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Pandjaitan tak terima dengan kritik tersebut dan menyebut Amien hanya mengeluarkan pernyataan yang tak berdasar. Luhut mengancam akan membeberkan dosa masa lalu Amien Rais.
Putri Amien Rais, Hanum Rais, angkat bicara mengenai polemik yang menimpa ayahnya. Melalui akun Twitter resminya, Hanum menyebut jika sesuatu terjadi pada ayahnya, maka sudah bisa ditebak siapa yang melakukan hal tersebut.
"Semoga Amien Rais selalu dalam lindunganNya. Kalau pun ada sesuatu terjadi padanya, kita semua jadi tahu dalangnya. Dosa terbesar AR adalah jika sebagai Muslim ia diam ketika kezaliman terjadi. Sebagai putrinya saya hanya bisa bilang: wama karu wama karallah, wallahu khairul maakirin. Met Subuhan," ujar Hanum melalui akun Twitternya, Rabu (21/3).
Semoga Amien Rais selalu dalam lindunganNya.Kalaupun ada sesuatu terjadi padanya, kita semua jadi tahu dalangnya. Dosa terbesar AR adlh jika sbg Muslim ia diam ketika kezaliman terjadi.Sbg putrinya sy hanya bs bilang:wama karu wama karallah, wallahu khairul maakirin. Met Subuhan— Hanum Rais (@hanumrais) 20 Maret 2018
Pernyataan Hanum wama karu wama karallah, wallahu khairul maakirin, mengutip Al-Quran, surat Ali Imran ayat ke-54 yang artinya "orang-orang kafir itu membuat tipu daya dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya."
Sebelumnya, Amien Rais menyebut pembagian sertifikat tanah oleh Presiden Jokowi adalah bentuk kebohongan alias ngibul.
Tak hanya itu, ia juga mengungkapkan rezim saat ini memberikan angin segar untuk kebangkitan PKI. Hal itu disampaikan Amien dalam diskusi di Bandung, Minggu (18/3). Tak ayal, pernyataan ini tentu mengundang banyak reaksi dari masyarakat.
"Ini pengibulan, waspada bagi-bagi sertifikat, bagi tanah sekian hektar, tetapi ketika 74 persen negeri ini dimiliki kelompok tertentu seolah dibiarkan. Ini apa-apaan?" kata Amien saat menjadi pembicara dalam diskusi di Bandung.
[kumparan]