Bangun Infrastruktur Pakai Utang, Nasib RI Bakal Seperti Nigeria?

Bangun Infrastruktur Pakai Utang, Nasib RI Bakal Seperti Nigeria?

Gelora News
facebook twitter whatsapp

www.gelora.co - Negara-negara seperti Angola, Zombabwe, Nigeria, Sri Lanka, dan Pakistan bisa dikatakan bangkrut karena tidak bisa membayar utang yang dipakai untuk bangun infrastruktur.

Sementara Indonesia, utang pemerintah per Februari 2018 tercatat sebesar Rp 4.034,8 triliun atau meningkat 13,46% jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2017. Rasio utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 29,24%.

Apakah RI akan bernasib sama seperti Nigeria hingga Angola?

Direktur Eksekutif Indef Eni Sri Hartati mengatakan kondisi utang pemerintah yang mencapai Rp 4.034,8 triliun tidak akan bernasib seperti Angola, Zimbabwe, Nigeria, Pakistan, dan Sri Lanka.

"Kondisi utang kita memang tidak seperti Zimbabwe atau Angola. Karena kita masih bisa bayar utang," kata Eni di Kantor Indef, Jakarta, Rabu (21/3/2018).

Meski demikian, dia mengungkapkan bahwa pemerintah harus lebih cermat menggunakan utang untuk pembangunan infrastruktur, khususnya diutamakan infrastruktur yang meningkatkan produktivitas.

"Ini yang jadi warning. Karena secara agregat bukan kegiatan produktif, Kita memang tidak menakuti seperti Zimbabwe, tapi kecenderungan kalau dibiarkan tidak produktif bisa jadi bom waktu," tutur dia.

Peneliti di Institute dor Fevelopment of Economics and Finance (Indef) Rizal Taufikurahman menambahkan, pemerintah harus cermat dalam mengelola utang untuk pembangunan infrastruktur. Terutama terkait dengan dampak dari pembangunan infrastruktur yang dibangun.

Menurut dia, dampak kebijakan infrastruktur atau proyek konstruksi yang sedang dibangun belum juga memberikan manfaat nyata bagi perekonomian Indonesia.

"Jumlah output baik sektor langsung ke investasi, penyerapan tenaga kerja, bahkan ekonomi riil, belum terasa," kata Rizal

Indonesia yang gencar membangun infrastruktur melalui dana utang ini juga dikhawatirkan akan bernasib seperti negara-negara tersebut. Pasalnya, infrastruktur yang dibangun belum meningkatkan produktivitas sektor industri.

"Infrastruktur di kita itu yang agak aneh, infrastruktur kan untuk produksi dan efisiensi, tapi tidak terjadi juga di kita. Biaya transportasi naik, transaksi naik, harga naik, inflasi juga tinggi. Artinya, memang infrastruktur ini belum bisa mendorong efisiensi," jelas dia.

Dari hasil penelitian yang dilakukannya, Rizal mengungkapkan bahwa pembangunan infrastruktur di Indonesia masih belum sejalan atau terintegrasi secara lintas sektor, baik darat, laut, udara, maupun kereta api.

Dari sisi penyerapan tenaga kerja juga sektor infrastruktur masih relatif kecil. Oleh karena itu, salah satu jalan untuk memberikan dampak lebih nyata terhadap perekonomian, adalah dengan menuntaskan seluruh pembangunannya.

"Artinya, justru infrastruktur ini kalau memang mau dilakukan ya harus diselesaikan sesuai perencanaan," jelas dia.

Seperti diketahui, sejak 1998, Zimbabwe mengirim pasukan dan membeli peralatan dari China untuk membantu Presiden Laurent Kabali melawan pemberontak Uganda dan Rwanda.

Untuk membiayai semua aktivitas tersebut, Zimbabwe harua berutang kepada China dengan akumulasi nilai hingga saat ini mencapai US$ 4 juta atau Rp 54,8 triliun (kurs Rp 13.700). [dtk]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita