Tragis, Bocah 8 Tahun Diduga Diperkosa Enam Teman Sepermainan

Tragis, Bocah 8 Tahun Diduga Diperkosa Enam Teman Sepermainan

Gelora Media
facebook twitter whatsapp
www.gelora.co - Nasib tragis dialami bocah perempuan DM (8) warga Rumpin, Kabupaten Bogor. Bocah ini diperkosa enam teman sepermainannya yang masih berusia 6-11 tahun. 

Keenam bocah yang diduga memperkosa korban yakni, RH (11), VD (8), VK (6), WD (10), GL (6), dan RJ (9). Informasi diperoleh menyebutkan, peristiwa itu terjadi sekitar pukul 12.00 WIB saat korban tengah bermain bersama para pelaku, kemudian korban ditarik RH ke samping rumah VD, Minggu, 18 Februari 2018 lalu.

Di sana lah para pelaku diduga mencabuli korban yang masih duduk di bangku SD. Hingga saat ini kasus dugaan pemerkosaan tersebut ditangani petugas Polres Bogor. 

Kepala Bidang Humas Polda Jawa Barat Kombes Pol Hari Suprapto membenarkan adanya laporan tersebut. Kasus ini masih dalam penyelidikan di Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satuan Reserse Kriminal Polres Bogor. "Iya benar kasusnya ada. Rincinya belum dapat kami sampaikan karena semuanya masih di dalami," katanya. 

Menanggapi kasus tersebut Psikolog Forensik Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Reza Indragiri Amriel menjelaskan dugaan kasus persetubuhan enam bocah laki-laki kepada anak perempuan di bawah umur yang terjadi di Bogor dipicu oleh beberapa beberapa faktor.

"Riset menemukan tali-temali antara menyaksikan hardcore pornography dengan perilaku yang istilahnya child-on-child sexual abuse. Apa lagi yang akan dituding sebagai referensi pornografi kelas berat itu, kalau bukan gawai dan internet. Anak-anak, setelah menonton tayangan pornografi, kemudian mencoba menduplikasinya di kehidupan nyata mereka," kata Reza dalam keterangan persnya, Rabu (28/02/2018).

Reza menambahkan, faktor kedua yang diduga memicu enam bocah laki-laki itu melakukan dugaan tindak persetubuhan karena kemungkinan pernah menjadi korban pelecehan seksual sebelumnya.
"Mungkin juga para bocah itu sebelumnya telah menerima perlakuan seksual serupa. Mereka lantas menjadi pelaku guna memahami apa yang ada di hati mereka ketika melancarkan kebejatan itu" tambahnya.

Meski demikian, Reza juga menduga enam bocah tersebut secara sadar melakukan tindak persetubuhan namun tidak mengetahui bahwa apa yang dilakukannya sangat merugikan orang lain termasuk mereka.
"Tapi karena para pelaku masih amat belia, maka kendati tindak-tanduk mereka memang bersifat seksual, motif anak-anak seumur itu boleh jadi bukan seksual. Bahkan bisa saja mereka tidak memahami apa yang mereka lakukan dan tidak menyadari bahwa perbuatan mereka sesungguhnya menyakitkan dan membahayakan. Nah, bagaimana polisi nantinya akan mengonstruksi niat untuk menjeratnya?," ucapnya.

Ketidakpahaman terkait child-on-child sexual abuse itulah membuat sejumlah kasus harus berhenti di tengah proses hukum. Hal tersebut menjadi dilema terhadap korban dan keluarganya karena dirugikan.

"Ketidakpahaman itu pula yang membuat sejumlah kasus child-on-child sexual abuse di negara semisal Australia berujung dihentikannya tuntutan ataupun vonis tak bersalah. Getir memang bagi korban dan keluarganya. Sisi lain, bukan hanya anak perempuan yang menjadi korban. Anak-anak yang menjadi pelaku selain dipidana, juga perlu direhabilitasi," ucapnya. (sn)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita