Putusan Buni Yani Jadi Referensi PK Ahok, Eggi: Tidak Connecting, MA Harus Tolak PK Ahok

Putusan Buni Yani Jadi Referensi PK Ahok, Eggi: Tidak Connecting, MA Harus Tolak PK Ahok

Gelora Media
facebook twitter whatsapp

www.gelora.co - Pengacara Imam Besar FPI Habib Rizieq, Eggi Sudjana menilai referensi Peninjauan Kembali (PK) terpidana kasus penodaan agama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok menggunakan putusan Buni Yani tidak sesuai. Eggi menilai kasus Buni Yani dan Ahok adalah dua kasus yang berbeda. 

"Begini kalau alasannya atas putusan Buni Yani itu tidak connecting secara ilmu hukum, karena hakim yang mengadili dia berbeda, kasusnya berbeda, (Hakim yang mengadili Buni Yani) tidak mengadili Ahok sendiri. PK ini yang dimaksud adalah adanya kekhilafan hakim, penerapan hukum yang berbeda, dan bukti baru on the track harus kasus dari si Ahok sendiri bukan kasus orang lain," ujar Eggi di ruang kerjanya, di Jalan Tanah Abang III, Jakarta Pusat, Senin (19/2/2018).

Eggi menilai justru kekhilafan hakim terjadi pada kasus Buni Yani karena hakim memvonis hukuman penjara selama 1,5 tahun. Padahal, Ahok terbukti melakukan ujaran kebencian atas pernyataan Buni Yani. 

"Karena yang dipersoalkan adalah Buni Yani seharusnya Buni Yani bebas, karena apa yang diomongkan Buni Yani tentang Ahok benar adanya. Apa buktinya? Ahok dihukum, nah logikanya kan harus bebas. ke khilafah hakim ini ada pada buni yani, " ujar Eggi. 

Eggi pun meminta Mahkamah Agung segera menolak PK Ahok. "iya tetap menolak. MA harus dipertanyakan (menerima PK Ahok), minimal ilmu hukumnya apa yang dia pakai, coba jelaskan secara intelektual," ujarnya. 

Sebelumnya, pejabat Humas Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) Jootje mengatakan upaya PK yang diajukan Ahok karena adanya anggapan kekhilafan hakim terkait putusan kasus pelanggaran UU ITE Buni Yani. Pihak pemohon PK menganggap ada pertentangan fakta-fakta dan kesimpulan hakim di kasus Buni Yani dan Ahok.

"Sehingga atas dasar itu berpendapat bahwa majelis hakim ada kekhilafan, ada kekeliruan yang nyata. Sehingga putusan itu perlu ditinjau kembali. Itu yang pokok," sambung Jootje saat dihubungi, Senin (19/2/2018). (dtk)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita