Mimpi Buruk Saat Indonesia Ikuti Saran IMF

Mimpi Buruk Saat Indonesia Ikuti Saran IMF

Gelora Media
facebook twitter whatsapp
www.gelora.co - Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Christine Lagarde dan timnya berkunjung ke Jakarta. Presiden Jokowi kemudian mengajak Legarde blusukan ke sejumlah tempat. Mulai dari rumah sakit hingga pasar Tanah Abang di Jakarta Pusat.

Namun Jokowi menyebut belum ada rencana kerja sama antara Indonesia dan IMF. Namun, tidak menutup kemungkinan kerja sama tersebut dibahas dalam pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia, pada Oktober mendatang.

"Kerja samanya nanti di bulan Oktober, akan ada IMF-World Bank annual meeting," kata Jokowi.

Indonesia punya sejarah kelam saat berurusan dengan IMF. Bukannya keluar dari krisis moneter tahun 1998, Indonesia malah terjerumus ke dalam krisis ekonomi hingga mematik kerusuhan di bidang politik dan keamanan.

Ekonom Rizal Ramli, mengungkapkan saat-saat paling buruk ketika IMF mendikte pemerintah Indonesia di era 1998.

Rizal masih mengingat dia menjadi salah satu ekonom yang diundang pemerintah untuk bertemu dengan petinggi IMF di Jakarta. Dengan keras Rizal menentang masuknya IMF saat itu.

"Cuma saya dulu ekonom yang menentang masuknya IMF. Saya bilang keras-keras, Indonesia tidak butuh IMF. Krisis akan makin buruk kalau IMF diundang masuk ke Indonesia," tegas Rizal kepada merdeka.com beberapa waktu lalu.

Namun terlambat, keesokan harinya Presiden Soeharto meneken perjanjian dengan IMF. Bos IMF Michael Camdessus menyaksikan momen penandatanganan tanggal 15 Januari 1998 itu sambil menyilangkan kedua lengan di dada. Sementara Soeharto membungkuk untuk menandatangani Letter of Intent (LoI). Inilah momen kekalahan Indonesia oleh IMF.

Kekhawatiran Rizal soal IMF bukan tanpa alasan. Dia melihat beberapa negara malah terperosok makin dalam. Benar saja, IMF segera mengeluarkan aneka kebijakan yang membuat situasi makin buruk.

"Begitu IMF masuk, dia sarankan tingkat bunga bank dinaikkan dari 18 persen rata-rata jadi 80 persen. Banyak perusahaan langsung bangkrut," kata Rizal.

Saran IMF untuk menutup 16 bank juga menuai polemik. Hal ini menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat pada perbankan Indonesia. Para nasabah ramai-ramai menarik uang simpanan mereka di bank.

Dari sini pemerintah terpaksa menyuntikkan dana BLBI sebesar US$ 80 miliar. Inilah awal mula kasus korupsi megatriliunan yang belum tuntas di Indonesia.

Namun yang paling parah, IMF meminta Indonesia menaikkan harga BBM. Akhirnya pada 1 Mei 1998, Presiden Soeharto menaikkan harga BBM hingga 74 persen. Hal ini menurut Rizal yang memantik kerusuhan besar-besaran di Indonesia.

"Besoknya demonstrasi besar-besaran. Kerusuhan di mana-mana, ribuan orang meninggal. Rupiah anjlok," kata Rizal.

Butuh bertahun-tahun hingga Indonesia bisa keluar dari krisis ekonomi itu. Rizal membandingkan sikap Malaysia yang menolak IMF dan mengeluarkan kebijakan ketat soal moneter. Hasilnya mereka dengan mudah keluar dari krisis.

Karena itu saat menjadi Menko Perekonomian era Presiden Gus Dur, Rizal Ramli tak sudi menuruti saran IMF. Menurutnya, cuma di era Gus Dur ada presiden tak menambah jumlah utang negara.

"Waktu saya masuk, minus 3 persen ekonominya. Kami putuskan tidak mengikuti kebijakan IMF, kita jalan sendiri dengan segala kontroversinya," kata Rizal.

Rizal mengaku bisa menarik napas lega saat perekonomian Indonesia yang tadinya minus 3 persen dalam kurun waktu 2 tahun tumbuh menjadi 4,5 persen.

Mimpi buruk soal IMF itu masih diingat. "Indonesia tak perlu bantuan IMF," katanya. (ma)
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita