Jadi Menteri Terbaik Dunia, Gerindra Ingatkan SMI Tak Lupa Diri

Jadi Menteri Terbaik Dunia, Gerindra Ingatkan SMI Tak Lupa Diri

Gelora News
facebook twitter whatsapp


www.gelora.co - Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Gerindra Heri Gunawan mengingatkan Menteri Keuangan Sri Mulyanai Indrawati (SMI) untuk tidak lupa diri setelah dinobatkan sebagai menteri terbaik dunia. Penobatan tersebut disampaikan dalam World Government Summit di Dubai, Uni Emirat Arab.

"Penghargaan, sanjungan, dan pujian adalah sesuatu yang tidak perlu dibesar-besarkan. Sebab, lebih dari 250 juta rakyat Indonesia butuh lebih dari itu," sindir Politikus Gerindra itu di Kompleks Parlemen Jakarta, Senin (12/02/2018).

Dia mengingatkan Sri Mulyani jangan sampai lupa diri karena masih banyak pekerjaan rumah yang belum beres.

Sebagai contoh, lanjut dia, SMI belum mampu menghadirkan postur APBN yang kredibel.

"Ini adalah janji SMI yang belum dilunasi. Bagaimana postur APBN kita bisa benar-benar kredibel tanpa pemborosan di sana-sini. SMI jangan sampai berbangga diri. Rakyat Indonesia yang berjumlah lebih dari 250 juta jiwa itu butuh dari sekadar penghargaan, pujian, dan sanjungan," ungkapnya.

Rakyat, kata dia, butuh menteri yang mampu membantu meringankan beban masyarakat saat ini.

"Mereka butuh postur APBN yang bisa mengangkat martabat semua orang. Kita tahu, kemiskinan masih ada di kisaran 27 juta jiwa, ketimpangan yang masih bertengger di kisaran 0,39, daya beli masih stagnan di kisaran 4,9 persen. Bukankah tidak elok kita berbangga diri dengan sanjungan, penghargaan dan pujian, di saat saudara-saudara kita masih ada yang tersisih?," ujar dia.

Tak hanya itu, Heri juga mengingatkan agar SMI tidak arogan dalam membangun komunikasi dengan parlemen.

"SMI jangan sampai merasa benar sendiri. Tak bisa diprotes karena merasa sudah menjadi yang terbaik. SMI harus tetap bisa menerima semua masukan. SMI harus tetap terbuka dengan kritik bahwa pengelolaan belanja dan utang dalam APBN belum maksimal," tegasnya.

"Apalagi, ke depan, skenario akan digantungkan sepenuhnya pada sektor keuangan. Belum lagi soal defisit APBN yang belum mampu dipecahkan dan berakibat pada beban utang yang besar. Tercatat, masih ada gap antara pendapatan dan belanja negara," tambahnya.

Menurutnya, penghargaan yang dinobatkan kepada SMI harus menjadi cambuk untuk membebaskan lebih dari 250 juta jiwa dari beban utang.

"SMI jangan sampai terlena oleh rasio utang yang sering disebut masih aman itu. Kita tahu, rasio utang terus menunjukkan angka yang naik," terangnya.

Dijelaskannya, Tahun 2014 sebesar 24,7 persen, tahun 2015 naik tajam ke 27,4 persen, lalu tahun 2016 menjadi 27,9 persen, tahun 2017 ada di angka 28,2 persen.

"Tahun 2018 diproyeksi bisa menyentuh angka 29 persen terhadap PDB. Ini adalah pekerjaan rumah yang besar yang harus dipecahkan terus-menerus. Itu tidak selesai dengan sanjungan, pujian, dan penghargaan," sindirnya.

Sebaiknya, saran dia, SMI harus terus mengoreksi dan mengevaluasi seluruh kinerja institusi yang ia pimpin.

"Terus mencari pendapatan negara dengan lebih kreatif. Lebih-lebih dengan berakhirnya Program Pengampunan Pajak, negara makin sulit merealisasikan penerimaan yang lebih baik. Sementara itu, di sisi lain, beban jatuh tempo pembayaran utang makin besar. Pada 2018 nanti sebesar Rp390 triliun, dan ketika di tahun 2019 akan ada dikisaran Rp420 triliun. Sehingga, total keseluruhan pada pembayaran jatuh tempo mencapai Rp810 triliun," pungkasnya.[tsc]

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA