Sidang kasus suap WTP, saksi ditanya soal Mendes PDTT sebut istilah tanam jagung

Sidang kasus suap WTP, saksi ditanya soal Mendes PDTT sebut istilah tanam jagung

Gelora News
facebook twitter whatsapp


www.gelora.co - Sidang kasus suap pemberian predikat Wajar Tanpa Pengecualian oleh Badan Pemeriksaan Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) terhadap Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes-PDTT) dengan terdakwa Rochmadi Saptogiri, kembali digelar.

Pada persidangan kali ini, anggota VII BPK-RI, Profesor Eddy Mulyadi Soepardi, hadir menjadi saksi. Pada persidangan sempat disinggung pembahasan tanam jagung antara dirinya dengan Menteri Desa, Eko Putro Sandjojo.

Di awal persidangan, Jaksa Takdir Suhan mengonfirmasi adanya percakapan tentang tanam jagung. Sebab, berdasarkan tupoksi BPK-RI yang dijelaskan Eddy tidak ada pembahasan BPK-RI yang berkaitan dengan tanam jagung.

"Tupoksi BPK secara global apa?" tanya jaksa kepada Eddy, Rabu (17/1).

"Secara mendasar amanah konstitusi untuk memeriksa pengelolaan keuangan negara," ujar Eddy menjelaskan.

"Kaitannya BPK-RI apa?" tanya jaksa.

"Saya sebagai tuan rumah enggak bisa menahan orang bicara," jawab Eddy.

Eddy menampik jika istilah tanam jagung yang diutarakan Menteri Desa berkaitan dengan pembahasan opini yang akan diberikan BPK-RI kepada Kemendes-PDTT.

"Itu prolog saja, saya tidak bicara masalah opini," ujarnya.

Dalam kesempatan itu pula, Eddy ditanyakan mengenai etik pembahasan auditor yang mengaudit lembaga kementerian. Menurutn Eddy, auditor dan entitas boleh melakukan pertemuan namun harus dilakukan di kantor masing-masing pihak yang bersangkutan.

Sebab, dalam kasus suap opini WTP BPK terhadap Kemendes-PDTT, beberapa kali dilakukan pertemuan di tempat yang tak lumrah, seperti mal.

"Temui entitas di tempat tidak biasa, bagaimana dilihat secara etik?" tanya jaksa.

"Saya bisa mengatakan itu enggak benar. Karena saya larang bagian saya larang ketemu di luar kantor," ujarnya.

"Jadi mekanismenya gimana?"tTanya jaksa.

"Bisa di tempat auditor bisa di tempat audite (entitas)," ujarnya.

Rochmadi diketahui merupakan terdakwa penerimaan suap Rp 200 juta dari total komitmen fee Rp 240 juta. Auditor utama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) itu ditangkap penyidik KPK, Jumat (26/5) sore. Diduga uang suap yang diterimanya berkaitan dengan pemberian opini wajar tanpa pengecualian terhadap laporan keuangan Kemendes PDTT tahun 2016.

Rochmadi didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 64 KUHP Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. [mdk]

BERIKUTNYA
SEBELUMNYA