Reuni #212, Gerakan Yang Menakutkan Orang-Orang Zalim

Reuni #212, Gerakan Yang Menakutkan Orang-Orang Zalim

Gelora News
facebook twitter whatsapp

www.gelora.co - TAHUN 2016 adalah tahun yang penuh berkah bagi Umat Islam Indonesia yang merupakan mayoritas rakyat Indonesia. Allah hadirkan seorang penista agama di Jakarta agar rakyat yang beragama Islam terpanggil jiwa imannya. Bukan cuma itu, Allah bimbing ustadz-ustadz untuk bersikap dan bergegas menampung kegelisahan dan kekecewaan rakyat.

Rakyat Indonesia baik dia muslim ataupun tidak, yang marah dan risau atas sikap lembek dan berpihaknya penguasa dan penegak hukum kepada seorang pejabat brengsek yang kerjanya menghina, memecahbelah, mengolok-olok dan menyalahgunakan jabatannya. Keberpihakan yang patut diduga semata karena persekongkolan kepentingan atas kekuasaan dan keuangan. 

Tahun 2016 Allah memberikan "wewenang" kepada para ustadz yang belakangan lebih dikenal sebagai Ustadz GNPF-MUI atau Ustadz Aksi Bela Islam untuk mendadak melakukan kegiatan luar biasa yakni "Pesantren Nasional" kepada seluruh Umat Islam Indonesia.

Sejak awal Oktober 2016 hingga Desember 2016 dilakukan pesantren yang luar biasa hebat karena dilakukan setiap hari dan berlangsung selama tiga bulan non-stop. Bahkan untuk mengevaluasi kinerjanya, Allah cerdaskan seluruh umat yang telah ikut pesantren untuk melakukan setoran hasil nyantrinya. 

Apa bentuk setorannya? Umat dipanggil jiwa imannya untuk berkumpul. 14 Oktober 2016 (#1410), hanya beberapa puluh ribu yang hadir menyatakan diri kami santri nasional Aksi Bela Islam. Ini wajar karena pesantren baru beberapa saat dimulai. Lalu 4 November 2016 (#411) ghirah Islam itu melejit luar biasa dimana santri nasional yang hadir mencapai hingga juta jiwa.

Puncaknya adalah 2 Desember 2016 (#212) dimana kawasan Monas menyatakan menyerah dan tak sanggup untuk menampung kedatangan para santri nasional ini. Para santri nasional ini tumpah ruah memenuhi jalan hingga mendekati Bundaran HI dan Kramat Kwitang. Luar biasa!

Pesantren Nasional yang menggetarkan hati semua musuh-musuh Islam dan para pencundang di negeri ini. Ya, para santri yang hadir dari berbagai pelosok nusantara ini begitu menakutkan bagi para jajaran penguasa dan para pemimpin penegak hukum. Kenapa? Karena mereka hadir sebagai agen perubahan. Mereka menolak kekonyolan pengelolaan negara ini dalam semua urusan. Wajar dan logis, karena memang tidak pada tempatnya negara dikelola dengan konyol. 

Itu juga membuat para jajaran penguasa dan para pemimpin penegak hukum blingsatan lalu berlagak bertanya, untuk apa tanggal 2 Desember 2017 dilakukan Reuni 212 di Monas? Bukankah Ahok sudah diproses hukum dan divonis tahanan? Padahal mereka cuma mengajukan pertanyaan retorik, yang lebih ditujukan sebagai upaya untuk melakukan demoralisasi agar pesantren nasional dan para santri nasional ini tidak semakin lama semakin besar jumlahnya dan cakupan daya kritisnya. 

Mereka sangat ingin mengecilkan semangat pesantren nasional yang membahas semua hal ini. Mereka ingin agar sempitkan saja persoalan negara ini hanya terkait Ahok dan itupun sebatas kasus penistaannya saja. Mereka begitu cemas jika para santri menjadi kaum mayoritas dan menolak semua kebijakan dan gaya mengelola negara yang ugal-ugalan. Ya, mereka memang khawatir dengan segala sesuatu kesadaran rakyat yang berkonsekuensi tersingkirnya mereka dari jabatan dan wewenangnya. 

Luar biasa pesantren nasional ini, luar biasa Gerakan Aksi Bela Islam ini. Sebuah gerakan politik bermoral yang mengeritisi korupnya moral, korupnya jiwa amanah dan korupnya kualitas pembangunan negara. Sebuah gerakan kesadaran tentang betapa tertinggalnya Bangsa Indonesia karena dikelola dengan ugal-ugalan. Kekuasaan uang begitu hebat mengangkangi para jajaran penguasa dan para pemimpin penegak hukum. 

Pesantren Nasional Aksi Bela Islam telah, masih dan akan terus berlangsung untuk mengawal kehidupan bangsa dan negara ini sehari-hari. Pesantren ini juga akan mengawal Pilkada Serentak 2018, serta mengawal Pemilu Presiden dan Legislatif 2019. Pesantren Nasional yang patut didukung oleh semua Umat Islam Indonesia dan Seluruh Rakyat Indonesia agar kita bisa kembali ke nilai-nilai kemerdekaan, nilai Pancasila dan UUD 1945 yang intinya mengamatkan kemajuan beragama, mencerdaskan kehidupan bangsa, yang bersatu dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Maka bukanlah keganjilan jika para jajaran penguasa dan para pemimpin penegak hukum serta segelintir orang-orang mendukung kezaliman menjadi blingsatan melihat Gerakan Moral ini. Bukan hanya itu, tapi para kaum picik yang kerap berkedok tentang pembangunan untuk rakyat, kebhinnekaan, kesetaraan dan kebebasan juga panik dan merasa terancam. Bagaimana tidak, tentu saja mereka panik karena merekalah selama ini para biang kerok rusaknya persatuan dan rusaknya moral kehidupan berbangsa dan bernegara. 

Gerakan moral yang merupakan gerakan politik bernama Aksi Bela Islam memang menakutkan bagi siapa saja yang berhati busuk. Semoga gerakan moral yang merupakan aksi damai ini terus membesar dari segi kuantitas dan kualitas.[rmol]
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita