Luhut Ngaku Ikut Cawe-cawe Bangun Bandara IMIP Morowali

Luhut Ngaku Ikut Cawe-cawe Bangun Bandara IMIP Morowali

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO -Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan akhirnya angkat bicara terkait polemik pendirian Bandara Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) di Morowali, Sulawesi Tengah.

Ia mengakui bahwa pembangunan fasilitas udara tersebut memang lahir dari keputusan yang dipimpinnya secara langsung saat menjabat Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi di era Presiden Joko Widodo.

Bandara IMIP, yang terintegrasi dengan kawasan industri nikel Indonesia Morowali Industrial Park, sebelumnya menjadi sorotan publik setelah mendapat kritik dari Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin yang menilai ketiadaan aparat negara seperti Bea Cukai dalam bandara tersebut. 




Padahal terdapat penerbangan yang disebut berpotensi terkait rute internasional.

Luhut menjelaskan bahwa bandara itu sejak awal berstatus bandara khusus yang hanya melayani penerbangan domestik dan sesuai aturan tidak membutuhkan aparatur imigrasi.

“Mengenai izin pembangunan lapangan terbang, keputusan itu diambil dalam rapat yang saya pimpin bersama sejumlah instansi terkait. Itu diberikan sebagai fasilitas bagi investor, sebagaimana lazim dilakukan di negara-negara seperti Vietnam dan Thailand,” ujar Luhut dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi di Jakarta pada Senin, 1 Desember 2025.

Ia menegaskan, pemberian fasilitas tersebut merupakan praktik standar dalam menarik investasi strategis, terutama dari industri hilirisasi nikel yang dilakukan mitra dari China.

“Jika mereka berinvestasi 20 miliar Dolar AS, wajar mereka meminta fasilitas tertentu selama tidak melanggar ketentuan nasional. Bandara khusus diberikan hanya untuk melayani penerbangan domestik dan memang tidak memerlukan bea cukai atau imigrasi sesuai aturan perundang-undangan. Tidak pernah kami pada saat itu mengizinkan bandara di Morowali atau Weda Bay menjadi bandara internasional,” tegasnya.

Di sisi lain, ia juga menyinggung isu lingkungan dalam operasional industri hilirisasi nikel. Luhut mengklaim telah meminta langkah tegas dari pemerintah sejak beberapa tahun lalu.

“Terkait masalah lingkungan, sejak 2021, saya meminta Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan agar menindak tegas perusahaan-perusahaan industri hilir asal Tiongkok yang belum memenuhi standar lingkungan,” tegasnya lagi.

Lebih jauh, Luhut membantah keras narasi yang menuding adanya kepentingan bisnis maupun keberpihakan pada negara tertentu.

“Selama menjabat, saya menjaga agar tidak ada konflik kepentingan. Saya tidak pernah terlibat dalam bisnis apa pun demi menjaga integritas dan memastikan kepentingan bangsa menjadi prioritas,” tuturnya.

“Kita tidak berpihak kepada Tiongkok atau Amerika; kita berpihak kepada Indonesia. Faktanya, saat itu Tiongkok adalah satu-satunya negara yang siap masuk. Tanpa hilirisasi, Indonesia tidak akan berada pada posisi ekonomi seperti hari ini,” tambahnya.

Luhut juga menyinggung banyak proyek strategis nasional di era Presiden Joko Widodo yang merupakan kelanjutan dari pekerjaan sebelumnya, seperti Kertajati dan Patimban.

Untuk itu, ia mengajak publik menjaga optimisme dan kepercayaan pada agenda hilirisasi sebagai fondasi menuju Indonesia berpenghasilan tinggi sebelum bonus demografi berakhir di 2035.

“Tidak ada pemerintahan yang sempurna, semua memiliki kekurangan. Namun kekurangan tidak boleh dijadikan bahan polemik yang merusak kepercayaan publik. Kekurangan harus diperbaiki, bukan dijadikan alasan untuk memulai dari nol lagi,” tuturnya.

Ia juga meminta publik untuk tidak cepat berburuk sangka. Menurutnya, membangun negara merupakan proses panjang yang membutuhkan kesinambungan kebijakan, keberanian mengambil keputusan, dan kesediaan untuk bekerja sama. 

“Jangan cepat berburuk sangka. Kita semua memiliki hati nurani dan logika untuk menjaga NKRI yang kita cintai ini. Karena itulah saya tidak percaya pada pandangan bahwa pemerintahan itu berdiri sendiri-sendiri. Pemerintahan harus berkelanjutan, karena tidak ada satupun proyek strategis yang bisa selesai dalam lima tahun. Setiap pembangunan besar membutuhkan waktu setidaknya lima belas tahun untuk menunjukkan hasil yang nyata,” tandasnya. 

Sumber: RMOL 
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita