GELORA.CO - Media sosial kembali diguncang kontroversi. Sebuah video siaran langsung yang belakangan beredar luas memantik kemarahan warganet setelah menampilkan interaksi yang dinilai tidak manusiawi terhadap penyandang disabilitas.
Video tersebut memperlihatkan seorang pria yang diduga berprofesi sebagai guru tengah berinteraksi dengan Cahyo, seorang pria penyandang tuna wicara. Awalnya, siaran itu tampak seperti percakapan biasa.
Namun seiring berjalannya tayangan, banyak penonton menilai ada sikap dan ucapan yang mengarah pada ejekan.
Nada bicara, gestur tubuh, hingga respons yang ditampilkan dalam video itu dianggap merendahkan kondisi Cahyo.
Apa yang mungkin dimaksudkan sebagai candaan oleh pelaku justru dipersepsikan publik sebagai bentuk pelecehan terhadap keterbatasan seseorang.
Tak butuh waktu lama, potongan video tersebut menyebar ke berbagai platform media sosial. Dari linimasa hingga grup percakapan, rekaman itu dibagikan ulang dan menjadi bahan perbincangan hangat di ruang digital.
Reaksi publik pun datang bertubi-tubi. Kolom komentar dipenuhi kecaman, kritik tajam, hingga tuntutan agar pihak terkait memberikan klarifikasi. Banyak warganet mengaku merasa tidak nyaman dan tersinggung setelah menonton tayangan tersebut.
Bagi sebagian penonton, kemarahan bukan hanya muncul dari adegan yang terlihat di layar, tetapi dari pesan yang tersirat di baliknya: bagaimana seorang penyandang disabilitas diperlakukan di hadapan publik tanpa empati.
Kasus ini kemudian meluas menjadi diskusi tentang etika bermedia sosial, terutama bagi figur yang diduga berprofesi sebagai pendidik. Publik menilai, siapa pun yang memiliki peran mendidik seharusnya menunjukkan sikap yang lebih bijak, inklusif, dan menghormati martabat manusia.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada klarifikasi resmi dari pria yang bersangkutan. Identitas oknum guru tersebut serta asal institusi pendidikannya juga belum diketahui secara pasti.
Peristiwa ini kembali menjadi pengingat bahwa ruang digital bukan tempat bebas dari tanggung jawab moral. Di tengah maraknya konten live streaming, empati dan penghormatan terhadap penyandang disabilitas tetap menjadi nilai yang tidak boleh dikorbankan demi hiburan.
