![]() |
| Paula bersama dengan Faradilla Sandy dalam film Ratapan Anak Tiri II (1980) |
Paula Rumokoy dilahirkan pada 17 April 1949 di Tumaluntung, sebuah desa yang berada di Kauditan, Kabupaten Minahasa Utara, sebagai anak dan putri dari Frans Rumokoy. Ia menghabiskan masa kecilnya di Amurang dan menamatkan pendidikan sekolah menengah atas.
Paula memulai kariernya sebagai model catwalk setelah lulus dari sekolah menengah atas dan kemudian menjadi Ratu Pariwisata Manado pada tahun 1968. Ia lalu bekerja sebagai peragawati dan foto model. Paula memulai debut filmnya dengan membintangi Djakarta-Hongkong-Macao (1968) dan kemudian membintangi Laki-Laki Tak Bernama (1969) serta Apa Jang Kau Tjari, Palupi? (1969). Dalam ketiga film tersebut, ia berperan sebagai pemeran pendukung. Paula kemudian bergabung dalam Eka Quarta Dance, sebuah kelompok tari yang dipimpin oleh aktris Rima Melati di Jakarta. Ia lalu pindah ke Jakarta dan menginap di rumah aktris Suzan Tolani pada saat ketibaannya di sana. Paula kemudian tinggal di rumah Rima yang berada di Jalan Kyai Haji Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, dan setiap hari membantu mengurusi usaha butiknya.
Setelah film Laki-Laki Tak Bernama (1969) sukses di bioskop, Paula diminta oleh sutradara Wim Umboh untuk membintangi film Dan Bunga-Bunga Berguguran (1970) sebagai pemeran utama. Dalam film tersebut, ia tampil bertelanjang dada dan meraih pujian dari para kritikus film karena keberaniannya. Paula juga meraih pujian untuk keberaniannya dalam melakukan adegan bikini yang pada saat itu masih dianggap tabu dalam industri perfilman Indonesia. Popularitasnya kemudian meningkat, diikuti dengan kemunculan berbagai foto dirinya dalam keadaan hampir telanjang pada saat sebelum film tersebut dirilis. Ia menginterpretasikan penampilannya dalam film tersebut sebagai hal yang biasa dan justru memberikan pujian kepada para pemain figuran dalam film tersebut serta menganggap mereka lebih berani karena mau beradegan telanjang bulat dengan hanya menggunakan pakaian dalam. Setelah film tersebut rilis, Paula bermusuhan dengan Wim yang mengatakan bahwa dirinya tidak akan lagi memilihnya untuk membintangi film yang ia sutradarai.
Paula lalu membintangi beberapa film, di antaranya Si Pitung (1970), Rakit (1971), Brandal-Brandal Metropolitan (1971), Pemberang (1972), Dendam si Anak Haram (1972), Merintis Jalan ke Sorga (1972), dan Ayah (1973). Setelah membintangi film Dikejar Dosa (1974), ia menikah dengan Wim. Paula juga meraih penghargaan sebagai juara kedua berkat penampilannya dalam film tersebut pada ajang Aktor-Aktris Terbaik PWI 1975 yang diadakan di Medan.
Pada tahun 1975, Paula memilih untuk hiatus dari berakting dan memilih untuk bekerja di belakang layar. Hal ini dilakukannya karena ia ingin fokus dalam mengurus rumah tangga dan juga karena dimintai oleh suaminya setelah mempertimbangkan banyak hal. Paula kemudian bekerja sebagai penata sandang dan penata dekor untuk film-film yang disutradarai oleh Wim, di antaranya Kembang-Kembang Plastik (1977). Setelah hiatus selama dua tahun, ia kembali berakting setelah kembali mempertimbangkan banyak hal dengan membintangi film Gersang Tapi Damai (1977) yang disutradarai oleh Wahyu Sihombing dan juga dibintangi oleh Cok Simbara, Tuty Roy Marten, Ruth Pelupessy, dan lain-lain. Dalam film tersebut, Paula berperan sebagai seorang suster yang mana merupakan pengalaman pertamanya dalam berakting sebagai karakter tersebut dengan proses syuting yang dilaksanakan di Jakarta dan Bandung. Ia menolak membintangi film yang disutradarai oleh suaminya dan memiliki harapan untuk memenangkan Piala Citra untuk Pemeran Utama Perempuan Terbaik. Paula kemudian membintangi beberapa film, di antaranya Petualang-Petualang (1978), Petualang Cinta (1978), dan lain-lain.
Paula merupakan sepupu dari Joyce Rumokoy yang sempat menjalin hubungan dengan Pri Haryadi Mulyadi, seorang penyanyi musik rok. Ia menikah sebanyak tiga kali dan bercerai sebanyak tiga kali. Paula menikah untuk pertama kalinya dengan Bobby Suhardiman, putra jenderal Suhardiman, pada 3 Desember 1970. Dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai seorang putri bernama Yasmina Mesguita Mathilda atau yang lebih dikenal sebagai Jasmina Suhardiman, dan kemudian bercerai pada 6 Desember 1973. Ia kemudian menjalin hubungan dengan sutradara Wim Umboh yang mulai menyukainya pada saat pembuatan film Dan Bunga-Bunga Berguguran (1970) dan karena berasal dari daerah yang sama dengan dirinya. Hubungan mereka mendapatkan publisitas jangka panjang di berbagai surat kabar dan majalah hiburan. Wim juga sempat dijodohkan dengan aktris Gaby Mambo oleh pengusaha dan pendiri dari perusahaan PT Aries Film, yakni Annie Mambo yang merupakan ibu dari Gaby. Paula dan Wim kemudian menikah di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi DKI Jakarta yang berada di Grogol Petamburan, Jakarta Barat, pada 23 Mei 1974. Pada bulan Juli 1981, mereka berencana untuk bercerai namun dibatalkan karena Paula akan membintangi film Hidup Tanpa Kehormatan (1981) yang disutradarai oleh Wim. Pernikahan mereka kemudian berakhir dengan perceraian pada tahun 1982 tanpa dikaruniai keturunan sama sekali. Paula kemudian menikah untuk ketiga dan terakhir kalinya dengan Adiwarsita Adinegoro, seorang pengusaha dan politikus yang merupakan putra dari sastrawan Adinegoro. Dari pernikahan tersebut, mereka dikaruniai dua orang putra bernama Ismail dan Akbar Adinegoro. Pernikahan mereka berakhir dengan kematian Paula pada bulan Januari 1993.
Pada tahun 1991, Paula didiagnosis menderita kanker paru-paru. Menurut keterangan dari kerabatnya, ia sempat menjalani pengobatan di Amerika Serikat dan Singapura demi menyembuhkan penyakitnya tersebut. Namun, kanker yang dideritanya sudah dianggap terminal. Paula lalu meninggal dunia di kediamannya yang berada di Jl. D.I. Panjaitan, Cipinang Cempedak, pada 16 Januari 1993 pada pukul 16:30 WIB dalam usia 43 tahun. Jenazahnya kemudian dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Tanah Kusir pada tanggal 17 Januari pada siang harinya.
