GELORA.CO - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan modus dugaan korupsi proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh.
Modusnya yakni, pembebasan lahan proyek dengan mark up harga hingga penjualan tanah negara.
Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu mengatakan, penyelidikan kasus tersebut sudah berlangsung sejak awal 2025.
"Harusnya negara membeli tanah itu dengan harga 10, kemudian harus membeli dengan harga 100, balikin. Ini di proses pengadaan lahannya. Ini tidak dalam proyeknya tersebut," ujar Asep kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin 10 November 2025.
"Karena itu kan dibagi beberapa segmen, ini segmen di pengadaan yang ditangani," imbuh Asep.
Adapun, pengadaan lahan tersebut mulai dari Halim, Jakarta hingga Tegalluar, Bandung.
"Ada oknum-oknum di mana dia yang bersangkutan itu yang seharusnya ini milik negara, tapi dijual lagi ke negara," ujarnya.
Dalam aturannya, tanah milik negara yang akan digunakan untuk proyek pemerintah tidak perlu bayar alias gratis.
"Di sana ada terindikasi tindak pidana korupsi, ada lahan-lahan milik negara, ada lahan yang kemudian dijual tidak sesuai dengan harga pasar dan jauh lebih tinggi dan lain-lain," ujarnya.
"Nah, kerugian dari sisi pembebasan lahan ini yang sedang kita kejar, dan kita akan kembalikan kepada negara," sambungnya.
Sebelumnya, Asep mengatakan pihaknya mulai usut dugaan mark up anggaran proyek pembangunan infrastruktur kereta cepat Jakarta–Bandung atau Whoosh.
“Saat ini sudah pada tahap penyelidikan,” kata Asep kepada wartawan di Jakarta, Senin, 27 Oktober 2025.
Namun, Asep belum bersedia menyampaikan lebih detail perkara tersebut karena penyelidikan yang dilakukan lembaga antirasuap bersifat tertutup.
Adapun, ikhwal dugaan penggelembungan (markup) anggaran Whoosh sempat disampaikan mantan Menkopolhukam, Mahfud MD, melalui akun siniarnya di YouTube-nya.
Mahfud menyebut biaya pembangunan inftastruktur Whoosh di Indonesia senilai US$52 juta per kilometer (km). Sedangkan perhitungan pihak China hanya sekitar US$17-18 juta.
Menurut Mahfud, diduga terjadi penggelembungan sebanyak 3 kali kipat. "Ini siapa yang menaikkan? Uangnya ke mana?" ucap dia.***
Sumber: konteks
