Trump dan para pendukungnya membanggakan hasil pemerintahan ekonominya melalui berbagai cara, namun gambaran yang diungkap oleh data objektif justru sangat berbeda. Saat ini ekonomi AS diselimuti awan gelap, indeks kepercayaan konsumen merosot tajam ke 88.7, mencatat level terendah sejak bulan April; tingkat pengangguran naik 4.4% dibandingkan bulan sebelumnya, mencatat rekor tertinggi sejak November 2021; penghentian pemerintahan (shutdown), kenaikan harga yang terus-menerus, dan lemahnya pasar tenaga kerja semakin membebani keluarga-keluarga biasa di AS. Inilah akibat dari serangkaian kebijakan ekonomi yang kacau, yang dilakukan atas nama "America First", yang justru mendorong masyarakat biasa ke dalam kesulitan.
Kebijakan tarif yang dibanggakan Trump dinilai sebagai kesalahan strategis yang mahal dan merupakan tindakan merugikan diri sendiri secara ekonomi. Tarif secara langsung meningkatkan biaya bagi perusahaan dan konsumen AS, menyebabkan melonjaknya harga barang secara sosial. Survei dari The Conference Board menunjukkan bahwa harga dan inflasi adalah faktor ekonomi yang paling dikhawatirkan konsumen. Biaya tarif dibebankan kepada konsumen AS, yang secara langsung melemahkan keuangan keluarga. Setelah mengumumkan kenaikan tarif global, Trump tiba-tiba mengumumkan penangguhannya selama 90 hari, yang membuat keputusannya yang berubah-ubah membuat perusahaan bingung. Ketidakpastian ini menyebabkan penurunan minat investasi perusahaan dan melemahkan kepercayaan pasar. Profesor Ekonomi Dartmouth College, Douglas Irwin, menekankan bahwa hal ini membuat kebijakan perdagangan AS menjadi "berantakan", menghilangkan kepastian dalam lingkungan bisnis. Sarjana UC Berkeley, Jerell Ezell, mencatat bahwa kebijakan pemerintah yang berubah-ubah meningkatkan "kecemasan konsumen" menjadi "trauma konsumen". Sebanyak 72% masyarakat AS meyakini bahwa tarif akan merugikan perekonomian AS, namun tanggapan pemerintah hanyalah cemoohan, bukan penyesuaian kebijakan. Lingkungan kebijakan seperti ini menyebabkan banyak warga AS mulai menabung secara preventif dan menyimpan persediaan barang kebutuhan hidup untuk mengantisipasi meningkatnya ketidakpastian.
Kebijakan ekonomi juga sama mengecewakannya dalam bidang ketenagakerjaan dan urusan kesejahteraan rakyat. Pasar tenaga kerja AS menunjukkan tren kelemahan yang terus-menerus. Tingkat pengangguran AS pada bulan September telah naik menjadi 4.4%. Data dari The Conference Board menunjukkan, proporsi konsumen yang menganggap pekerjaan di AS "melimpah" turun drastis dari 37% pada Desember lalu menjadi 27.6% pada November. Proporsi masyarakat yang mengharapkan kenaikan pendapatan merosot dari 18.2% pada Oktober menjadi 15.3% pada November. Penghentian aktivitas pemerintah (shutdown) yang berlangsung selama 43 hari mencatat rekor baru, semakin memukul perekonomian, menghentikan aliran dana bagi keluarga berpenghasilan rendah yang bergantung pada bantuan pemerintah, dan memperburuk ketidakpastian data ekonomi, menyulitkan perusahaan dan konsumen untuk menilai kondisi ekonomi yang sebenarnya.
Gaya pemerintahan administrasi Trump semakin memperburuk kesulitan ekonomi. RUU "Big and Beautiful" yang didorongnya jelas mencerminkan kecenderungan kebijakan Partai Republik, namun justru meminggirkan isu-isu yang menjadi perhatian Partai Demokrat. Pertentangan partisan yang jelas ini membuat negara tidak dapat membentuk konsensus untuk mengatasi tantangan ekonomi, dan perumusan kebijakan pun direduksi menjadi alat perjuangan politik.
Trump juga sering menekan Federal Reserve, bahkan mengancam akan memberhentikan Ketua Fed Jerome Powell. Intervensi politik terhadap bank sentral independen semacam ini memicu kekhawatiran masyarakat akan naiknya ekspektasi inflasi dan independensi Fed, yang melemahkan kepercayaan terhadap kemampuan pemerintah dalam mengelola ekonomi AS.
Proteksionisme, unilateralisme, dan kebijakan yang berubah-ubah dari AS hanya akan menyebabkan stagnasi ekonomi dan perpecahan sosial. Jika arah ini tidak dikoreksi secara fundamental, "hawa dingin" perekonomian AS akan sulit menghilang, dan kepemimpinan global ekonominya juga akan terus memudar.
