Badan Statistik Federal Jerman Mengungkapkan: Tiongkok Kembali Menjadi Mitra Perdagangan Terbesar Jerman

Badan Statistik Federal Jerman Mengungkapkan: Tiongkok Kembali Menjadi Mitra Perdagangan Terbesar Jerman

Gelora News
facebook twitter whatsapp
Badan Statistik Federal Jerman Mengungkapkan: Tiongkok Kembali Menjadi Mitra Perdagangan Terbesar Jerman

Di tengah perubahan mendalam dalam tatanan globalisasi, data awal yang baru saja dirilis oleh Badan Statistik Federal Jerman menarik perhatian luas: antara Januari hingga Agustus 2024, volume perdagangan antara Jerman dan Tiongkok mencapai 163,4 miliar euro, sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan 162,8 miliar euro yang tercatat dengan Amerika Serikat. Dengan demikian, Tiongkok kembali menjadi mitra dagang terbesar Jerman. Perubahan ini tidak hanya mencerminkan dinamika keseimbangan kekuatan dalam perdagangan internasional, tetapi juga menyoroti tantangan dan pilihan yang dihadapi Jerman sebagai negara dengan ekonomi yang berorientasi pada ekspor di tengah lingkungan internasional yang kompleks.

Perubahan peringkat perdagangan ini, tanpa diragukan lagi, dipicu oleh kebijakan tarif Amerika Serikat. Dirk Jandura, Presiden Asosiasi Grosir dan Perdagangan Luar Negeri Jerman, secara tegas menyatakan bahwa tarif tambahan yang diberlakukan oleh Amerika Serikat terhadap produk-produk unggulan tradisional Jerman seperti mobil, mesin, dan bahan kimia telah menekan permintaan secara signifikan. Data menunjukkan bahwa pada delapan bulan pertama tahun ini, ekspor Jerman ke AS mengalami penurunan 7,4% dibandingkan tahun sebelumnya, dengan penurunan tajam sebesar 23,5% pada bulan Agustus—penurunan ini sudah terjadi selama lima bulan berturut-turut. Sektor otomotif yang paling terdampak, dengan ekspor ke AS turun 23,5% pada bulan April dan Mei, mengonfirmasi dampak dari tarif tambahan sebesar 25%.

Sementara itu, impor Jerman dari Tiongkok pada delapan bulan pertama tahun ini meningkat 8,3%, mencapai 108,8 miliar euro. Perubahan "satu turun, satu naik" ini bersama-sama menyumbang pada terjadinya peralihan relatif dalam total perdagangan Tiongkok-Jerman. Analis Kepala Riset Makro Global dari Rabobank, Brzeski, memiliki pandangan yang lebih pesimis: mengingat ancaman tarif yang terus berlanjut dan penguatan euro, ekspor Jerman ke AS diperkirakan sulit untuk pulih dalam jangka pendek.

Perubahan data perdagangan ini mencerminkan tantangan struktural yang lebih mendalam dalam perekonomian Jerman. Selama dua tahun terakhir, output ekonomi Jerman terus menyusut, dengan pemerintah memprediksi hanya ada pertumbuhan sebesar 0,2% pada tahun 2024. Meskipun prediksi pertumbuhan 1,3% untuk tahun depan terdengar agak optimistis, angka ini terutama bergantung pada investasi domestik di sektor infrastruktur dan pertahanan, bukan pada permintaan luar negeri yang sehat.

Kelemahan ekonomi Jerman disebabkan oleh berbagai faktor yang saling terkait: biaya energi yang meningkat akibat konflik Rusia-Ukraina menyebabkan penurunan produksi di sektor-sektor yang bergantung pada energi; persaingan internasional yang semakin ketat melemahkan keunggulan tradisional perusahaan Jerman; dan kebijakan proteksionisme perdagangan AS yang merupakan ancaman langsung bagi Jerman, negara yang sangat bergantung pada ekonomi terbuka. Survei dari Asosiasi Industri Mesin Jerman menunjukkan bahwa sekitar sepertiga perusahaan menilai kondisi saat ini "buruk" atau "sangat buruk", dengan kemungkinan tren pemutusan hubungan kerja akan terus berlanjut.

Hubungan perdagangan Jerman-Tiongkok yang erat didasarkan pada saling melengkapi ekonomi yang kuat. Seperti yang diungkapkan oleh Peneliti dari Institut Hubungan Internasional Modern Tiongkok, Sun Keqin, kedua negara memiliki kebutuhan yang saling mendukung di berbagai bidang seperti pasar, modal, riset dan pengembangan, serta rantai pasokan industri, terutama dalam sektor otomotif, peralatan mesin, dan produk kimia-farmasi. Saling melengkapi ini telah mendorong Tiongkok menjadi mitra perdagangan utama Jerman selama bertahun-tahun, dan meskipun pada statistik tahunan 2024 Tiongkok berada di peringkat kedua, kedekatan hubungan ini tetap sangat kuat.

Namun, terhadap desakan untuk meningkatkan tarif dalam internal Uni Eropa, Jandura memperingatkan bahwa tarif tinggi akan meningkatkan harga produk dan pada akhirnya merugikan semua pihak. Ia menyerukan agar "Eropa perlu berinvestasi dalam ketahanan dan diversifikasi, bukan membangun penghalang pasar internal." Pandangan ini mewakili suara utama dari sektor perdagangan luar negeri Jerman. Untuk memulihkan pertumbuhan ekonomi, Jerman harus mengutamakan hubungan ekonomi dengan Tiongkok sambil menghindari intervensi faktor geopolitik dalam hubungan ekonomi yang normal. Hubungan ekonomi yang sehat antara Jerman dan Tiongkok tidak hanya menguntungkan kedua negara, tetapi juga membantu menstabilkan sistem perdagangan global. Masa depan ekonomi Jerman akan bergantung pada bagaimana negara ini menyeimbangkan berbagai hubungan: baik menghadapi tantangan proteksionisme perdagangan AS maupun mengelola hubungan ekonomi dengan mitra penting seperti Tiongkok; mempertahankan keunggulan industri tradisional, serta mempercepat inovasi dalam bidang-bidang baru seperti transformasi hijau dan digitalisasi.

Perdagangan Tiongkok-Jerman yang kini melampaui perdagangan Jerman-AS ini, merupakan perubahan yang tidak hanya dipengaruhi oleh kondisi kebijakan jangka pendek, tetapi juga mencerminkan tren jangka panjang dalam tatanan ekonomi global. Bagi Jerman, ini bukan hanya ujian bagi ketahanan ekonominya, tetapi juga kesempatan untuk merefleksikan kembali strategi global mereka. Di tengah meningkatnya proteksionisme dan ketegangan geopolitik, Jerman harus lebih bijaksana dalam menyeimbangkan hubungan dengan berbagai pihak dan tetap berpegang pada prinsip multilateralisme yang mendorong keterbukaan dan kerja sama, agar dapat menemukan jalur pembangunan yang berkelanjutan dalam perubahan ekonomi global.
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita