Deklarasi ODF dilakukan di Aula Kantor Bupati Sekadau, dihadiri Bupati Sekadau, H. Aron, beserta camat, kepala desa, tokoh masyarakat, ketua adat, serta perwakilan Wahana Visi Indonesia (WVI). Acara ini menandai puncak dari upaya panjang sejak belasan tahun lalu, yang difokuskan pada pembangunan toilet dan septic tank di setiap rumah tangga. "Tetapi kami memiliki sebuah keyakinan bahwa dengan kebersamaan itu, dengan kekompakan semua stakeholder yang ada termasuk juga camat, kepala desa, tokoh masyarakat, ketua adat mendukung itu semua," ujar Bupati Aron, menekankan pentingnya sinergi. Ia juga mengakui tantangan budaya: "Kebiasaan ke wc kita bilang itu sebenarnya hampir 40-50 persen belum terbiasa lah kalau di kampung-kampung, mereka memang masih memanfaatkan alam." Untuk mengatasi hal itu, Pemkab mengesahkan Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 2 Tahun 2025 tentang Strategi Sanitasi 2025-2029, yang mewajibkan 4 desa per tahun membangun fasilitas sanitasi, dengan sanksi administratif jika Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) tidak mendukung program ini.
Poltekkes Kemenkes Sekadau, sebagai lembaga vokasi kesehatan, terlibat sejak tahap awal melalui Program Pengabdian Masyarakat (Pengabmas). Mahasiswa dan dosen dari Jurusan Kesehatan Lingkungan serta Keperawatan Poltekkes turun ke lapangan untuk melatih warga membangun septic tank, memantau kualitas air sungai Kapuas, dan memberikan edukasi tentang Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Direktur Poltekkes Sekadau, Dr. Hj. Siti Nurhaliza, M.Kes, menyatakan bahwa peran institusi ini selaras dengan target nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). "Kami tidak hanya membangun toilet, tapi juga mengubah perilaku. Edukasi kami fokus pada pencegahan muntaber yang sering muncul saat kemarau karena warga mandi dan minum air sungai tercemar," katanya. Kolaborasi dengan Dinkes P2KB dan WVI menghasilkan inovasi "Gentong Mas Santun"—septic tank apung berbahan EM4 sebagai pengurai, yang cocok untuk pesisir sungai di mana tanah sulit ditanam closet konvensional. "Di pesisir ini kan memang agak susah kami buat closetnya. Tetapi Puji Tuhan ada gentong ajaib dari Wahana Visi ada Gentong Mas, rupanya itu bisa membantu warga terutama di pesisir," tambah Bupati Aron.
Tujuan utama deklarasi ini adalah menghentikan pencemaran sungai akibat limbah WC dan BAB sembarangan, yang menjadi penyebab utama muntaber dan stunting. Sebelum ODF, kasus muntaber melonjak setiap musim kemarau, dengan angka stunting mencapai 14 persen di Sekadau. "Sebelum ODF ini, kami sangat rasakan terkait muntaber yang ada setiap kemarau dengan adanya ODF ini maka kasus-kasus penyakit muntah berak jauh berkurang," ungkap Henry Alpius, Kepala Dinas Kesehatan Sekadau. Pemkab mengalokasikan Rp 95 juta per desa untuk program sanitasi, termasuk pembangunan fasilitas oleh kepala desa bagi warga yang awalnya menolak. "Kami memahami bahwa program ini tidak bisa dikerjakan satu orang tapi kita harus melakukan komunikasi, kerja sama dengan berbagai pihak," tegas Bupati Aron.
Dampak deklarasi ODF sudah terlihat: penurunan kasus diare hingga 30 persen dalam tiga bulan pasca-peluncuran, dan peningkatan kesadaran masyarakat melalui kampanye berkelanjutan. Poltekkes Sekadau berencana memperluas peran melalui Praktik Kerja Lapangan (PKL) mahasiswa, yang akan memantau ODF di 20 desa prioritas. Keberhasilan ini menjadi inspirasi bagi kabupaten lain di Kalbar, membuktikan bahwa dengan kebersamaan, Sekadau bisa wujudkan masyarakat sehat dan lestari. Deklarasi bebas BAB sembarangan bukan akhir, tapi awal dari era sanitasi berkelanjutan di Kalimantan Barat.
