GELORA.CO -Kejaksaan Agung (Kejagung) rupanya menerima pengembalian uang di kasus korupsi pengadaan Chromebook di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan periode 2019-2022. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna menjelaskan uang itu diterima dari salah satu tersangka dari kementerian yang berjumlah miliaran Rupiah.
“Ada pengembalian sejumlah uang, baik dalam bentuk Dolar maupun Rupiah, kurang lebih hampir Rp10 miliar. Ini dari beberapa pihak, pihak yang kooperatif, dari salah satu tersangka, terus dari pihak KPA, terus dari pihak PPK,” kata Anang kepada wartawan di Kejagung, Jumat, 17 Oktober 2025.
Sayangnya, Anang enggan membuka identitas tersangka yang mengembalikan uang tersebut beserta jumlahnya. Sebab, proses penyidikan dan kelengkapan pemberkasan masih berlangsung
“Yang jelas penyidik tidak hanya memproses nantinya terhadap tersangka atau per orangnya, tapi kita ke depan seiring dengan itu berjalan juga dengan kegiatan penelusuran aset dan perlu diingat bahwa penelusuran aset tidak hanya berhenti pada saat penyidikan. Nanti pun dalam tahap penuntutan ataupun setelah perkara ini berjalan pun tetap bisa,” kata Anang
Bukan hanya dari Kementerian, Kejagung juga mengaku menerima pengembalian uang dari pihak vendor.
Kejagung telah menetapkan lima tersangka dalam kasus korupsi pengadaan Chromebook. Selain Mantan Menteri Nadiem Makarim, empat lainnya adalah; Sri Wahyuningsih selaku Direktur Sekolah Dasar Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah tahun 2020-2021, Mulyatsyah selaku Direktur SMP Kemendikbudristek 2020, Jurist Tan selaku Staf khusus Mendikbudristek Bidang Pemerintahan era Menteri Nadiem Makarim, dan Ibrahim Arief selaku konsultan Perorangan Rancangan Perbaikan Infrastruktur Teknologi Manajemen Sumber Daya Sekolah pada Kemendikbudristek.
Para tersangka diduga melakukan persekongkolan jahat berujung korupsi terhadap program digitalisasi terkait bantuan laptop Chromebook dengan anggaran keseluruhan Rp9,3 triliun yang berujung kerugian negara Rp1,9 triliun.
Mereka dijerat dengan Pasal 1 Ayat 14 juncto Pasal 42 Ayat 1 juncto Pasal 43 Ayat 1 UU 30/2016 tentang Administrasi Pemerintahan, Pasal 131 UU 1/2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dan bertentangan dengan ketentuan Pasal 2 Ayat 1 Pasal 3 juncto Pasal 18 UU 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU 20/2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP
Sumber: RMOL