GELORA.CO - Pernyataan kontroversial yang dilontarkan oleh Aryanto Sutadi, seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai penasihat Kapolri, tengah menuai sorotan tajam publik.
Aryanto diduga menyebut Dr. Rismon P. sebagai "keledai" dalam sebuah tayangan publik yang disaksikan banyak orang, termasuk rekan Rismon, Roy Suryo.
Ucapan itu dinilai menghina dan tidak etis, apalagi disampaikan oleh seseorang yang berada dalam posisi strategis.
“Pernyataannya sangat tidak sopan. Semua orang di studio mendengarnya pada 30 April 2025 lalu. Saya dengar langsung dia menyebut rekan saya dengan sebutan keledai,” ujar Roy Suryo dalam pernyataannya.
Roy menegaskan bahwa pihaknya akan menempuh jalur hukum untuk melaporkan Aryanto, yang selama ini dikenal sebagai tokoh berlatar belakang akademi kepolisian dan sempat disebut-sebut sebagai lulusan terbaik.
Namun, rekam jejak Aryanto kini dipertanyakan, terutama setelah dugaan ketidakjujurannya dalam pelaporan harta kekayaan (LHKPN) yang menyebabkan dirinya tak lolos uji integritas di KPK.
“Dia selama ini tampil di media seolah sebagai tokoh intelektual, tapi ucapannya kasar dan cenderung menyerang pribadi. Sungguh tidak layak menjadi penasihat Kapolri,” imbuh Roy.
Dalam pernyataannya, Roy juga menyinggung keterlibatan tokoh-tokoh tertentu dalam kasus dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo.
Ia menilai bahwa berbagai pihak, termasuk pengacara dan simpatisan telah dimobilisasi untuk menyerang balik para peneliti yang mempertanyakan keaslian ijazah Jokowi, termasuk Dr. Rismon dan Dr. Tifa.
Roy menyebut gaya politik Jokowi sebagai "nabok nyilih tangan", alias menyerang menggunakan tangan orang lain untuk tetap terlihat bersih.
Ia juga menuding bahwa postingan yang viral di media sosial, termasuk unggahan ijazah berwarna yang diduga milik Jokowi, berasal dari lingkaran dalam.
“Kalau memang asli, tunjukkan saja dengan transparan. Seperti Barack Obama waktu menunjukkan akta kelahirannya,” ujar Roy.
Lebih lanjut, Roy juga menyoroti kejanggalan dalam data pemilu yang dimiliki oleh KPU.
Ia menyatakan bahwa berdasarkan putusan hukum yang telah inkrah, KPU diwajibkan membuka data CSV terkait daftar pemilih, namun hingga kini belum diberikan secara lengkap.
“Ini bukan spekulasi, kami datang langsung ke KPU bersama ahli dari ITB dan perwakilan Yayasan Akuntabilitas. Tapi data yang kami minta tidak diberikan. Ini ada indikasi manipulasi,” ujarnya.
Roy turut menanggapi hasil survei dari LSI Denny JA yang menyebut mayoritas responden percaya bahwa ijazah Jokowi asli, dengan mayoritas responden berasal dari kelompok lulusan SD atau lebih rendah.
“Kalau mayoritasnya lulusan SD, berarti memang target manipulasi informasi itu adalah kelompok dengan akses informasi rendah. Ini menyedihkan dan berbahaya bagi demokrasi,” tegasnya.
Puncaknya, Roy Suryo mendesak kepada Presiden Prabowo Subianto dan Kapolri agar mencopot Aryanto Sutadi dari jabatannya sebagai penasihat Polri.
Ia menilai pernyataan kasar dan tendensius Aryanto tidak mencerminkan etika pejabat negara.
“Orang seperti itu tak layak berada dalam lingkaran kekuasaan. Jika dibiarkan, institusi Polri akan kehilangan kepercayaan publik,” tutup Roy.
Sumber: porosjakarta