Poltekkes Jadi Pusat Kolaborasi Pendidikan Kesehatan Regional: Terobosan WHO untuk Perawat dan Bidan

Poltekkes Jadi Pusat Kolaborasi Pendidikan Kesehatan Regional: Terobosan WHO untuk Perawat dan Bidan

Gelora News
facebook twitter whatsapp
Politeknik Kesehatan (Poltekkes) di seluruh Indonesia kini memasuki era baru sebagai pusat kolaborasi pendidikan kesehatan tingkat regional, setelah ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai mitra utama di kawasan Pasifik Barat. Penunjukan ini diumumkan pada 19 Juni 2025 melalui keterangan tertulis Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, menjadikannya langkah pertama setelah Indonesia resmi bergabung dengan WHO Pasifik Barat pada Mei 2025. Sebagai jaringan politeknik vokasi kesehatan terbesar di Indonesia, Poltekkes—yang tersebar di 36 provinsi—akan berfokus pada pengembangan tenaga keperawatan dan kebidanan, mendukung target pembangunan berkelanjutan (SDGs) 2030 untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Kolaborasi ini tidak hanya memperkuat posisi Indonesia sebagai pemimpin regional, tapi juga membuka peluang pelatihan Selatan-Selatan dengan negara-negara Kepulauan Pasifik, seperti Fiji dan Papua Nugini, untuk berbagi ilmu dan sumber daya.


Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menekankan bahwa penunjukan ini semakin menunjukkan peran besar Indonesia dalam kerja sama regional. “Kerja sama ini semakin menunjukkan peran Indonesia yang semakin besar dalam kerja sama regional, termasuk melalui inisiatif kerja sama pelatihan Selatan-Selatan dengan negara-negara Kepulauan Pasifik,” ujarnya dikutip dari https://poltekkes.io. Fokus utama pusat kolaborasi adalah dua program inti: pertama, pelatihan instruktur klinis terakreditasi bagi perawat dan bidan untuk meningkatkan kualitas dan konsistensi pendidikan prajabatan. Kedua, program pengembangan kepemimpinan kebidanan dengan penekanan pada pendidikan, kebijakan, dan kualitas layanan. Budi menambahkan bahwa Indonesia telah mempertahankan kepadatan tenaga kesehatan di atas ambang batas minimum WHO, yaitu 44,5 dokter, perawat, dan bidan per 10.000 penduduk. Namun, tantangan masih ada: angka kematian ibu melahirkan mencapai 140 jiwa per 100.000 kelahiran hidup, sementara angka kematian balita adalah 21 per 1.000 kelahiran hidup. “Target kita adalah pembangunan berkelanjutan 2030 untuk angka kematian balita dan mencapai ambang batas atas untuk angka kematian ibu,” tegasnya.

Sejak 2022, WHO dan jaringan Poltekkes Indonesia telah mengembangkan 50 modul kelas internasional, melatih 50 dosen di 24 kampus, serta memberikan pelatihan intensif peningkatan kualitas pengajaran. Program ini telah membantu Indonesia memperkuat sistem kesehatan, terutama di daerah kurang terlayani seperti Papua dan Maluku. Perwakilan WHO untuk Pasifik Barat, Paranietharan, memuji kemajuan Indonesia, meskipun menyoroti bahwa banyak perempuan dan bayi baru lahir masih menghadapi risiko yang dapat dicegah. “Terutama di daerah yang kurang terlayani,” katanya. Penunjukan pusat kolaborasi ini membuka pintu bagi pelatihan bersama, di mana Poltekkes Indonesia akan menjadi pusat pelatihan instruktur klinis untuk negara-negara tetangga, sekaligus menerima mahasiswa asing untuk pertukaran ilmu.

Politeknik Kesehatan Indonesia, yang terdiri dari 47 politeknik di seluruh negeri, kini menjadi aset strategis nasional. Sebagai politeknik vokasi kesehatan di bawah Kementerian Kesehatan, jaringan ini telah meluluskan lebih dari 100.000 tenaga kesehatan sejak 2019, dengan fokus pada pendidikan praktis yang siap kerja. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Vokasi Kemenkes, dr. Aji Setiawan, menyambut baik penunjukan ini sebagai pengakuan atas kualitas Poltekkes. “Ini bukti bahwa pendidikan vokasi kita diakui secara internasional. Kami siap kolaborasi untuk tingkatkan standar pendidikan keperawatan dan kebidanan, terutama di kawasan Pasifik Barat yang menghadapi tantangan serupa seperti kekurangan tenaga medis,” katanya.

Ke depan, program kepemimpinan kebidanan akan diluncurkan di Jakarta, dengan periode pendaftaran dibuka mulai minggu setelah pengumuman. Inisiatif ini diharapkan mempercepat akselerasi kualitas bidan, mengingat Indonesia masih berjuang mencapai ambang batas atas angka kematian ibu. Dengan pusat kolaborasi ini, Poltekkes Indonesia tidak hanya menjadi pusat pendidikan regional, tapi juga katalisator untuk SDGs kesehatan global. Di tengah pandemi dan perubahan iklim yang memperburuk akses kesehatan, terobosan WHO ini membuka harapan baru—untuk Indonesia sebagai pemimpin kesehatan Pasifik Barat, dengan Poltekkes sebagai jantung inovasi.
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita