Data BPS mengungkapkan bahwa Jawa Barat menduduki peringkat pertama di Jawa untuk jumlah perokok anak, dengan strategi industri rokok yang menargetkan pemuda melalui iklan media sosial dan sponsor acara sekolah. Prevalensi ini naik tajam meskipun upaya anti-rokok, bahkan selama pandemi COVID-19, di mana perokok muda justru bertambah karena stres isolasi. Dampaknya serius: rokok mengandung ribuan toksin adiktif yang merusak paru-paru, jantung, dan sistem saraf, tidak hanya pada perokok aktif tapi juga pasif. Bagi anak, paparan rokok menghambat perkembangan fisik dan psikologis, termasuk gangguan belajar dan peningkatan risiko kecanduan obat terlarang. Dhimas Herdhianta, dosen kesehatan masyarakat di Poltekkes Bandung, menyoroti riset di Semeru yang mengungkap anak-anak terlibat kerja paksa di industri tembakau, bahkan malam hari, yang mengganggu pendidikan dan kesehatan. “Anak-anak terjebak lingkaran setan: paparan rokok sejak dini picu kecanduan dan gangguan psikologis,” katanya.
Poltekkes Bandung Barat merespons dengan program pengabdian masyarakat yang intensif. Melalui Praktik Kerja Lapangan (PKL), 200 mahasiswa Jurusan Promosi Kesehatan dan Keperawatan turun ke 20 sekolah prioritas di Bandung Barat untuk sosialisasi anti-rokok. Program ini mencakup diskusi buku A Giant Pack of Lies Part 2: Menguak Tabir Kebohongan Industri Rokok, yang digelar pada 22 Mei 2025 di Auditorium Poltekkes Bandung, bekerja sama dengan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta dan Bandung Bergerak. Acara ini ungkap taktik industri rokok menarget pemuda, seperti iklan terselubung di media sosial dan sponsor sekolah, yang memicu kontroversi melibatkan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). “Pendidikan kreatif harus jadi senjata utama. Kami ajak siswa pahami risiko rokok: gangguan paru, kanker, dan biaya pengobatan hingga Rp 100 triliun nasional per tahun,” tambah Dr. Siti.
Upaya Poltekkes juga melibatkan penguatan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di sekolah dan fasilitas publik, meskipun implementasi masih lemah. Rekomendasi dari riset Poltekkes mencakup sinergi pemerintah, akademisi, dan masyarakat untuk perkuat regulasi, seperti larangan asbak di trotoar dan pengawasan iklan rokok dekat sekolah. Di Bandung Barat, dengan 1,5 juta penduduk dan 20 persen remaja perokok, program ini krusial untuk cegah epidemi rokok di masa depan. Dampak awal: kesadaran siswa naik 40 persen sejak Mei 2025, dengan penurunan 15 persen kasus remaja perokok di sekolah sasaran.
Dengan sorotan Poltekkes Bandung Barat, rokok bukan lagi "gaya hidup keren", tapi ancaman nyata bagi anak dan remaja. Edukasi, regulasi, dan kolaborasi adalah senjata utama—untuk Jawa Barat bebas rokok dan generasi muda sehat.
