GELORA.CO - Kasus dugaan ijazah palsu Presiden Joko Widodo kembali mengemuka, kali ini dengan langkah hukum yang lebih konkret.
Seorang advokat dan pengamat sosial bernama Ir. Komardin resmi mendaftarkan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Sleman pada 5 Mei 2025.
Sasaran gugatan tersebut bukan Presiden Jokowi secara langsung, melainkan jajaran pimpinan Universitas Gadjah Mada (UGM), tempat Presiden ke-7 RI itu diklaim menyelesaikan studi strata satu di Fakultas Kehutanan.
Yang menarik, gugatan ini menyoroti institusi pendidikan yang selama ini menjadi salah satu simbol kredibilitas akademik di Indonesia.
Rektor, para wakil rektor, dekan Fakultas Kehutanan, kepala perpustakaan, hingga dosen pembimbing akademik Jokowi, Ir. Kasmojo, semua dicantumkan sebagai tergugat. Kasus ini tercatat dalam sistem SIPP PN Sleman dengan nomor perkara 106/Pdt.G/2025/PN Smn dan diklasifikasikan sebagai perbuatan melawan hukum.
Langkah Komardin menjadi kelanjutan dari polemik panjang yang sempat mencuat ke publik sejak tahun 2022, ketika muncul dugaan bahwa ijazah Jokowi tidak valid.
Meski pihak Istana dan UGM berulang kali membantah isu tersebut, keraguan dari sebagian kalangan masih belum surut.
Kini, dengan masuknya gugatan ke pengadilan, isu ini beralih dari perdebatan publik menjadi proses hukum formal yang bisa diawasi secara terbuka.
Pihak PN Sleman telah mengonfirmasi keberadaan gugatan dan menyebut saat ini masih berada pada tahap pemanggilan para tergugat.
Sementara itu, UGM melalui sekretaris universitas, Andi Sandi, menyatakan bahwa pihaknya telah menerima salinan gugatan dan sedang mempelajari isi tuntutan secara menyeluruh.
Ia menegaskan bahwa UGM akan mematuhi proses hukum dan siap menjalani persidangan sesuai ketentuan yang berlaku.
Gugatan ini sekaligus menjadi ujian serius bagi UGM dalam menjaga reputasi dan integritas akademiknya.
Jika proses persidangan berjalan transparan, hasilnya akan menjadi acuan penting bagi publik untuk menilai apakah isu ini memang memiliki dasar yang kuat atau hanya manuver politik belaka.
Namun di sisi lain, gugatan perdata ini juga menyisakan tanda tanya: mengapa Presiden tidak digugat langsung, melainkan institusi tempat ia belajar?
Ini bisa jadi strategi hukum untuk menggugat keabsahan dokumen dari sisi administratif, bukan pribadi pemilik ijazah. Strategi tersebut membuka peluang bagi penggugat untuk menggali informasi internal kampus melalui jalur hukum.
Jika pengadilan menerima gugatan ini untuk disidangkan lebih lanjut, maka publik bisa berharap munculnya data dan fakta baru, termasuk kemungkinan dibukanya dokumen-dokumen akademik Jokowi secara resmi di ruang sidang.
Perjalanan kasus ini masih panjang, dan dapat menjadi preseden penting soal transparansi dokumen pendidikan pejabat publik.
Di tengah kepercayaan masyarakat terhadap institusi negara yang terus diuji, pengadilan diharapkan mampu menjaga objektivitas dan menempatkan kepentingan hukum di atas kepentingan politik atau tekanan eksternal.
Sumber: herald