GELORA.CO - Orang yang memilih untuk diam saat konflik seringkali memiliki beberapa ciri khas yang menggambarkan cara mereka menghadapi situasi konflik.
Setiap ciri ini mencerminkan pola perilaku dan pemikiran tertentu terhadap cara seseorang menangank konflik.
Dilansir dari Hack Spirit pada Selasa (14/5), terdapat 5 ciri yang dimiliki oleh orang yang memilih diam saat konflik dan apa saja alasan di balik pilihan mereka untuk tetap diam ketika situasi tegang muncul.
Dengan memahami ciri-ciri ini, kita dapat mengembangkan wawasan yang lebih dalam tentang dinamika konflik dan cara terbaik untuk berkomunikasi dengan mereka yang mungkin menggunakan perlakuan diam sebagai bentuk respons mereka terhadap konflik.
1. Memiliki ketakutan terhadap konflik
Orang yang cenderung diam saat konflik seringkali memiliki ketakutan yang dalam terhadap konflik. Mereka menganggap konflik sebagai ancaman terhadap kesejahteraan pribadi atau hubungan mereka.
Sebagai respons, mereka memilih untuk menarik diri atau tidak berpartisipasi sama sekali sebagai cara untuk melindungi diri dari perasaan tidak aman atau bahaya yang dirasakan.
Ini bisa disebabkan oleh pengalaman masa lalu di mana konflik berujung pada kekerasan atau menyakitkan, sehingga membuat mereka mengasosiasikan konflik dengan rasa takut dan ketidaknyamanan.
Oleh karena itu, mereka menggunakan keheningan sebagai mekanisme pertahanan untuk bertahan dari pertengkaran tanpa terluka secara emosional.
2. Membutuhkan waktu untuk berpikir jernih
Orang yang cenderung diam saat konflik seringkali lebih suka memproses hal-hal secara internal. Mereka merasa perlu untuk mundur dari situasi tersebut agar dapat memikirkan hal tersebut dengan lebih jernih.
Ketika terlibat dalam debat yang sengit, mereka cenderung membutuhkan waktu untuk merenungkan situasi, menganalisis perasaan dan pikiran mereka, dan mencari tanggapan yang tepat.
Hal ini dilakukan dalam kesendirian untuk menciptakan ruang bagi mereka untuk berpikir tanpa gangguan eksternal.
Dengan demikian, diam, seringkali merupakan upaya untuk memberi mereka kesempatan untuk memproses dan merespons konflik secara lebih hati-hati dan terencana.
3. Memiliki sifat pasif-agresif
Orang yang cenderung diam saat konflik seringkali memiliki sifat pasif-agresif dalam dirinya. Mereka menahan frustrasi dan kemarahan mereka daripada mengekspresikannya secara langsung.
Alih-alih menghadapi masalah dengan jujur atau terbuka, mereka memilih untuk menunjukkan ketidakpuasan mereka melalui tindakan non-verbal seperti perlakuan diam.
Keheningan mereka adalah cara untuk menyampaikan pesan bahwa mereka tidak puas atau marah tanpa harus menghadapi konfrontasi langsung atau mengungkapkan perasaan mereka dengan kata-kata.
4. Mereka menghindari kelemahan atau kerentanan
Ketika seseorang cenderung diam selama konflik, itu bisa jadi karena mereka ingin melindungi diri dari merasa terbuka atau rentan secara emosional.
Argumen dan konflik sering kali memicu perasaan yang dalam dan sensitif, seperti rasa takut, ketidakamanan, atau rasa malu.
Bagi beberapa orang, menghadapi perasaan-perasaan ini terasa sangat sulit, sehingga mereka memilih untuk tidak berbicara atau menutup diri sebagai cara untuk melindungi diri.
Contohnya, seseorang mungkin diam selama pertengkaran bukan karena tidak peduli atau tidak punya pendapat, tetapi karena mereka merasa takut. Mereka mungkin takut mengungkapkan terlalu banyak atau bagian dari diri mereka yang rentan.
5. Mereka menginginkan kendali
Terkadang orang menggunakan diam sebagai cara untuk mengontrol situasi, terutama saat ada konflik.
Ketika seseorang diam, itu bisa jadi karena mereka merasa tidak nyaman, tertekan, atau tidak tahu bagaimana menghadapi situasi tersebut. Diam, menjadi cara bagi mereka untuk melindungi diri.
Diamnya seseorang tidak hanya berarti bahwa mereka tidak mau berbicara, tetapi juga merupakan upaya untuk mengendalikan jalannya percakapan.
Mereka ingin memegang kendali, dan jika mereka tidak dapat mengendalikan bagaimana percakapan atau situasi berlangsung, mereka lebih suka untuk tidak berpartisipasi sama sekali.
Diam yang mereka lakukan memaksa orang lain untuk bertindak sesuai kehendak mereka, sehingga membuat orang lain harus memutuskan untuk menghentikan masalah atau terus melanjutkan masalah tersebut.
Sumber: jawapos