GELORA.CO - Tim Pembela Prabowo-Gibran, Yusril Ihza Mahendra meyakini sejatinya gugatan sengketa hasil pemilu yang dilayangkan oleh kubu pasangan capres-cawapres nomor urut 01 dan 03 tidak akan dikabulkan oleh hakim Mahkamah Konstitusi RI (MK).
Dalam gugatannya, kubu Anies-Cak Imin dan Ganjar-Mahfud meminta agar MK mengabulkan dilakukannya Pemungutan Suara Ulang (PSU) dengan mendiskualifikasi pasangan capres-cawapres nomor urut 02 Prabowo-Gibran.
Terkait dengan gugatan itu, Yusril Ihza Mahendra yang juga merupakan pakar hukum tatanegara itu menyinggung soal Undang-Undang (UU) terkait Pemilu.
"UU Pemilu kita, UU No 7 Tahun 2017 dengan segala perubahannya, tidak mengenal Pilpres ulang secara menyeluruh seperti itu," kata Yusril saat dimintai tanggapannya, Minggu (24/3/2024).
"Bahwa kedua Pemohon sama-sama memohon agar dilakukan Pilpres ulang setelah Pak Gibran didiskualifikasi, hemat kami petitum seperti itu sulit untuk dikabulkan," sambung dia.
Lebih lanjut, Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu, menyatakan sejatinya dalam UU Pemilu Republik Indonesia, yang diatur hanyalah Pemilihan Presiden (Pilpres) untuk putaran kedua.
Itupun kata dia, bisa terlaksana kalau pada Pilpres tahapan pertama belum didapatkan pasangan capres-cawapres yang menang mutlak.
"Kalau secara parsial mungkin. UU Pemilu kita hanya mengenai Pilpres Putaran II kalau belum ada pemenang pada Putaran I," ujar Yusril.
Dengan begitu, Yusril berpandangan kalau gugatan yang dilayangkan oleh kubu 01 dan 03 tidaklah memiliki landasan hukum.
Sebab mereka meminta agat Pemilu dalam hal ini Pilpres diulang secara menyeluruh dari tahapan awal.
"Pilpres ulang secara menyeluruh yang dijadikan petitum itu, tidak ada landasan hukumnya, baik dalam UUD 45 maupun dalam UU Pemilu," tutur dia.
Gugatan itu juga menurut Yusril, diyakini akan menciptakan adanya dinamika dalam pergantian posisi kepemimpinan dalam hal ini presiden di Indonesia.
Pasalnya, jika PSU benar dilakukan bukan tidak mungkin, pada Oktober 2024 nantinya, Indonesia belum memiliki presiden dan wakil presiden yang baru.
Sementara, Joko Widodo (Jokowi) dan Ma'ruf Amin yang saat ini menjabat sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI sudah tidak bisa lagi diperpanjang masa jabatannya.
"Kalau tahapan Pemilu diulang dari awal, maka sampai 20 Oktober 2024 nanti belum tentu Presiden baru akan terpilih. Sementara Presiden Jokowi sudah habis masa jabatannya dan tidak bisa diperpanjang oleh siapapun, termasuk oleh MPR," kata dia.
"Hal-hal semacam ini perlu menjadi bahan perhatian kita bersama dalam membangun bangsa dan negara," tukas Yusril
Sumber: Tribunnews