Presiden Jokowi dan Presiden terpilih Prabowo disebut sedang rebutan pengaruh pada penentuan susunan kabinet Prabowo-Gibran. Notabene Gibran ini adalah anak sulung Jokowi.
Pengamat menganalisa, ada upaya perebutan pengaruh antara Presiden Joko Widodo dengan Presiden terpilih, Prabowo Subianto.
Prabowo yang saat ini masih menjabat sebagai Menteri Pertahanan di era Jokowi, bisa saja mundur dari jabatannya sebagai Menhan demi menyusun kabinet menteri.
Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR), Hari Purwanto menilai, Jokowi tidak akan berani mencopot Prabowo dari jabatan Menhan.
"De facto, Prabowo berstatus presiden terpilih dengan jabatan Menhan dalam kabinet saat ini. Sedangkan De jure sampai dengan 20 Oktober 2024, Joko Widodo masih berstatus Presiden. Situasi menuju pemerintahan transisi sampai bulan Oktober, Jokowi dan Prabowo saling rebutan pengaruh dan menjaga koalisi masing-masing," kata Hari kepada redaksi, Sabtu (23/3).
Diketahui, bila tidak ada halangan, Prabowo-Gibran akan dilantik dan resmi menjabat Presiden dan Wakil Presiden RI pada Oktober 2024.
"Jokowi tidak akan berani mengganti Menhan di ujung kekuasaannya," tegas Hari.
Hari berharap, jangan sampai pembentukan kabinet diikuti oleh cawe-cawe pemimpin sebelumnya.
Dengan kata lain, apapun keputusan Prabowo dalam membentuk kabinet tidak dilatari oleh dorongan atau arahan Jokowi.
"Tentunya ini menjadi PR untuk pemerintahan selanjutnya," tutup Hari.
Manuver Surya Paloh
Sementara itu, manuver Ketum Nasdem Surya Paloh bertemu Prabowo dinilai tidak terlalu mengejutkan.
Mengingat, Paloh membuka komunikasi politik lebih awal dengan para rivalnya. Termasuk dengan Presiden Jokowi pascapemungutan suara Pilpres 2024.
Direktur Eksekutif Indo Barometer, M Qodari mengatakan, manuver Surya Paloh tidak terlepas dari latar belakangnya sebagai mantan politikus Golkar.
Sebagai mantan Golkar yang kini Ketua Umum Nasdem, Surya Paloh punya orientasi bagian dari pemerintahan.
"Jadi, Pak Surya Paloh dan Nasdem ini kan sebetulnya Golkar aksen. Kita bisa membaca karakteristik partai Golkar ada pada Nasdem," kata Qodari dalam keterangannya, Sabtu (23/3).
Adapun, menurut Qodari, sejak awal Nasdem mencalonkan Anies Baswedan sebagai capres terkesan tidak nyambung.
Nasdem sebagai partai nasionalis yang berbeda ceruk dengan konstituen Anies Baswedan dari kalangan Islam.
"Itu kan tidak kompatibel satu sama lain. Jadi bisa dibilang langkah-langkah mengajukan Anies bukan langkah ideologis tapi langkah taktis berhadapan dalam dinamika pemilu yang bersifat elektoral," terangnya.
Lebih lanjut, Qodari merasa tidak heran jika Nasdem dan Surya Paloh mengubah haluan dan melakukan komunikasi politik dengan para rivalnya. Dengan kata lain, agenda Surya Paloh dan Anies Baswedan saat ini sudah berbeda.***
Sumber: pojoksatu