GELORA.CO -Dinas Pendidikan DKI Jakarta memberlakukan sistem desil terkait dengan bantuan pendidikan. Salah satunya Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU).
Seiring itu, ramai di media sosial bahwa KJMU dicabut. Berhembus pula kabar bahwa verifikasi data KJMU akan berdampak pada 12 ribu mahasiswa penerima manfaat.
Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta Sutikno mengatakan, anggaran terkait bansos hingga pendidikan semakin tahun semakin turun. Sehingga Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta memberlakukan sistem desil.
“Dasarnya adalah anggaran tahun 2024, pembahasan RAPBD tahun 2024 pada waktu Desember 2023. Kalau nggak salah dana bansos, pendidikan tahun 2022 itu kalau nggak salah Rp4,5 triliun, terus 2023 Rp3,5 triliun. Terus 2024 anggaran bansos pendidikan itu Rp 2,5 triliun. Sehingga dampak semacam kayak KJMU, KJP ini kan bermasalah karena faktor keterbatasan anggaran,” kata Sutikno dikutip dari laman DPRD DKI Jakarta, Jumat (8/3).
“Karena keterbatasan itu pola-pola Dinas Pendidikan menggunakan dasar desil, desil itu kategori pertama, kedua, ketiga, keempat itu mendapatkan. Kalau 1 dianggap sangat miskin, 2 miskin, 3 hampir miskin, dan 4 kategori termasuk rawan miskin,” sambungnya.
Sutikno menyebut, Disdik DKI memutuskan sepihak soal cara yang digunakan dalam mendistribusikan KJMU. Sementara itu, kini data KJMU disebut masih dalam proses sinkronisasi dengan Kementerian Sosial (Kemensos).
“Tetapi Dinas Pendidikan ini juga sepihak, seenaknya memutuskan tanpa komunikasi, tanpa menyampaikan ke Dewan sebagai wakil rakyat, di grup juga rame, banyak masyarakat mengadu tanpa ada komunikasi dari awal,” kata Sutikno.
“Tetapi bahwa berdasarkan desil itu asalnya dari DTKS. Sedangkan DTKS itu dari Kemensos, jadi DTKS dinaungi Kemensos, Pusdatin, semua dilempar ke Kemensos karena ada aturan permensos,” sambungnya.
Sumber: RMOL