GELORA.CO -MUI Jawa Timur menegaskan konten Samsudin yang sempat viral di media sosial, dimana isinya membolehkan tukar pasangan antar suami istri adalah ajaran sesat.
Sekretaris Umum MUI Jawa Timur, Prof Akh. Muzakki menegaskan, apapun alasan pelaku membuat konten tersebut, bahkan dengan dalih sebagai edukasi, hal itu tetaplah salah, apalagi membawa-bawa ajaran agama.
"Yang disebut edukasi itu orientasinya positif. Islam sama sekali tidak mengajarkan sebagaimana yang ada di konten tersebut. Kami mendukung penuh langkah Polri supaya tidak ada lagi yang membuat konten agama untuk kepentingan pribadi, misalnya agar ratingnya tinggi," jelasnya seperti dikutip dari Radar Surabaya.
Prof. Muzakki juga menegaskan pelaku tidak memiliki pondok pesantren karena awalnya adalah padepokan penyembuhan.
Samsudin kemudian merekrut seseorang dari pesantren dan mengubah padepokan tersebut menjadi pondok pesantren.
Namun ternyata bangunan tersebut bukan pondok pesantren melainkan yayasan. Menurut aturan, pondok pesantren harus mendapatkan izin resmi dari Kementerian Agama sedangkan yayasan bisa dari Kemenkumham.
Prof Muzakki juga menambahkan, kualitas keilmuan seseorang sangatlah penting agar apa yang diajarkan memiliki kualitas dan bukan sesuatu yang menyimpang dari agama.
Menurut Prof Muzakki, sanad keilmuan itu penting untuk membantu memastikan keterjaminan mutu gagasan yang diproduksi, apalagi terkait dengan keilmuan agama.
Karena itu, masih menurut Muzakki, pada awal pembahasan di berbagai kitab kuning sering menyertakan rekam jejak akademik penulis. Hal itu antara lain bertujuan mempertegas sanad keilmuan dimaksud.
"Maka, jangan terkecoh dengan produksi konten. Apalagi yang sembarangan. Lebih-lebih sanad keilmuannya tak jelas," tegasnya.
Ia juga meminta masyarakat untuk tenang dan tidak terpengaruh isi konten yang menyesatkan tersebut.
Sementara itu, Ketua Umum MUI Jawa Timur, KH Mohammad Hasan Mutawakkil Allallah mengingatkan masyarakat agar memahami secara benar literasi keagamaan.
Hal tersebut sangat penting karena jika ada sebutan yang kurang tepat, akan berakibat tidak baik pada orang lain, bahkan pada institusi keagamaan.
"Ya, terutama kepada teman-teman jurnalis untuk literasi keagamaan ini, dengan menggunakan media demi mengedukasi masyarakat," tutur Kiai Mutawakkil, Selasa (5/2).
Pengasuh Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong Probolinggo ini memberikan beberapa pokok penting. Misalnya, penggunaan sebutan gus atau kiai.
Ia menyayangkan masih adanya sebutan Gus terhadap Samsudin pelaku konten tukar pasangan tersebut, karena hal itu tidak tepat ditujukan kepada pelaku penyimpangan ajaran agama.
"Kami berharap, para jurnalis dan teman-teman wartawan memahami konsep konsep kunci keagamaan agar tidak salah memberitakan," tuturnya.
Seperti diketahui, konten video yang dibuat Samsudin viral di media sosial karena membolehkan tukar pasangan antar suami istri asalkan didasarkan suka sama suka. Samsudin pun kemudian diamankan oleh Polda Jawa Timur.
Sumber: jawapos