Dalam pidatonya Sekretaris Eksekutif F-PDR, Rudi S Kamri mengungkapkan bahwa didirikannya sekber tersebut untuk menjadikan tempat koordinasi dan komunikasi antar anggota.
Tak hanya itu, diungkapkannya sekber tersebut bakal jadi pusat perlawanan secara terukur dengan jalan hukum, politik, kebudayaan, dan pergerakan rakyat.
"Berkaitan dengan hal tersebut maka Front Penyelamat Demokrasi dan Reformasi akan mengadakan mimbar bebas di rumah perjuangan ini," kata Rudi dalam pidatonya.
Ia melanjutkan bahwa mimbar bebas tersebut nantinya akan menjadi pusat penyampaian keprihatinan atas matinya demokrasi Indonesia.
"Serta mengundang seluruh pihak untuk menyampaikan pidato politiknya di dalam menyikapi berbagai persoalan rakyat, bangsa dan negara," tegasnya.
Sekretariat Bersama (Sekber) Front Penyelamat Demokrasi dan Reformasi ini sendiri beranggotakan mulai tokoh masyarakat, purnawirawan TNI-Polri, budayawan, civitas akademika hingga masyarakat umum.
Front ini dikomandoi oleh Ketua Sekber F-PDR Marsekal (purn) TNI Agus Supriatna dan Sekretaris Eksekutif Sekber F-PDR Rudi S Kamri.
Untuk keanggotaan, diantaranya Ikrar Nusa Bhakti, Prof Fredy Buhama Lumban Tobin, Connie Bakrie, budayawan Mohamad Sobary atau Kang Sobary.
Jokowi Kena Somasi Rakyat
Presiden Joko Widodo (Jokowi) kena somasi Koalisi Masyarakat Sipil karena dianggap telah terlibat dalam kecurangan Pilpres 2024.
Somasi terhadap Jokowi dilayangkan Koalisi Masyarakat Sipil di halaman Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta pada Kamis (7/3/2024) seperti dikutip live Facebook Kompas.com.
Somasi tersebut dilayangkan Koalisi Masyarakat Sipil yang tergabung dari 48 organisasi.
Koordinator Kontras Dimas Bagus Arya mengatakan bahwa somasi tersebut merupakan somasi kedua yang dilayangkan terhadap Presiden Jokowi.
Dimas menjelaskan somasi itu ditujukan karena masyarakat mempertanyakan apakah Jokowi masih memiliki itikad dan etika dalam menjaga etika moral bangsa dan negara.
Ada tiga poin yang disorot oleh Koalisi Masyarakat Sipil dalam somasi tersebut. Pertama ialah terkait dengan dugaan kecurangan Pilpres 2024 yang diduga melibatkan kepala negara.
“Ada tiga yang kami sampaikan pada somasi yakni pertama kami menemukan kecurangan Pemilu seperti penyampaian Presiden boleh kampanye yang menimbulkan distorsi di kalangan masyarakat,” jelasnya.
Kemudian Koalisi Masyarakat Sipil menyorot keterlibatan para Menteri Jokowi yang aktif kampanyekan Paslon 02 Prabowo-Gibran tanpa memberikan keterangan jelas soal cuti dan tidak menggunakan fasilitas negara.
Lalu kedua, Koalisi Masyarakat Sipil menyoroti nepotisme yang dilakukan Jokowi karena memajukan putranya Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres di saat mantan Wali Kota Solo itu masih aktif menjabat Presiden.
“Kami garis bawahi peran presiden dalam mencegah pola kepemimpinan yang bebas korupsi kolusi dan nepotisme,” tuturnya.
Terakhir kata Dimas, Presiden terkesan membiarkan sejumlah pelanggaran Pemilu 2024 yang dilakukan penyelenggara Pemilu yakni KPU dan Bawaslu.
Contohnya Jokowi tidak segera menghentikan Ketua KPU Hasyim Asyari di tengah banyaknya pelanggaran etika yang sudah diputus oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Ketum Projo pertanyakan urgensi hak angket
Sebelumnya, Ketua Umum relawan Pro Jokowi (ProJo) Budi Arie Setiadi justru mempertanyakan ide bergulirnya hak angket di DPR RI.
Menurut Budi Arie, selisih perolehan suara antara pasangan calon presiden-calon wakil presiden (capres-cawapres) nomor urut 2 Prabowo-Gibran dengan dua paslon lain sangat besar.
Sehingga, menurut dia, kecurangan tidak mungkin terjadi dan sulit dibuktikan jika selisihnya begitu besar.
"Hak angket gimana, (kalau) selisih (perolehan suara) 50 juta," ujarnya.
"Hak angket dari mana? Coba dipikirin, kecurangan dari mana, 50 juta loh selisihnya. Kalau cuma 10.000 20.000 boleh, selisih 50 juta, sehebat apa bisa curang 50 juta? Ya hak angket buat apa?" tegas Budi Arie di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (13/3/2024).
Budi Arie juga menegaskan, hak angket sebenarnya bukan urusan pemerintah, melainkan partai politik.
Ia lantas mempertanyakan komitmen partai untuk merealisasikan hak angket itu.
"Bukan soal dihindari, partai mau enggak? Hak angket bukan urusan pemerintah, tapi partai. Kan DPR, partai, partainya mau enggak?" tegasnya.
Selain itu, menurut Budi Arie, harus jelas benar tujuan dilaksanakannya hak angket.
Diketahui bahwa sampai saat ini belum ada pergerakan signifikan untuk merealisasikan hak angket DPR RI.
Meski begitu, terdapat empat partai politik yang masih mendorong penggunaan hak tersebut, yaitu PDIP, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Nasdem.
Anggota DPR Fraksi PDIP Junimart Girsang tak sepakat dengan pernyataan anggota DPR Fraksi Partai Nasdem Ahmad Ali yang meminta partai politik pendukung hak angket DPR untuk menyelidiki dugaan kecurangan Pemilihan Presiden 2024 harus keluar dari pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Menurutnya, hak angket menjadi hak setiap partai politik di DPR dan dijamin oleh Undang-undang Dasar (UUD).
Tidak ada kaitannya hak angket DPR dengan posisi partai politik tertentu terhadap pemerintah.
"Semua fraksi itu berhak untuk mengatakan yes or no atas hak angket. Kalau fraksi PDI Perjuangan mengatakan hak angket, itu hak kami," katanya.
"Kenapa tidak? Jadi, tidak perlu mengomentari. Sifat dan nasionalis dalam korektif untuk hak angket, hak angket ini kan dijamin UU, dan ini menjadi hak DPR. Bukan hak pemerintah juga itu hak angket," tegas Junimart ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (13/3/2024).
Dalam hal ini, Junimart turut mengingatkan tentang politik kecerdasan yang semestinya dipahami oleh setiap anggota DPR.
Adapun kecerdasan yang dia maksud adalah agar setiap partai politik tidak mengomentari kepentingan partai politik lainnya.
Menurut dia, Fraksi PDIP memiliki kepentingan untuk mengajukan hak angket DPR dan tidak ada yang bisa menghalanginya.
"Mari bicara ranah sesuai yang kita miliki, tidak perlu mengomentari partai lain, tidak perlu mencampuri isi dapur partai lain," ucapnya.
"Artinya kita harus belajar cerdas. Politik itu politik cerdas, politik kecerdasan. Hak setiap parpol untuk mengajukan hak seperti angket," imbuhnya.
Wakil Ketua Komisi II DPR ini mengaku juga tidak sepakat dengan kecurigaan Ahmad Ali bahwa partai politik yang mendukung hak angket justru bertujuan hanya untuk menaikkan daya tawar untuk bergabung ke pemerintahan selanjutnya.
Menurut Junimart, partainya menggulirkan hak angket murni untuk menyelidiki adanya dugaan kecurangan Pilpres 2024.
Dengan hak angket, jelas dia, dugaan kecurangan itu diharap dapat terbuktikan.
"Oh, itu menurut beliau (Ahmad Ali). Kalau kita murni untuk angket dalam rangka penyelidikan," ujarnya.
"Apakah ada penyimpangan? Itu yang kita koreksi. Hak angket bukan untuk membatalkan hasil pemilu, tolong dicatat, tidak untuk membatalkan, tapi untuk mengoreksi, kalau ada supaya ke depan lebih diperbaiki lagi, supaya pemerintah tidak akan mengulangi lagi. Kenapa takut sama angket?" tutur Junimart.
Sebelumnya diberitakan, Ahmad Ali meminta partai politik (parpol) yang mendorong penggunaan hak angket DPR RI untuk menyelidiki kecurangan Pemilu 2024 mundur dari kabinet Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin.
Ia menganggap, langkah itu perlu dilakukan sebagai pendidikan politik pada masyarakat.
Bahkan partai politik tempatnya bernaung, Partai Nasdem pun harus siap mengambil keputusan itu.
“Kalau parpol pemerintahan mau mengajukan angket dan memakzulkan Jokowi ya mundur dari kabinet. Sesederhana itu cara berpikirnya kok. Supaya masyarakat tidak berprasangka,” ujar Wakil Ketua umum Partai Nasdem itu pada Kompas.com, Selasa (12/3/2024).
Menurut Ali, parpol yang mendorong hak angket harus berani mengambil jarak dari Jokowi.
Sebab, tak mungkin angket hanya dipakai untuk menyelidiki kecurangan pemilu. Ia menuturkan, hak angket pasti memiliki tujuan akhir untuk memakzulkan Jokowi sebagai presiden.
"Kalau ingin memakzulkan Jokowi berarti menang-menangan, kalah-kalahan, kalau demikian pertanyaan saya di mana komitmen PDIP, komitmen Nasdem, PPP, PKB yang katanya akan mengawal pemerintahan sampai selesai?” papar Ali.
Sumber: wartakota