Ini setelah Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dibawah kepemimpinan Penjabat (Pj) Heru Budi Hartono tiba-tiba mencabut sejumlah nama mahasiswa dari dartar keluarga miskin penerima KJMU.
KJMU merupakan program bantuan dana pendidikan yang diberikan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sejak awal September 2016. Program ini digagas Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang kemudian dilanjutkan Anies Baswedan semasa keduanya menjabat sebagai gubernur Jakarta.
Program ini diharapkan dapat membantu pelajar pemenang Kartu Jakarta Pintar (KPJ) yang hendak melanjutkan studi di perguruan tinggi di jenjang diploma atau sarjana. Sasaran utamanya adalah pelajar DKI Jakarta dari keluarga miskin yang terdaftar di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
Keluarga penerima KPJ atau KJMU harus masuk dalam DTKS kelompok desil atau status kesejahteraan 1 hingga 4. Desil 1 merupakan kelompok rumah tangga paling rendah tingkat kesehateraannya alias sangat miskin, desil 2 miskin, desil 3 hampir miskin, dan desil 4 rentan miskin. Semakin tinggi desilnya, semakin baik kesejahteraan keluarganya.
Awal mulanya baru ada 26 perguruan tinggi negeri (PTN) yang bekerja sama dengan Pemprov DKI guna menyukseskan program ini. Jumlahnya terus bertambah di era Anies hingga akhir tahun 2023 sudah ada 122 PTN dan perguruan tinggi swasta (PTS) yang masuk di dalam program ini, dengan total 13.575 mahasiswa penerima.
Penerima manfaat KJMU berhak mendapatkan dana bantuan pendidikan sebesar Rp 1,5 juta per bulan atau Rp 9 juta per semester. Dana tersebut diperuntukkan bagi biaya penyelenggaraan pendidikan yang dikelola PTN/PTS dan juga bisa sebagai pendukung personal, seperti biaya hidup, biaya buku, transportasi, ataupun perlengkapan kuliah.
Berdasarkan data Pemprov DKI Jakarta dalam laman Data.go.id, jumlah dana KJMU yang disalurkan pada Semester II Tahun 2023 sebesar Rp 120,3 miliar untuk 13.575 mahasiswa penerima. Angka ini lebih sedikit dibandingkan dengan Semester I Tahun 2023 yang mencapai Rp 269 miliar yang diberikan kepada 27.149 mahasiswa, atau berkurang sebanyak 13.574 orang mahasiswa.
Tidak Lagi Terdaftar
Program Pemprov DKI ini sudah banyak dirasakan manfaatnya oleh mahasiswa dari keluarga tidak mampu yang berdomisili di DKI Jakarta. Harapan besar untuk dapat mendongkrak status ekonomi keluarga melalui bekal pendidikan yang lebih tinggi ada di depan mata.
Akan tetapi, sejumlah masalah mulai muncul. Tidak sedikit mahasiswa penerima KJMU tiba-tiba tidak terdaftar lagi di program KJMU ini, padahal masa studi di perguruan tinggi belum selesai. Sebagian dari mereka mengalami perubahan tingkat kesejahteraan di status desil di DKTS.
Hal itu salah satunya dirasakan Iema (19), mahasiswa asli Jakarta Timur. Iema saat ini mengenyam pendidikan di Universitas Sebelas Maret (UNS) semester 2. Iema dapat melanjutkan studinya di PTN berkat bantuan KJMU. Namun, saat ini ia khawatir putus kuliah karena dua hari lalu Iema mendapat pemberitahuan bahwa sistem KJMU berubah.
KJMU milik Iema diberhentikan secara sepihak oleh Pemprov DKI. Dia mengaku KJMU miliknya kini telah telah terblokir.
”Aku terancam bakalan putus kuliah, ayah aku petugas satpam di perusahaan swasta. Tapi, tiba-tiba aku dapat desil 5. Mana rumah bukan hak milik ayahku, alias mengontrak sama kerabat,” kata Iema seperti dikutip dari kompas.id, Selasa 6 Maret 2024.
Gaji ayah Iema yang belum lebih besar dari UMR DKI Jakarta dirasanya sangat berat untuk memenuhi biaya kebutuhan keluarga. Ditambah lagi, Iema juga memiliki dua adik. Satu adiknya masih sekolah di bangku SMP, sedangkan satu lagi masih berusia 6 tahun dan berkebutuhan khusus.
Aku terancam bakalan putus kuliah, ayah aku petugas satpam di perusahaan swasta. Tapi, tiba-tiba aku dapat desil 5. Mana rumah bukan hak milik ayahku, alias mengontrak sama kerabat.
Biaya sekolah kedua adik Iema juga dibantu Pemprov DKI Jakarta melalui KJP. Namun, bersamaan dengan perubahan status KJMU Iema, KJP kedua adiknya juga ikut berubah.
Orang tua Iema sudah mencoba bertanya kepada salah satu pegawai Dinas Sosial Pemprov DKI. Pihak dinsos menjelaskan bahwa DKTS ditentukan oleh dinsos, tetapi desil kemiskinan bersumber dari data Registrasi Sosial Ekonomi dari Badan Pusat Statistik (BPS).
Desil keluarga Iema yang berubah menjadi desil 5 otomatis tidak layak atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai penerima KJMU untuk Iema dan KJP untuk adik-adiknya. Hanya keluarga desil 1 hingga 4 yang dapat menerima bantuan dana pendidikan tersebut.
Bagi Iema, kondisi ini sangat berat. Ia menilai biaya kuliahnya saat ini lumayan besar. Belum lagi biaya kos dan kebutuhan sehari-hari di perantauan. Program studi yang Iema ambil juga sering kali ada kegiatan praktikum di luar kampus dengan biaya yang tidak sedikit.
”Tolong kebijaksanannya. Aku bener-bener nangis sampai enggak fokus kuliah sekarang buat muter otak aku apa habis ini,” keluh Iema.
Penjelasan Pj Heru
Terpisah, Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono, buka suara soal ramai Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU) dicabut Pemprov DKI Jakarta.
Heru Budi mengatakan, ada mekanisme baru ihwal perubahan data penerima KJMU tahap 1 tahun 2024. Kini, kata Heru, Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta bakal menggunakan sumber data tersebut untuk pemberian bantuan KJMU.
Data yang dimaksud Heru ialah data yang bersumber dari DTKS atau Data Terpadu Kesejahteraan Sosial dengan kategori layak yang ditetapkan per Februari dan November 2022 serta per Januari dan Desember 2023 yang disahkan oleh Kementerian Sosial Republik Indonesia. Lalu, dipadankan dengan data Registrasi Sosial Ekonomi (Regsosek).
“Jadi, KJP, KJMU itu kan DKI Jakarta sudah menyinkronkan data, data DTKS yang sudah disahkan di Desember 2023 oleh Kemensos,” kata Heru kepada wartawan di Cilincing, Jakarta Utara, Rabu (6/3/2024).
Dengan begitu, ke depan bantuan sosial biaya pendidikan bersifat selektif dan tidak terus-menerus. Sehingga, bantuan sosial, bakal disesuaikan berdasarkan pemeringkatan kesejahteraan (Desil) peserta didik/mahasiswa dari keluarga tidak mampu.
Hanya peserta didik/mahasiswa yang memenuhi persyaratan lah yang akan mendapatkan bantuan KJP Plus dan KJMU yang dibagi atas kategori sangat miskin (Desil 1), miskin (Desil 2), hampir miskin (Desil 3), dan rentan miskin (Desil 4).
“Itu juga sudah disinergikan dengan Regsosek sehingga DKI menggunakan data dasarnya data utamanya adalah data DTKS. Bisa desil 1, 2, 3, 4, dan tentunya melihat kemampuan keuangan DKI,” jelas Heru.
Sumber: kronologi