Demokrasi Alami Kemunduran di Era Jokowi, SMRC: Penyebabnya karena Oposisi Melemah

Demokrasi Alami Kemunduran di Era Jokowi, SMRC: Penyebabnya karena Oposisi Melemah

Gelora News
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO - Skor demokrasi di Indonesia menurun sekitar 10 poin dari awal Presiden RI Joko Widodo menjabat, yakni dari 0,52 menjadi 0,42 di tahun 2022.

Hal itu disampaikan oleh Prof Saiful Mujani, pendiri Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), di Jakarta, Kamis (25/5/2023).

“Menurun sekitar 10 poin dari 0,52 di awal pemerintahan Jokowi menjadi 0,42 tahun 2022,” tuturnya, melalui keterangan tertulis..

Menurut Saiful, melemahnya oposisi menjadi salah satu penyebab melemahnya trend demokrasi di Indonesia.

Saiful mengatakan, pada periode pertama pemerintahan Jokowi, oposisi masih cukup kuat, setidaknya masih ada tokoh yang menjadi lawan Jokowi dalam pemilu yang berasal dari luar pemerintahan, yakni Prabowo Subianto dan Gerindra yang ada di parlemen.

Namun di periode yang kedua, skor indeks pengawasan eksekutif dan kesetaraan warga di hadapan hukum Indonesia menurun di bawah 0,5 dan sekarang 0,42.

“Hal ini terjadi ketika oposisi melemah yang menandai kurangnya checks and balances atau pengawasan pada pemerintahan karena oposisi melemah,” katanya.

Saiful berpendapat, pemerintah tentu ingin agar pelaksanaan pembangunan berjalan stabil dan tidak ada gangguan.

Namun, demokrasi menghendaki adanya opisisi yang bisa mengontrol pemerintah.

“Tidak bisa hanya karena memiliki niat baik, pemerintah menghilangkan hak publik untuk melakukan kontrol dan pengawasan. Kekuasaan harus dikontrol dan diawasi,” tegasnya.

Penurunan kualitas demokrasi ini, lanjut dia, koheren dengan beberapa peristiwa politik,  seperti masuknya Partai Golkar sebagai partai pendukung pemerintah.

Padahal sebelumnya Golkar merupakan pendukung rival Jokowi dalam pemilihan presiden.

Kemerosotan demokrasi menjadi lebih besar ketika Prabowo yang merupakan rivalnya di pilpres diangkat menjadi menteri kabinet.

“(Praktis sekarang) oposisi tinggal PKS dan Demokrat. Itu yang menyebabkan indeks pengawasan eksekutif dan kesetaraan warga di hadapan hukum Indonesia (menurut V-Dem) tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan,” imbuhnya.

Dalam keterangannya, Saiful menjelaskan, Indonesia mengalami demokratisasi sejak Presiden RI Soeharto mundur pada 21 Mei 1998, atau sekitar 25 tahun lalu.

Untuk melihat kemajuan, kemunduran, atau stagnasi demokrasi Indonesia, kata Saiful, adalah dengan melakukan evaluasi secara teratur selama 25 tahun tersebut, seperti yang dilakukan oleh V-Dem (Varieties Democracy).

V-Dem adalah lembaga akademik yang di dalamnya terdapat para ahli demokrasi di seluruh dunia.

Jika mengukur menggunakan equality before the law dan pengawasan terhadap eksekutif menurut V-Dem, kata dia, demokrasi di Indonesia menunjukkan gejala kemunduran.

Dalam skala 0 sampai 1, dengan 0 adalah sangat buruk dan 1 sangat baik, berdasarkan pengukuran itu, kondisi demokrasi di Indonesia tahun 2022 berada di angka 0,42.

“Perolehan ini mundur dibanding dengan 2004 yang mencapai 0,53.”

“Diukur sejak penerapan sistem pemilihan presiden secara langsung 2004, kondisi demokrasi Indonesia mengalami kemunduran berdasarkan data V-Dem,” tuturnya.

Saiful juga menyebut bahwa sejak 2004, kondisi demokrasi berdasarkan indeks demokrasi ini tidak pernah di atas 0,6.

Sumber: kompas
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita