Walikota Depok Kebakaran Jenggot Usai Diganjar Predikat Kota Intoleran: Saya Tidak Menyalahkan Survei Itu

Walikota Depok Kebakaran Jenggot Usai Diganjar Predikat Kota Intoleran: Saya Tidak Menyalahkan Survei Itu

Gelora Media
facebook twitter whatsapp


GELORA.CO  - Kota Depok kembali mendapat predikat Kota Intoleran versi survei SETARA Institute. Predikat yang terbilang buruk ini sudah kali ketiga secara berturut-turut Depok masuk kategori kota intoleran di Indonesia menurut data SETARA Institute. 

Melihat hasil survei tersebut, Wali Kota Depok M Idris langsung meresponsnya dengan tegas.

"Jangan sampai ada satu kasus misalnya kegiatan pembatasan Ahmadiyah, itu jangan dijadikan dalil segala-galanya," kata Idris kepada wartawan, di Balai Kota Depok, Senin (10/4/2023).

Idris menyampaikan, dari survei tersebut masih perlu dikaji dan dilihat metode yang digunakan lembaga survei tersebut. Idris kemudian mengambil contoh kasus pembatasan kegiatan Ahmadiyah di Depok. Ia berpendapat, bahwa kasus Ahmadiyah semata-mata untuk pengamanan warga agar tidak ada konflik.

"Jadi jangan sampai melihat atau kita lihat dulu nih metodenya seperti apa, di salah satu lembaga survei, misalnya. Itu kan tindakan kita karena sebenarnya untuk pengamanan, pengamanan agar tidak terjadi konflik antarwarga, sebenarnya itu, itu yang sudah kita pahamkan ke hak asasi manusia," bebernya.

Lebih lanjut Idris mengklaim, bahwa setiap tahun dirinya meresmikan rumah ibadah gereja. Menurutnya, hal itu bisa dibuktikan kepada umat Protestan dan Katolik di wilayahnya menyoal pembatasan kegiatan.

"Saya tiap tahun bisa dihitung, misalnya gereja rumah-rumah ibadah itu yang saya tandatangan sebagai peresmiannya, seperti itu. Apakah ini intoleran, tanyakan saja ke teman-teman Protestan atau Katolik apakah mereka ada pembatasan," urainya.

Idris juga menyebut jika selama ini tidak ada tindakan diskriminasi terhadap umat minoritas di Depok. Dari 2.000 pembimbing rohani, Idris menuturkan 25 persen berasal dari nonmuslim dan pihaknya memberikan insentif serta tidak membeda-bedakan.

"Alhamdulillah selama ini tidak adalah tindakan-tindakan diskriminasi dengan mereka tidak ada. Pembimbing rohani, dari 2.000 itu 25 persen dari nonmuslim kita berikan insentifnya sama kok semuanya tidak beda-beda," katanya.

Namun demikian, Idris juga menyatakan bahwa tidak sepenuhnya survei yang dirilis SETARA Institute tersebut salah. Ia mengimbau agar meninjau kembali sisi metode pendekatan yang digunakan untuk data survei tersebut.

"Saya tidak menyalahkan survei itu, itu hak mereka untuk menyampaikan, tapi pertama tolong ditinjau kembali sisi metodologi pendekatannya," kata Idris.

Sumber: suara
BERIKUTNYA
SEBELUMNYA
Ikuti kami di Google Berita