GELORA.CO - Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) mendesak Kapolri mencopot Kapolda Jawa Timur dan juga Kapolres Malang buntut tewasnya ratusan suporter Arema Malang di stadiun Kanjuruhan, Sabtu malam (1/10).
Merespons tragedi itu. Wakil Sekretaris Jenderal PB HMI Arfino Bijuangsa Koto menilai, langkah polisi menembakkan gas air mata dalam kerusuhan tersebut menciderai cita-cita Kapolri saat ini yang tengah menjadikan lembaga Kapolri lebih baik lagi.
"Kalau bisa copot Kapolda dan Kapolresnya karena telah menyebabkan ratusan orang tewas. Gara-gara ini lembaga Kapolri tentu menjadi buruk lagi," kata Arfino, Minggu (2/10).
Apalagi, kata Arfino, pelepasan gas air mata dalam menanggani kerusuhan di lapangan sepak bola merupakan hal yang terlarang.
Dijelaskan Arfino. FIFA jelas melarang adanya pelepasan gas air mata apabila terjadi kerusuhan di lapangan, Larangan penggunaan gas air mata tertuang dalam FIFA Stadium Safety and Security Regulations. Pada pasal 19 b) tertulis, 'No firearms or "crowd control gas" shall be carried or used'.
"Bunyi aturan ini intinya senjata api atau gas untuk mengontrol kerumunan dilarang dibawa serta digunakan oleh karenanya jelas polisi ini melanggar aturan," tuturnya.
Kerusuhan terjadi sai wasit meniup peluit tanda berakhirnya pertandingan antara Arema Malang vs Persebaya. Ribuan suporter ngamuk karena klub kesayangannya Arema menanggung kekalahan atas Persebaya.
Polisi kepolisian melepaskan gas air mata sehingga suporter pontang-panting menuju pintu keluar dan terjadi desak-desakkan serta kekurangan oksigen akhirnya banyak yang berguguran.
Menurut Arfino, strategi pengamanan dalam kondisi darurat atau rusuh di lapangan perlu ditingkatkan lagi, misalnya dengan penambahan personil serta alat pengamanan lainnya.
"Jadi tak perlu dengan cara kasar seperti ini," katanya.
Sumber: RMOL